Yang Luput Dari Makna “Universitas”

Read: “Conflict Of Faculties” Immanuel Kant. Sayangnya belum ada yg menerjemahkan buku cadas ini ke bahasa Indonesia. Isinya tentang sejarah Universitas. Kenapa harus ada Universitas, kenapa harus fakultas? Dan yang paling menarik dari Kant adalah ada 2 macem fakultas, yang tentu dimiliki harus setiap negara, dan yang menjamin otoritasinya “kesehatan, hukum dan teologi” dan yang satu lagi adalah “filsafat”. “kesehatan, hukum dan teologi” itu bakal tetap. Tidak terlalu banyak bertambah, tapi lain hal dengan filsafat, terus beranak, terus beranak. Sampai ke masa sekarang di mana menjadi pertanyaan “jurusan filsafat, mau jadi apa?” atau yang lebih elementer, “belajar filsafat, mau dapet apa?”.

Filsafat adalah background dari setiap pemikiran, yang sadar atau tidak kita pun menganut salah satunya. Kemudian filsafat diterjemahkan kembali menjadi yang lebih prinsipil, yang lebih praktikal. Sayangnya semua yang berawal darinya kemudian melupakan dirinya, mengasingkannya dan mempertanyakannya. Di tengah-tengah zaman yang sudah praktikal begini, yang mekanis, yang sistemik, kita dihadapkan dengan berbagai kemungkinan dan pertanyaan: Apakah filsafat masih dibutuhkan untuk dipikirkan saat ini? Atau semuanya sudah ajeg dan baik-baik saja? Jadi tinggal dijalani saja, dan kita lihat beberapa langkah taktis kedepan, apakah begitu? Nah, ini pula yang saya singgung di awal tadi, “kita adalah penganut salah satu pemikiran tanpa kita sadari”

Dalam buku tersebut disebutkan otoritasi negara harus didukung dengan ilmu pengetahuan, dan harus dikontrol. Jadi yang “kesehatan, hukum dan teologi” itu disebut sebagai higher faculty dan yang “filsafat” disebut sebagai lower faculty. Higher Faculty berfungsi sebagai unsur utama dalam sebuah keutuhan negara. Menurut Kant unsur2nya yaitu berupa penjaminan kehidupan paling dasar: Kesehatan, lalu penjaga otoritasi negara: hukum, dan teologi: sebagai pengatur lalu lintas agama yang dalam poin2 tertentu akan mendukung juga otoritasi negara.

Sedangkan Lower Faculty berurusan banyaknya dengan kemanusiaan (bukan kemanusiaan yang itu ya) a.k.a yang paling berhubungan dengan ilmu pengetahuan, yaitu filsafat. Turunan-turunannya ialah; (aduh gue lupa lagi) sastra, kimia, fisika, sejarah, sisanya gue lupa. Nah, lower faculty ini berfungsi sebagai pengembangan ilmu pengetahuan, di mana permasalahan2 manusia (objeknya dari fenomena manusia) kemudian diteliti dan dicari solusinya dalam bidang keilmuan masing2 di lower faculty.

Perbedaan mencoloknya ada di akses atau siapa sih “anak mas nya” pemerintah. Jelas itu ada di higher faculty. Sedang lower faculty gaspol dengan cabang ilmunya masing2, dia diawasi dan tentu di bawah otoritasi negara, yang sesekali kalau agak-agak belok dari jalur negara, maka bakal dipentungin sampe dia balik ke jalan negara.

Ini kemudian Derrida kritik dalam esainya yang merupakan counter dari konsep Kant. Derrida bilang bahwa konsep Kant ini rapuh, atau dalam kata lain tidak membebaskan filsafat sebagai filsafat yang sebetulnya tidak bisa terkungkung oleh otoritasi manapun. Di mana posisi fakultas filsafat (dia gak mau nyebut lower faculty) itu seharusnya bebas dari kekangan apapun, siapapun, termasuk negara. Dia harus pure mempermasalahkan masalah manusia tanpa harus ada otoritasi di dalamnya.

Sedangkan argumen Derrida ini sendiri sudah ada counternya dalam Kant, yang menyebutkan bahwa Lower Faculty di bawah otoritasi negara itu sengaja agar masalah yang dibahas filsafat tetap punya bargaining power di mata negara. Jika tidak di bawah otoritasi negara, tentulah negara tidak akan menganggap posisi filsafat sebagai penyelesai masalah manusia.

Kedua pemikiran ini yang memang secara rentang waktu terpisah jauh, tapi sangat menggambarkan apa yang terjadi kemudian.

Seperti yang sudah dituliskan barusan, filsafat = background yang kemudian dibuat praktikal2nya oleh manusia. Filsafat terus berkembang dan berkembang, di mana artinya pada praktiknya juga terus berkembang dan berkembang. Sampai di titik di mana kita mempertanyakan, “di mana jurusan filsafat akan bertuan nantinya?”. Atau yang mesti kita renungkan adalah, jika mulanya bahasa dan sastra adalah bagian filsafat, apa yang sudah kita lakukan untuk kemajuan peradaban kita?

2019