Kenalan sama Quarter Life Crisis : Fase Mengevaluasi Diri

Pernah, nggak, sih, kalimat-kalimat sejenis “Mau jadi apa, ya, aku di masa depan?” atau “Keputusan yang aku ambil udah bener belum, ya?” lewat di pikiran kamu? Kalimat-kalimat yang terdengar sederhana, tetapi dapat berdampak pada cara kita menjalani hidup. Fase yang biasa disebut dengan quarter life crisis ini adalah masa transisi dari remaja ke dewasa yang ditandai dengan perasaan khawatir yang berlebihan dan ketidakpuasan pada hidup. Fase ini umumnya terjadi di rentang usia 20 hingga 30 awal. Kalau kamu udah pernah nonton film 1 Kakak 7 Ponakan, Moko bisa menjadi salah satu contoh individu yang sedang mengalami masa quarter life crisis. Ia terjebak di situasi yang sulit, antara keluarga atau mimpinya yang sudah ia rencanakan dengan matang. Adanya perasaan harus membalas budi membuatnya semakin cemas dan bingung. Keadaannya pun membuat orang-orang ragu dengan kinerjanya, sehingga jalan menuju mimpinya semakin terhambat.

Faktor-Faktor Quarter Life Crisis

Pada fase ini, remaja yang baru memasuki usia dewasa masih bingung dan kaget dengan tanggung jawab dan hal-hal yang baru mereka temui di usia tersebut. Fase mencari jati diri ini memanglah wajar, tetapi kurangnya bimbingan dan arahan dari orang sekitarlah yang menyebabkan hilangnya arah. Lingkungan sekitar cenderung memberikan harapan tinggi dan menaruh beban di pikiran si remaja tanpa dukungan yang berarti.

Karena bertambahnya usia, seorang individu secara alami akan mulai mempertanyakan dan mencemaskan arah tujuan hidupnya. Hal ini juga turut disertai dengan perasaan ragu terhadap keputusan-keputusan yang telah dibuat, entah dalam aspek karier, pendidikan, atau hubungan yang terasa tidak memuaskan. Keraguan-keraguan ini bisa saja muncul ketika dihadapkan dengan suatu realitas yang jauh dari bayangan. Hal tersebut dapat menimbulkan kebingungan untuk mengambil langkah selanjutnya.

Faktor lainnya berasal dari kondisi ekonomi yang tidak stabil. Semakin rumit dan sedikitnya lowongan kerja membuat tak sedikit orang yang terpaksa bekerja di tempat yang tidak mereka inginkan. Bekerja di tempat dan lingkungan yang tidak diinginkan ini dapat menjadi tekanan tersendiri bagi si individu.

Media sosial pun turut andil dalam perjalanan seseorang dalam mencari jati diri, entah konteks negatif maupun positif. Secara tidak kita sadari, media sosial mulai membangun standar pencapaian yang seakan-akan harus dicapai pada umur tertentu. Dari sinilah biasanya individu akan membandingkan seluruh aspek kehidupan miliknya dengan orang-orang yang berada di media sosial, khususnya yang berusia sama. Kebiasaan ini menimbulkan rasa ragu dan takut tertinggal.

Upload-an orang-orang tentang pencapaian hidup atau kayak kehidupan mereka tuh bisa bikin kita overthinking lagi. Balik lagi mikir mereka udah sampe di sini, gitu,” ujar salah satu mahasiswi UPI.

Kebijakan dan self-control dalam menggunakan media sosial akan selalu diperlukan. Sama halnya dengan kehidupan, kita harus bisa mengontrol bagaimana kita ingin menyikapi semua hal.

Menghadapi Quarter Life Crisis

Terus, gimana, sih, cara menghadapi fase quarter life crisis? Kamu bisa mulai dengan ngobrol sama orang terdekat dan kamu percayai. Tidak perlu meminta saran jika kamu memang tidak menginginkannya. Berceritalah hingga kamu merasa lega dan cukup tenang. Kalau kamu tidak ingin membagi ceritamu ke orang lain, di zaman yang sudah semakin canggih ini, kebanyakan orang memang lebih memilih bercerita di akun media sosial mereka yang diprivate. Kegiatan tersebut sebenarnya sama saja dengan menulis di buku diary, tetapi lebih mudah.

“Kalo gitu, gua biasanya bakal yapping di akun private gua, di akun yang emang cuma gua doang isinya. Gua yapping-in semuanya, setelah itu secara alami jadi better, atau ga gua akan menyibukkan diri,” ujar mahasiswi UPI saat diwawancarai mengenai caranya menghadapi quarter life crisis.

Oh, kamu nggak suka nulis? Kalau gitu, kamu bisa menyibukkan diri kamu dengan hal-hal yang kamu gemari. Bosan? Coba untuk memulai kegiatan baru yang menurutmu menantang. Journaling, mungkin? Kamu bisa sembari mengingat memori-memori indah di masa lalu.

Kamu juga harus berhenti membandingkan dirimu dengan orang lain. Setiap orang memiliki jalannya masing-masing, tidak perlu khawatir ketika melihat pencapaian teman-temanmu yang seumuran. Daripada khawatir, kamu dapat menjadikan pencapaian mereka sebagai motivasi untuk terus berkembang dan meningkatkan kualitas diri.

Mencintai dan peduli pada diri sendiri adalah yang terpenting. Apapun kekurangan dan kelebihanmu, jadikan dua hal tersebut sebagai caramu untuk mengenali dirimu lebih dalam. Setelah mengenali diri sendiri, kamu dapat mulai memperbaiki diri. Dengan memahami kekurangan, kamu dapat mencari cara untuk mengembangkan diri, dan setelah mengetahui kelebihanmu, kamu dapat mempertahankannya dan membangun kepercayaan diri agar kelebihanmu semakin berkembang.

Fase untuk Mengevaluasi Diri

Tak selalu bersifat negatif, fase quarter life crisis dapat menjadi kesempatan untuk mulai membenahi diri. Ya, meskipun menantang, fase ini tentunya akan memberikan banyak pelajaran berharga untuk kita di masa depan. Dalam fase ini, hal-hal baru, negatif ataupun positif, nantinya akan membentuk versi diri yang lebih baik dari sebelumnya.

Fase ini memberikan bekal pelajaran dari banyaknya tantangan. Tentang bagaimana cara mengambil keputusan dengan bijak dan percaya bahwa semua keputusan yang telah diambil adalah yang terbaik. Tidak ada keputusan yang salah ataupun benar, semua keputusan memiliki pembelajarannya tersendiri. Kita bisa belajar dari semua keputusan yang telah kita tentukan.

Lebih dalam lagi, fase ini membantu kita untuk membatasi diri agar tidak terlalu memikirkan perkataan negatif orang, dan cukup fokus pada diri sendiri. Selain itu, quarter life crisis juga membantu kita untuk lebih mengontrol diri dalam bertindak dan merespons hal-hal yang di luar kendali kita.

Lagi, fase ini merupakan fase yang tidak perlu ditakuti. Quarter life crisis adalah fase yang normal terjadi, ia adalah bagian dari tahap pendewasaan. Kita hanya perlu fokus menjalani kehidupan dengan bahagia. Jangan lupa untuk selalu menyayangi dirimu sendiri, karena hidupmu hanyalah milikmu.

Penulis: Neisya Amalia Putri

Editor: Suci Maharani