Perpisahan itu benar-benar nyata dan menyedihkan. Tapi begitulah, memang. Pada akhirnya, segala yang berawal akan berakhir, seperti halnya yang terjadi di sini, di Kampung UKM ini. Beberapa waktu ke depan, bangunan-bangunan yang telah menjadi rumah kedua bagi tiap penghuninya itu akan roboh, atau lebih tepatnya dirobohkan. Kemudian yang tersisa hanyalah reruntuhan dan sebuah pertanyaan, apakah yang kelak tidak berumah masih dapat memulai hari?
Semua bermula pada Senin, 16 Desember 2024, ketika Universitas Pendidikan Indonesia melalui Direktorat Kemahasiswaannya menurunkan surat pemberitahuan mengenai rencana demolish seluruh bangunan di Kampung UKM, yang terdiri dari Sekretariat MAHACITA, KABUMI, Teater Lakon, KOMPOR, Dayung, Basket, dan ASAS.
Sebagai solusi, dalam surat itu tertulis UKM yang Sekretariatnya terkena demolish akan direlokasi ke tempat baru. Demikian pula yang dikatakan Bu Ance selaku utusan Dirmawa dalam audiensi awal yang berlangsung di Sekretariat MAHACITA. Beliau berpesan untuk tetap tenang dan berkemaslah saja dulu, sebab kampus tentu akan menyediakan ruang baru yang lebih tertata, tertib, dan teratur.
Seharusnya, sebagaimana yang tertulis dalam surat, proses pemindahan maksimal dilakukan pada hari Jumat, 20 Desember 2024. Tapi karena dirasa terlalu mepet dan saat itu bertepatan dengan masa-masa UAS, maka semua Ormawa yang bersekretariat di Kampung UKM serentak menyatakan keberatannya dan meminta pengunduran.
Akhirnya, permintaan itu disepakati oleh Dirmawa dalam audiensi yang digelar di Gedung PKM sehari kemudian. Pihak Dirmawa juga menyarankan untuk mengedepankan kewajiban akademik dahulu, dalam hal ini UAS. Terlepas dari itu, tidak bisa dipungkiri, mereka mengaku memiliki keterbatasannya tersendiri untuk dapat memfasilitasi semua kebutuhan Ormawa yang terdampak penggusuran, sehingga meminta kerja sama dari setiap pihak yang terlibat.
Namun hingga saat ini, setelah satu bulan berlalu, belum ada kejelasan lagi mengenai tempat baru bagi Ormawa-ormawa itu. Tentu ketidakjelasan semacam ini hanya akan menimbulkan kekhawatiran lain. Salah satu kekhawatiran itu adalah tidak adanya tempat pengganti yang memadai untuk keberlangsungan ruang bergiat organisasi, begitulah yang diutarakan Wildan Nurul Sani, Ketua Umum ASAS UPI.
Baca juga: Di Balik Pemisahan Hima Satrasia: Konflik Identitas Atau Peluang Baru?
Awal Mula Kampung UKM
Pada mulanya, sebelum menjadi Kampung UKM, tempat ini merupakan asrama mahasiswa Papua, – dan cerita terhenti begitu saja ketika deru mesin mengacaukan pembicaraan. Tak lama setelah deru mesin tadi berhenti, Andi, yang merupakan Ketua UKM KOMPOR, kembali melanjutkan cerita yang ia dapat dari seniornya itu.
“Berhubung telah dibangun asrama baru, mahasiswa-mahasiswa Papua secara serentak meninggalkan tempat ini. Sempat ada gap kekosongan pasca ditinggalkan, sehingga bangunan-bangunan di sini terbengkalai dan beberapa bagiannya hilang dicuri, seperti ubin, toren air, besi-besi, dll. Kemudian ketika satu per satu UKM datang ke tempat ini, mengisi dan hingga sekarang menjadikannya rumah, kekosongan itu hilang. Begitulah kurang lebih yang saya ketahui mengenai bagaimana awal mula Kampung UKM terbentuk.”
Kondisi Kampung UKM Saat Ini
Setelah sedikit menyambangi masa lalu, marilah kembali pada kenyataan saat ini. Kondisi Kampung UKM sekarang sebetulnya sudah sangat memprihatinkan. Atap yang bocor, pilar-pilar rapuh, hingga toilet mampet merupakan persoalan-persoalan yang mesti diamini adanya.
“Bagian yang telah rapuh itu, jika dibiarkan, tentu akan sangat membahayakan. Terutama bagaimana jika sewaktu-waktu roboh dan menimpa orang yang lewat di bawahnya,” ujar Andi.
Selain itu, penumpukan sampah di beberapa sudut sebagai imbas dari pengelolaan yang tidak baik seolah menjadi PR menahun. Bahkan terkadang penumpukan sampah itu dibiarkan hingga membusuk dalam jangka waktu yang lama, berminggu-minggu, sampai berbulan-bulan.
Sultan, selaku Dewan Pengurus MAHACITA, berpendapat bahwa seharusnya persoalan sampah di Kampung UKM ini menjadi tanggung jawab bersama antara Ormawa dan pihak kampus. “Sudah seyogyanya pihak kampus memberikan apa yang sudah diajukan. Tapi pada kenyataannya, sinergi itu belum terjalin dengan baik.”
Kemudian selain pemeliharaan fasilitas dan pengelolaan sampah, masalah keamanan pun sama buruknya. Beberapa Ormawa yang berada di Kampung UKM ini pernah mengalami pencurian dengan kerugian yang besar. MAHACITA, misalnya, kehilangan beberapa alat panjat tebing dan alat susur goa senilai 36 juta. Begitu pun KOMPOR, kehilangan laptop dan beberapa pasang sepatu. Lalu yang terbaru, nasib buruk harus diterima ASAS yang kehilangan handphone dan laptop.
Momen-Momen yang Kelak Akan Dirindukan
Begitu banyak kenangan baik tercipta di tempat ini. Kenangan yang akan selalu terekam di tiap ingatan para penghuninya. Demikian juga yang dirasakan Wulan Saskia, Kabiro Gamelan KABUMI, ketika mengenang kembali salah satu momen paling menyenangkan yang dialaminya di sini, yaitu pada malam perayaan Agustusan.
“Yang pastinya seru karena di situ aku bisa berbaur sama temen-temen UKM lain yang sebelumnya gak pernah ngobrol. Menyenangkan banget bisa nikmatin hari itu sambil masak dan makan bareng pake alas daun pisang. Kerasa banget kebersamaannya. Tapi kalau nanti kampung UKM udah gak ada, gak kebayang sih. Pastinya sedih.”
Perpisahan yang direncanakan nyatanya lebih menyakitkan. Benar-benar menyakitkan. Cepat atau lambat, penggusuran itu akan tiba juga, dan sejarah panjang Kampung UKM sampailah di halaman akhir. Maka dari itu, bersiaplah mengucapkan selamat tinggal.
Baca juga: Tips Menghadapi UAS Ala Mahasiswa Sastra
Penulis : Alwan Abdulhadi
Editor : Suci Maharani