Healing seringkali menjadi jalan utama bagi seseorang untuk jalan-jalan atau sekedar istirahat sejenak dari suntuknya tugas dan kegiatan yang padat. Tapi, tahukah kamu bahwa healing memiliki makna tersendiri di bidang psikologi? Healing sendiri diartikan sebagai pemulihan diri terhadap emosi secara psikologis. Pemulihan emosi ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti cemas berlebihan, stress, depresi, bahkan gangguan kesehatan mental lainnya. Di dalam ilmu psikolog ada beberapa tahapan untuk melakukan proses healing yang tepat, salah satunya dengan membaca.
Samuel McChord Crothers telah memperkenalkan istilah biblioterapi sejak Perang Dunia I sebagai upaya penyembuhan kesehatan mental melalui apresiasi karya sastra dan menulis, bagi para tentara Amerika. Kejadian tersebut juga terjadi serupa kepada veteran Skotlandia, John Mulligan. Nenden Lilis Aisyah, M. Pd., menyatakan bahwa, “Biblioterapi telah membantu banyak orang dalam menghadapi situasi tersulit di dalam hidupnya. Depresi, stress, dan kecemasan hingga niat untuk bunuh diri menjadi terkurung sebab ia dapat mencurahkan seluruh emosinya melalui tulisan dan buku bacaan”.
John Mulligan memulai kisahnya sejak ia bergabung sebagai tentara Skotlandia yang ditugaskan perang di Vietnam ketika umurnya baru menginjak sembilan belas tahun. Seluruh tragedi, jeritan menyakitkan, dan kematian orang-orang tak bersalah telah membawanya pada situasi terburuk di dalam hidupnya.
Sepulang ia dari Vietnam, kehidupannya berubah. Ia mengalami depresi akibat pengalamannya, hingga akhirnya ia bertemu dengan Maxim Gorky, seorang sastrawan yang juga melakukan praktek biblioterapi. Upaya Maxim lewat biblioterapi sangat membantu John, ia diminta untuk menuangkan seluruh emosi, perasaan, dan pengalamannya dalam bentuk tulisan. Hingga akhirnya seluruh tulisan-tulisan John dimuat dan dibukukan menjadi novel berjudul, “Shopping Cart Soldiers” (Keranjang Belanja Tentara).
Melalui kisah John Mulligan, akhirnya banyak psikolog dan ahli bahasa (linguis) yang meneliti, adakah relevansi antara ilmu psikolog dan sastra yang berdampak pada perubahan tingkah laku manusia dan interaksinya? Penelitian tersebut akhirnya dikaji oleh Wilhelm von Humboldt seorang ahli linguistik dari Jerman yang mengkaji mengenai hubungan bahasa dengan pikiran. Hasilnya ia menemukan fakta bahwa bahasa menentukan pandangan masyarakat penuturnya yang memiliki prinsip tersendiri.
Penelitian-penelitian tersebut dilakukan oleh ahli psikolog dan ahli linguistik sehingga muncul bidang ilmu Psikolinguistik. Mereka sadar bahwa bahasa dapat mempengaruhi pola pikir seseorang sehingga muncul pula gagasan mengenai biblioterapi yang dilakukan dengan membaca buku dan menulis.
Terapis biasanya akan memberikan pilihan buku bacaan yang sesuai dengan apa yang dialami oleh pasiennya, ketika ia membaca buku tersebut ada perasaan relate yang menyebabkan ia merasa kalau emosinya terwakili lewat cerita tersebut, sehingga muncul fenomena katarsis (proses pelepasan emosi dari permasalahan yang tidak disadari sampai masalah tersebut reda).
Hal tersebut dapat dijelaskan secara ilmiah lewat psikolinguistik. Otak kita terdiri atas jaringan-jaringan neuron yang saling memberi respon satu sama lainnya. Teori bahasa menurut Chomsky mengenai behaviours (perilaku), dimana proses berbahasa dikendalikan melalui faktor eksternal, yaitu melalui stimulus dari lingkungan. Di dalam biblioterapi kegiatan membaca buku merupakan stimulus (perangsang) sehingga orang yang membaca mendapatkan respon yang berhubungan dengan perubahan perilaku lewat apa yang dia baca.
Seringkali sehabis kita membaca, kita akan menemukan gagasan dan informasi baru yang dapat mengubah pola pikir, sehingga hal tersebut juga berpengaruh terhadap perilaku kita. Hal tersebut merupakan gambaran dari apa yang dimaksud oleh Chomsky dalam teori behaviorisme nya. Selain membaca, biblioterapi juga bisa diwujudkan dalam kegiatan menulis, sebab menulis bisa mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pengalaman. Nenden Lilis Aisyah, M. Pd., juga berkata “Sebab menulis itu adalah cara kita untuk berbicara tanpa terasa dihakimi dan diberi interupsi. Kertas itu lebih sabar daripada manusia, sebab ia mau menampung apapun tentang perasaan kita”.
Penulis: Icha Nur Octavianissa
Editor: Fitri Nurul
Baca Juga: Pulang: Tentang Kalangan yang Merangkak