Pergelaran Itu Cuma 4 SKS

Belakangan, Rubrik Interupsi diramaikan oleh opini-opini yang didasari luapan kekecewaan (masa lalu) terhadap mata kuliah Pergelaran Sastra. Rasanya lucu melihat orang-orang mencoba mengomentari sesuatu, tetapi belum paham betul apa yang dikomentarinya. Minimal memiliki informasi yang update-lah perihal pergelaran tahun ini, bukan sekadar membuka arsip memori tahun-tahun sebelumnya. Cik refresh heula atuh euy.

Pergelaran Sastra Sekarang

Kalau malas mencari, izinkan saya menyampaikan bahwa Pergelaran Sastra sekarang ini bukan hanya pementasan teater. Namun, jangan berharap akan dibocorkan di sini. Alih-alih membaca baik-baik dan mencoba mengerti terlebih dahulu, pikiran malah sudah meronta-ronta, meminta bantuan jari untuk sesegera mungkin mengetik tulisan balasan.

Lalu, menyoal materi di perkuliahan dan hasil pertunjukan yang dirasa kurang memuaskan, sungguh keliru jika menganggap pertemuan selama 4 SKS dalam seminggu itu cukup untuk menghasilkan pertunjukan yang spektakuler.

Masalahnya, bukan pada materi pengalaman estetik dan artistik yang memang ditekankan di kelas atau fakta bahwa kita bukan mahasiswa jurusan teater. Akan tetapi, sejauh mana mahasiswa hendak mendalami sendiri apa yang diajarkan dan dipelajarinya selama perkuliahan. Terdapat buku, komunitas, bahkan diskusi antarteman yang bisa menjadi ruang belajar alternatif. Loba pokokna mah. 

Interupsi Senior

Masalah selanjutnya, interupsi senior. Menjadi senior apalagi pengaping itu harus banyak sadar diri. Terutama mengenai kapabilitas dalam mengurusi persoalan pertunjukan. Sakirana can ngarti-ngarti teuing mah kajeun cicing, diajar heula.

Prinsip itu yang barangkali perlu digenggam agar tidak gegabah. Jika merasa layak pun, tetap harus mampu menahan diri, sebab pergelaran ini milik mahasiswa semester 4. Jangan sampai komando sutradara atau pimpro justru diambil alih. Karunya. 

Terakhir, sekadar mengingatkan bahwa pergelaran ini cuma sebagian kecil dari keseluruhan mata kuliah kurikulum Depdiksatrasia. Anggaplah ini kesalahan dan kealpaan selama menjalaninya sebagai suatu proses. Kekurangan itu wajar, namanya juga belajar.

Baca juga: Kurikulum yang Tidak Dapat Dimaklum

Penulis: Rama Pratama Yusuf