Hasil data Long Form Sensus Penduduk 2020 oleh BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan penurunan persentase penduduk yang signifikan pada bidang penggunaan bahasa daerah. Tercatat sebanyak 28–37% Gen Z hingga Post Gen Z sudah tidak menggunakan bahasa daerahnya, baik di lingkungan keluarga maupun tetangga/kerabat. Dari hasil pencatatan tersebut dapat kita ketahui bahwa bahasa daerah di Indonesia tengah berada pada fase yang cukup disayangkan. Bahasa daerah mungkin saja berakhir musnah jika dibiarkan begitu saja. Untuk mengatasi persoalan tersebut tentunya tidaklah mudah, meskipun dengan berbagai cara. Hal demikian terjadi karena adanya pengaruh dari kemajuan teknologi masa kini terhadap generasi muda.
Negara seribu bahasa merupakan sebuah julukan yang dianggap cocok bagi bangsa Indonesia ini. Selain memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah, letak geografis yang strategis, Indonesia juga merupakan negara yang kaya dalam bidang kesenian, sosial-budaya, dan juga bahasa daerahnya yang beragam. Sebutan tersebut (negara seribu bahasa) hanyalah sebuah kiasan yang menggambarkan betapa banyaknya bahasa daerah yang kita miliki. Sebab pada faktanya bahasa daerah yang kita miliki hanya tercatat sebanyak 720 bahasa dalam Katadata.co.id yang tersebar ke seluruh penjuru negeri ini, serta menduduki peringkat kedua setelah Papua Nugini sebagai negara yang memiliki jumlah bahasa terbanyak di dunia.
Baca Juga: Fenomena “Gue-Lo” di Balik Eksklusivitas Bahasa Gaul dan Polemik Identitas
Bahasa daerah merupakan salah satu aspek yang menyokong kekayaan budaya di bangsa ini. Oleh karena itu, kelestarian bahasa daerah perlu untuk dijaga. Bahasa daerah merupakan suatu sarana komunikasi sekaligus bahasa ibu yang lahir, berkembang, dan dituturkan dalam kelompok maupun daerah tertentu. Akan tetapi, di zaman modern kini bahasa daerah mulai tersisihkan oleh kemajuan zaman yang bergantung pada kecanggihan teknologi. Sehingga kebudayaan luar dengan mudahnya masuk dan menggeser kebudayaan lokal yang sudah ada sejak zaman dulu, salah satunya budaya berbahasa daerah yang tergantikan dengan bahasa asing.
Pada zaman yang semakin maju kini, penggunaan bahasa daerah dianggap kuno dan ketinggalan zaman (tidak mengikuti perkembangan zaman) yang membuat para generasi muda enggan untuk menggunakan bahasa daerahnya masing-masing. Oleh karena itu, fenomena ini dapat dikatakan miris. Mengalami fase hilangnya budaya berbahasa daerah, dapat menjadi sebuah langkah awal hilangnya bahasa daerah. Sehingga besar kemungkinan bahasa daerah tak akan dikenali oleh generasi bangsa dimasa depan.
Meskipun terdapat banyak sekali hambatan dan tantangan yang perlu kita lalui dalam membangkitkan kembali minat penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan masa kini, kita tentunya jangan mudah menyerah dan pasrah begitu saja. Perjuangan dan usaha yang kita lakukan ini merupakan sebuah wujud cinta kita terhadap tanah air. Dalam mengatasi krisis kepunahan bahasa daerah yang saat ini sedang terjadi, kita perlu memiliki prinsip yang dinamis, adaptif, regenerasi, dan merdeka berkreasi dalam menggunakan bahasa daerah masing-masing ujar Mendikbudristek.
Baca Juga: Keambiguitasan Pesan Teks dalam Teori Semiotik Roland Barthes
Secara terperincinya maksud dari prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: dinamis, yaitu berorientasi pada pengembangan bahasanya, bukan hanya sekedar melindungi, adaptif, yaitu mampu beradaptasi atau menyesuaikan dengan lingkungan baik di sekolah maupun lingkungan masyarakat, regenerasi, yaitu berfokus pada penutur muda khususnya pada anak tingkat sekolah dasar dan menengah yang berperan sebagai generasi penerus masa mendatang, dan merdeka berkreasi dalam penggunaan bahasanya.
Sebuah hal yang dianggap hampir punah yang kemudian berakhir musnah, merupakan suatu fenomena yang tak dapat terelakkan jika suatu perjuangan untuk mempertahankan dan melestarikan tidak dilakukan. Maka dari itu kita harus selalu memegang prinsip dalam mempertahankan budaya berbahasa daerah yang telah kita miliki. Supaya para generasi penerus bangsa di masa mendatang tahu dan tetap menggunakan bahasa daerah yang merupakan bahasa ibunya.
Penulis: Wiwit Sulistiyani
Editor: Auliya Nur Affifah
Baca Juga: Melihat Bagaimana Dominasi dan Dampak Bahasa Nasional terhadap Bahasa Daerah