Kecanduan ChatGPT: Nyaman, Tapi Berbahaya?

Pernah nggak sih kamu merasa kalau sekarang kita jadi terlalu mudah dapat jawaban dari AI? Misalnya, tiba-tiba ada soal atau pertanyaan, langsung tanya ChatGPT, terus langsung diterima aja jawabannya tanpa mikir lagi. Tapi, pernah nggak kepikiran, apa kita jadi terlalu bergantung sama AI sampai lupa gimana cara berpikir kritis dan mengulik informasi sendiri?

Kemajuan AI, khususnya Large Language Models (LLms) seperti ChatGPT, telah mengubah cara manusia berinteraksi dengan informasi. Model bahasa AI mampu menghasilkan teks mirip manusia, menjawab pertanyaan kompleks, menyusun esai, bahkan berdiskusi secara dialogis.

Namun, di balik kemudahannya, muncul kekhawatiran serius terkait dampaknya terhadap kemampuan kognitif manusia. Ketika manusia mulai terlalu bergantung pada AI dalam memproses informasi, kemampuan berpikir kritis, analitis, dan reflektif dapat tergerus secara perlahan. 

AI seperti ChatGPT sebenarnya bukan sumber kebenaran mutlak, karena hanya mengolah pola data, bukan memahami konteks mendalam. Oleh sebab itu, tidak jarang AI menghasilkan informasi yang keliru, berlebihan, atau bahkan “halusinasi”, yakni jawaban yang terdengar meyakinkan, namun sesungguhnya tidak akurat. Ketergantungan pada AI tanpa verifikasi atau pemikiran ulang dapat menurunkan literasi informasi dan kemampuan mengecek fakta pengguna.

Efek Kognitif dari Ketergantungan Pada AI

Dampak ini pun dapat meluas pada aspek kognitif lain, seperti berkurangnya kemampuan berpikir kritis, daya ingat, dan analisis yang mendalam. Dilansir dari antaranews.com, dalam sebuah studi yang dipublikasikan Psychology Today pada 19 Juni 2025, para peneliti menemukan bahwa penggunaan ChatGPT berpotensi melemahkan konektivitas saraf, mengurangi daya ingat, serta menurunkan rasa kepemilikan peserta terhadap hasil tulisan mereka. 

Penurunan kemampuan kognitif ini terjadi karena interaksi manusia dengan pengetahuan semakin dimediasi oleh sistem otomatis. Jika seseorang terbiasa memperoleh informasi tanpa perlu memahami proses di baliknya, maka keinginan untuk menelusuri sumber, membandingkan argumen, atau menganalisis sudut pandang pun akan berkurang.

Ketergantungan berlebihan pada Artificial Intelligence (AI) dapat mengurangi keterampilan penting dalam literasi ilmiah. Hal ini sejalan dengan temuan Winanda dan Prasetio (2023) dalam jurnal JIPIS Dampak Perkembangan Artificial Intelligence (AI) Terhadap Literasi Informasi Ilmiah. Mereka menyatakan bahwa AI yang terlalu diandalkan dapat menurunkan keterampilan berpikir kritis serta kecakapan dalam mengevaluasi sumber informasi dan berinteraksi dengan literatur primer.

Penelitian menunjukkan penggunaan AI berlebihan dapat menurunkan kemampuan berpikir analitis dan kritis mahasiswa maupun peneliti. Hal ini terjadi ketika pengguna pasif dan tidak mengevaluasi jawaban yang diberikan AI.

Sebuah tinjauan literatur dari Universitas Lancang Kuning LITERATURE REVIEW: DAMPAK PENGGUNAAN ARTIFICIAL INTELLIGENCE (AI) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA menegaskan risiko penurunan analisis mendalam mahasiswa. Ketergantungan pada AI membuat keterlibatan berpikir kritis mahasiswa semakin lemah. Penggunaan AI tanpa refleksi membuat siswa atau peneliti kurang berpikir kritis dan kecil keterlibatan dalam membandingkan jawaban dari berbagai sumber. Hal ini tentu menjadi alarm bagi dunia pendidikan dan akademik yang bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi.  

Baca juga : AI dan Mahasiswa: Antara Inovasi dan Tantangan di Ranah Pendidikan dan Teknologi

Menjaga Daya Pikir di Tengah Dominasi AI

Dilansir dari antaranews.com, dalam studi berjudul Your Brain on ChatGPT: Accumulation of Cognitive Debt when Using an AI Assistant for Essay Writing Task, yang melibatkan 54 mahasiswa selama empat bulan, peserta dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan metode penulisan esai mereka.

Kelompok pertama menggunakan ChatGPT secara eksklusif, kelompok kedua menggunakan pencarian web tradisional seperti Google tanpa AI, dan kelompok ketiga menulis esai dengan mengandalkan ingatan serta penalaran sendiri. Pada sesi terakhir, peserta saling bertukar metode penulisan secara mendadak.

Hasil penelitian menunjukkan penggunaan AI saat menulis esai menurunkan aktivitas dan konektivitas saraf terkait memori, perhatian, dan fungsi eksekutif. Semakin sering bantuan AI digunakan, semakin rendah pula keterlibatan otak dalam proses.

AI tidak perlu dihindari sepenuhnya, karena jika digunakan secara bijak dan kritis, AI dapat menjadi alat bantu belajar yang bermanfaat. Jika digunakan dengan kritis, AI dapat memantik diskusi, eksplorasi awal, dan mendampingi proses belajar.

Perlu diingat bahwa literasi digital yang baik menuntut kemampuan untuk memahami keterbatasan AI. Pengguna harus tetap aktif mengarahkan proses berpikirnya sendiri saat memakai AI.

Di tengah kemajuan teknologi, pengguna juga perlu mencari sumber primer serta sudut pandang lain untuk keseimbangan. Manusia harus berperan sebagai penilai cermat terhadap informasi di era teknologi.

Keseimbangan antara kemudahan dan sikap kritis menjadi kunci utama. AI hanyalah alat, dan yang menentukan dampaknya terhadap kemampuan kognitif manusia adalah bagaimana kita menggunakannya: apakah untuk memperkuat daya pikir, atau justru membiarkannya melemah.

Penulis: Fatiyyah Azzahrah

Editor: Aulia Fathiha Sitiazzahra