Ungkapan tabu biasanya tidak boleh digunakan di lingkungan kepercayaan tertentu, karena dipercaya mempunyai kekuatan gaib oleh masyarakat setempat. Namun, ungkapan tabu juga memiliki dua sudut pandang yang berbeda. Pertama, ungkapan tabu dapat diartikan sebagai ungkapan yang suci. Kedua, ungkapan tabu diartikan sebagai ungkapan yang dilarang.
Ungkapan tabu biasanya diberikan secara turun temurun dari orang tua kepada anaknya. Contohnya, di masyarakat Sunda. Para orang tua sering memberikan ungkapan “ulah kaluar imah sareupna” kepada anaknya. Ungkapan ini berasal dari anjuran agama Islam dan bertujuan agar anak tidak keluar rumah pada waktu magrib. Mitosnya anak kecil bisa diculik setan, karena pada waktu magrib sampai isya setan berkeliaran menggoda manusia. Katanya suhu udara berubah di waktu magrib. Suhu udara yang tadinya panas berubah menjadi dingin. Hal ini bisa membuat anak kecil terkena penyakit. Ungkapan tabu ini dapat digunakan untuk menjaga kesehatan anak-anak. Sebaiknya pada waktu magrib sampai isya anak kecil dianjurkan untuk diam di rumah dan segera beristirahat agar badannya lebih bugar.
Selain ungkapan tadi, masyarakat Sunda juga memiliki ungkapan lain yang tak kalah terkenal, yaitu “ulah cicing di lawang panto”. Menurut mitos yang beredar jika kita berdiam diri di tengah pintu dapat membuat kita jatuh sakit, karena makhluk halus melewati pintu. Padahal logikanya berdiam diri di pintu dapat menghalangi orang yang akan masuk dan keluar ruangan.
Baca juga: Membasuh Muka dengan Air Liur?