Perayaan Kemerdekaan: Mempertanyakan Kembali Esensi Perlombaan di Hari Kemerdekaan

Setiap tahun, perayaan Hari Kemerdekaan telah menjadi momen penting bagi bangsa Indonesia untuk merayakan kemerdekaan dan semangat persatuan. Salah satu bagian yang tidak pernah terpisahkan dari perayaan tersebut adalah perlombaan. Perlombaan dalam perayaan 17 Agustus sering merujuk pada berbagai jenis kompetisi atau kontes yang dilakukan untuk merayakan kemerdekaan. Berbagai lomba seperti lomba makan kerupuk, tarik tambang, balap kelereng, dan panjat pinang yang mengandung sejarah.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul pertanyaan-pertanyaan yang mempertanyakan esensi dari perlombaan 17 Agustus. Apakah lomba-lomba tersebut dapat meningkatkan jiwa cinta tanah air?

Abdul Aziz, M.Pd., selaku dosen Pendidikan Kewarganegaraan mengemukakan pendapatnya terkait esensi dari perlombaan 17 Agustus,

“Perlombaan 17 Agustus tidak mencerminkan jiwa tanah air sebetulnya, tetapi semangat dari perlombaan itu paling tidak mengingatkan orang-orang yang terlibat dalam perlombaan tersebut bahwa Indonesia ini pernah di dalam masa penjajahan dan sudah merdeka. Tetapi jika ditanyakan bentuk cinta tanah air? Saya kira itu bisa dijadikan salah satu alternatif pembentukan bisa melewati lomba 17 Agustus dan dapat menjadi media cinta tanah air.”

Menurutnya, meski tak sepenuhnya mencerminkan jiwa tanah air, akan tetapi hal ini tetap membawa semangat yang mengingatkan bahwa Indonesia pernah dijajah dan merdeka. Lomba yang dirayakan pada Hari Kemerdekaan juga bisa menjadi alternatif untuk mengajarkan nilai-nilai sejarah, penghargaan terhadap budaya, serta semangat persatuan.

Tak dapat dipungkiri, bahwa perlombaan tradisional merupakan warisan budaya berharga yang perlu dilestarikan. Contohnya lomba Panjat Pinang yang sudah menjadi ikon pada perlombaan 17 Agustus. Di balik semaraknya lomba Panjat Pinang, lomba tersebut memiliki sejarah yang cukup menyedihkan di masa penjajahan Belanda.

Baca juga: Menjadi Viral yang Menyebalkan Direspon Lewat Video Musik “Fuss” 

Menurut Alwidya Syah, ketua Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan (UKSK), panjat pinang awalnya diadakan untuk merayakan Hari Ratu pada 31 Agustus 1930. Hal ini dilakukan sebagai peringatan lahirnya ratu Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange-Nassau. Di mana para pribumi harus bekerja keras bersama untuk mencapai hadiah di puncak pinang, sementara orang-orang Belanda menyaksikannya sambil tertawa.

Di balik sorak-sorai dan tawa orang-orang Belanda yang menyaksikan para pribumi, lomba ini mengandung sejarah yang mengingatkan akan masa penjajahan yang pernah terjadi.

Meskipun perlombaan 17 Agustus mungkin tidak secara sempurna menggambarkan rasa cinta tanah air, tradisi ini tetap memberikan semangat dan pengingat atas perjalanan panjang menuju kemerdekaan. Serta sebagai pengingat jasa para pahlawan yang berjuang hingga titik darah penghabisan untuk meraih kemerdekaan.

Demikian esensi dari perlombaan 17 Agustus yang perlu dihayati sebagai simbol perjuangan yang mengilhami cinta mendalam terhadap tanah air. Melalui berbagai lomba 17 Agustus, masyarakat diharapkan dapat terus menjaga api semangat nasionalisme berkobar dan menghormati jasa-jasa para pahlawan yang telah berkorban. Merayakan 17 Agustus bukan hanya sebagai ritual perayaan tahunan, tetapi juga sebagai pengingat akan nilai-nilai luhur yang membentuk karakter bangsa. Diharapkan semangat cinta tanah air terus mekar dalam setiap generasi, menginspirasi langkah-langkah ke depan menuju masa depan yang lebih baik.

Penulis: Dalilah Syifa 
Editor: Shanti Anggraeni

Baca juga: Lautan Karnaval HUT RI 78 Lembang : dari Singa Depok hingga Miniatur Garuda