Pertunjukan Debus di Tengah Demonstrasi: “Panggilan Darurat”

Saat ini tengah digemparkan peringatan darurat dengan garuda berlatar biru pada hari Rabu kemarin, rakyat Indonesia sontak melayangkan protes dimana-mana. Media sosial penuh dengan postingan propaganda sebagai bentuk protes dan penyadaran kepada masyarakat luas bahwa tanah air yang mereka cintai saat ini sedang dalam kondisi dan situasi yang tidak baik-baik saja. Tidak hanya melalui postingan di media sosial, rakyat Indonesia juga melakukan unjuk rasa di berbagai daerah. Salah satunya adalah di depan gedung DPRD Jawa Barat adanya kesenian pertunjukan debus dalam demonstrasi tersebut.

Pada Kamis (22/8), depan gedung DPRD Jawa Barat dipadati oleh ratusan massa dari berbagai lapisan elemen. Tidak memandang apapun. Tua atau muda. Perempuan atau laki-laki. Buruh atau mahasiswa. Orang tua atau anak-anak. Semuanya bersatu dengan tujuan yang sama yaitu protes terhadap kebijakan yang diubah dengan sewenang-wenang oleh pemerintah untuk kepentingan golongan tertentu.

Baca Juga: HUT 21 MK: Masih Independen dan Berintegritas?

AKSI KESENIAN PERTUNJUKAN DEBUS

Selanjutnya, unjuk rasa dimulai sejak siang hari. Massa bergantian melakukan orasi untuk menyuarakan keresahan dan kemarahan rakyat. Dalam unjuk rasa tersebut ada satu penampilan yang berbeda dan sangat menarik perhatian yaitu pertunjukan dari komunitas CCL (Celah-Celah Langit) Bandung. Mereka menyuarakan keresahan terhadap kondisi Indonesia hari ini dengan menampilkan kesenian pertunjukan debus.

Pertunjukan debus di tengah demonstrasi pada kamis (22/08/2024). (Foto: Literat/Desi Fitriani)

Pertunjukan debus sendiri adalah sebuah kesenian tradisional Indonesia yang berupa pertunjukan atraksi menegangkan. Pertunjukan debus yang dibawakan oleh komunitas CCL pada unjuk rasa tersebut merupakan jenis debus basah yaitu atraksi yang sampai membuat penampil terluka atau berdarah. Pertunjukan debus itu dilakukan oleh tiga orang dengan menggunakan media lampu neon atau media lampu TL. Diawali dengan menghidupkan dupa dan membaca doa-doa. Mereka memukul lampu itu di kepala agar pecah dan terbelah lalu kemudian mengunyah lampu tersebut sambil terus menyuarakan kemarahan yang mereka rasa. Tidak peduli dengan mulut dan dagu mereka yang terobek oleh pecahan kaca lampu.

SIMBOL DARI AKSI PERTUNJUKAN DEBUS

Aksi debus tersebut adalah simbol bahwa hal-hal yang mereka lakukan tidak akan menyakiti mereka. Kebijakan dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah pada hari inilah yang justru menyakiti diri mereka bukan sebagai buruh atau mahasiswa, tapi sebagai rakyat Indonesia. “Itu teh simbol bawah nu memang karariyeuh mah tidak menyakiti kawan-kawan, beda dengan peraturan anu dijieun mereun oleh pemerintah. Enya anu ngusik hate nurani.” Jelas Muhamad Mumuh Murtado, salah satu penampil pertunjukan debus. Beliau hanya seorang petani yang lebih banyak menghabiskan waktu di kebun. Sehingga, kebijakan yang pemerintah keluarkan justru membuatnya terpanggil untuk turun ke jalan dan melakukan aksi demonstrasi.

“Ya, mungkin kelihatan melukai diri sendiri. Da baheula kolot urang teh leuwih ti kitu. Jadi, enya urang kudu bisa leuwih paham leuwih ngarti. Apalagi masyarakat umum nanya ulah gampang terprovokasi. Enya ayeuna wayahna kawan-kawan media harus menyampaikan apa yang harus disampaikan, apalagi soal negara yang bobrok hari ini” lanjutnya.

Melalui pertunjukan debus tersebut Mumuh berharap orang orang semakin tersadar bahwa negara kita sedang ingin dikuasai oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab dan kita sedang dibodohi. Apa yang mereka lakukan sampai melukai diri mereka sendiri bukan apa-apa jika dibandingkan dengan yang terjadi di negara kita saat ini. Beliau juga berpesan kepada kawan-kawan media untuk terus menyampaikan kebenaran yang terjadi di negara kita saat ini.

Penulis: Desi Fitriani
Editor: Diana

Baca juga: Peringatan Darurat: Bandung Bersuara untuk Keadilan