HIMA PENSATRADA NYANGGAKEUN PERGELARAN LONGSER “CUKANG” KARYA DADAN SUTISNA

Senin (12/04), Teater Sambada menampilkan pergelaran longser yang berjudul “Cukang” karya Dadan Sutisna pukul 15.30 WIB secara live di akun YouTube Hima Pensatrada. Pertunjukan ini berlangsung selama satu jam lebih dengan seratus penonton lebih. Sambada merupakan komunitas yang menjadi bagian dari Hima Pensatrada dan berfokus pada pertunjukan teater.

Sudah menjadi tradisi Sambada yang selalu mengadakan kegiatan pergelaran longser untuk memperkenalkan organisasi Sambada dan merekrut anggota baru. Hal ini dijelaskan oleh Ketua Sambada dalam wawancaranya, “Tahun kemarin, pergelaran longser tidak bisa dilaksanakan karena pandemi baru masuk dan kegiatan kampus benar-benar dihentikan, sebagai gantinya tahun ini akhirnya dapat terlaksana.”

“Selain alasan bahwa beberapa anggota Sambada yang sudah lama tidak berproses, kami pun membuka open casting untuk mengenalkan lagi Sambada kepada anak-anak yang tidak termasuk anggota Sambada,” lanjutnya menjelaskan latar belakang kegiatan tersebut.

Pergelaran ini disutradarai oleh Babon, dan juga staff yang lain, yaitu Maulana Nur (Stage Manager), Rafli Aziz (Setting), Miftah dan Rudi (Lighting), Finzha dan Rendy (Kameraman), An’nur R. (Editor), Ryan dan Mulyati (Dekorasi), Bagus (Penata Musik), Elma, Nenden, Alinda, dan Saepul (Penari), dan Ilham Rp., Annisa R., Kurniawan D. Erik R., Imam M. (Pemusik). Tak luput, para aktor yang bermain karakter dalam Longser ini ialah Iid, Deki, Meli, Udin, Ervan, Aulia, Yoga, Rizal, Rafiky, dan Nugi.

Berbeda dengan pertunjukan teater biasanya, konsep panggung yang merakyat dengan para aktor yang beradu peran di depan pemain musik dan penari, serta di belakang pemusik telah disediakan lighting layaknya lampu jalan. Hal itu merupakan usaha tim untuk menyuguhkan suasana pergelaran longser yang biasanya dipertunjukkan di jalanan, alun-alun, atau ruang publik lainnya.

Longser merupakan salah satu jenis teater rakyat Sunda yang hidup di Priangan, Jawa Barat terutama Bandung. Teater ini biasanya dipentaskan di tengah-tengah penonton. Pergelaran ini pun selalu didampingi oleh nagaya (penabuh musik), pemain, bodor (pelawak), dan ronggeng (penari) yang sekaligus menjadi penyanyi untuk menjadi daya tarik pertunjukan ini. Seperti yang diungkapkan Rafiky selaku Ketua Sambada, “Kami memilih longser karena longser merupakan teater tradisional dari tanah Sunda.”

Alasan naskah drama “Cukang” dipilih oleh tim Sambada, “Menurut sutradara, ia ingin membawakan salah satu naskah serius yang kemudian dijadikan komedi, tetapi tidak menghilangkan hal-hal yang ingin disampaikannya.”

Dalam bahasa Indonesia, kata “Cukang” berarti “Jembatan”. Naskah Cukang ini secara singkat menceritakan kondisi manusia yang sedang dikumpulkan di padang mashar dan tidak lagi menyebut-nyebut dunia, bahkan harta, tahta, dan segala perhiasan dunia tidak lagi berharga.

“Cukang sendiri artinya jembatan, dari perspektif saya dan beberapa anak yang ikut garapan cukang itu diartikan sebagai jembatan menuju kehidupan selanjutnya. Cukang sendiri menceritakan tentang kiamat. Beberapa isu yang diangkat dalam naskah ini pun, ada walikota yang korup, ustaz yang korup dana pembangunan masjid, suami-istri yang tidak akan memiliki tujuan yang sama di akhirat, kisah psk yang memberi minum kepada anjing, dan orang-orang yang mementingkan diri sendiri ketika kiamat.” jelas Rafiky.

Adapun pesan yang ingin disampaikan Rafiky terkait naskah “Cukang” tersebut ialah pengingat akan kehidupan setelah kematian.

“Kalau dari saya, agar penonton mengingat adanya kehidupan selanjutnya setelah kehidupan ini, makanya kita menyiarkan secara daring di YouTube pas munggahan, memilih waktu tersebut pun agar penonton benar-benar menjaga puasanya.” tutup Rafiky.

Meskipun setting tempat sesungguhnya di dalam ruangan yang tak begitu besar, penempatan para pemain musik di belakang tidak terhalangi oleh para aktor yang sedang beradu peran di depan mereka. Sambada berusaha menampilkan seluruh komponen pertunjukan dalam satu frame kamera.

Dialog-dialog yang menginput kisah-kisah duniawi yang merupakan kritik sosial pun tidak hilang esensinya meski dibumbui dengan selingan komedi yang langsung mendapatkan tawa dari para pemain musik dan MC. Para aktor pun mampu menampilkan karakter masing-masing dengan pembawaan identitas yang berbeda dan memperlihatkan keragaman logat Sunda dalam menyampaikan garis dialognya. Dalam penataan lampu pun, warna lampu berubah seiring meningkatnya intesitas ketegangan konflik dalam alur pertunjukan longser ini. Meskipun demikian, terdapat beberapa kendala yang terlihat, salah satunya kamera yang tiba-tiba mati walaupun hanya sedetik.

Baca juga: PT. UPI EDUN INDONESIA, PEMAPARAN RENCANA KERJA DAN RESPON MAHASISWA TERHADAPNYA