Hari Pustakawan Nasional

Merayakan Hari Pustakawan: Jelajahi Kembali Rak-Rak Buku

Ada tempat di mana kamu tidak perlu menjadi siapa pun. Tempat di mana suara sunyi justru terasa akrab, dan aroma kertas tua perlahan membentuk duniamu sendiri. Di tengah hiruk-pikuk dunia yang tak pernah berhenti bergerak, tempat ini menjadi ruang jeda—ruang yang tak banyak bicara, tapi selalu mampu memelukmu diam-diam. Bagi sebagian orang, tempat berharga itu adalah perpustakaan. 

Tak hanya ruangnya, perpustakaan juga hidup karena orang-orang yang menjaganya. Para pustakawan—dengan kesabaran dan ketekunannya—menjadi penjaga sunyi yang memastikan setiap buku bisa sampai ke tangan yang membutuhkan. Hari ini, tepatnya pada tanggal 7 Juli, diperingati sebagai Hari Pustakawan Nasional. Sebuah peringatan sederhana untuk menghargai mereka yang tak pernah lelah menjaga sunyi tetap bermakna. 

Perpustakaan masa kini sudah banyak berubah. Dikutip dari rumahbacakomunitas.org, perpustakaan bukan lagi sekadar gedung penyimpan buku atau tempat eksklusif, melainkan telah menjadi sarana wajib proses kehidupan masyarakat di perkotaan maupun desa. Perpustakaan bahkan telah menjadi fasilitas wajib di kafe, perkantoran, dan berbagai sarana publik. Namun, di balik itu semua, ada peran pustakawan yang memastikan ruang tersebut tetap terawat, relevan, dan bermakna. Di Hari Pustakawan ini, mereka layak kita ingat. Mereka bukan sekadar petugas peminjaman, tapi pemandu arah di tengah hutan pengetahuan. Tanpa mereka, perpustakaan hanyalah ruangan kosong yang penuh debu.

Kenapa Hari Pustakawan Penting untuk Diingat? 

Pustakawan mungkin jarang disorot, tapi merekalah yang menjaga hidupnya perpustakaan—dengan sabar menata rak, merawat koleksi, dan memandu setiap pembaca yang datang dengan segan atau penuh ingin tahu. Di balik kesunyian itu, mereka membantu membentuk pikiran, menemani pencarian makna, bahkan ikut menyalakan kembali semangat belajar yang nyaris padam. Seperti Mastini Hardjoprakoso, Lily Koeshartini Somadikarta, dan J.N.B. Tairas, yang mana mereka merupakan jajaran pustakawan Indonesia yang dikenal atas kontribusi mereka dalam pendirian, pengembangan sistem, dan pendidikan ilmu perpustakaan di Indonesia. 

Hari Pustakawan penting bukan hanya untuk menghargai profesinya, tapi juga untuk mengingat bahwa kehadiran mereka telah menjadi bagian dari perjalanan banyak orang. Pustakawanlah yang membantu anak-anak mengenal huruf lewat buku bacaan pertama mereka. Mereka pula yang menemani mahasiswa mencari referensi skripsi, atau seseorang yang sedang patah hati menemukan pelarian lewat novel yang tak sengaja dipilih. Dalam diamnya, pustakawan hadir untuk menjaga, membantu, dan menemani.

Baca Juga: Sering Disepelekan, Tanpa Seorang Pustakawan Kita Sesat di Jalan

Menjadi Pustakawan di Era yang Serba Cepat  

Di tengah dunia yang serba instan, menjadi pustakawan bukan lagi soal menjaga buku di balik meja kayu. Mereka dituntut untuk terus beradaptasi—dengan teknologi, dengan perubahan cara orang belajar, hingga dengan ruang baca yang kini meluas ke layar ponsel dan tablet.

Tantangan pustakawan hari ini bukan hanya soal koleksi yang harus terus diperbarui, tapi juga bagaimana membuat perpustakaan tetap menarik, relevan, dan terasa dekat. Mereka harus menguasai sistem digital, menjadi fasilitator literasi, bahkan terkadang ikut terlibat sebagai penggerak kegiatan komunitas.

Lewat wadah seperti Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI), para pustakawan saling berbagi pengetahuan, memperkuat jejaring, dan terus mengembangkan peran mereka di tengah perubahan zaman. IPI menjadi ruang kolaborasi yang mendukung pustakawan tak hanya sebagai penjaga buku, tetapi juga sebagai agen literasi dan transformasi sosial.

Mengapresiasi mereka tidak harus dengan selebrasi besar. Cukup dimulai dari hal kecil, seperti mengucapkan terima kasih, menghargai kerja mereka di balik meja, atau sekadar datang ke perpustakaan dan membuat ruang itu hidup kembali. Karena kadang, kehadiran kita adalah bentuk penghargaan paling nyata.

Sudut-Sudut Tenang di Bandung: Perpustakaan yang Layak Kamu Kunjungi

Untuk merayakan peringatan Hari Pustakawan, inilah momen yang pas untuk kembali mengunjungi perpustakaan. Sekadar duduk tenang, membaca satu-dua halaman, atau sekadar menghargai ruang yang pernah memberi banyak arti. Jika kamu tinggal di Bandung atau sedang berkunjung ke kota ini, ada beberapa perpustakaan yang bisa jadi tempat pelarian kecil dari hiruk-pikuk. Mereka menawarkan lebih dari sekadar koleksi buku—ada ruang untuk belajar, berpikir, dan bernapas perlahan di tengah hari yang sibuk.

Salah satu yang paling ikonik adalah Microlibrary Alun-Alun Bandung. Terletak di sisi timur lapangan alun-alun, bangunan mungil ini menyajikan pemandangan langsung ke Masjid Raya. Meski tidak besar, ruangannya tertata rapi: ada area anak, dewasa, hingga ruang serbaguna. 

Kalau kamu lebih suka suasana yang modern dan cozy, Bandung Creative Hub bisa jadi pilihan. Perpustakaannya nyaman, dengan interior yang instagramable dan fasilitas lengkap cocok untuk mengerjakan tugas, kerja, atau cari inspirasi. Ingin suasana yang lebih hangat dan personal? Little Wings Library di kawasan Dago bisa kamu sambangi. Ini adalah perpustakaan komunitas yang dibangun dengan semangat berbagi literasi. Selain itu, untuk kamu yang suka nuansa sejarah, Perpustakaan Gedung Indonesia Menggugat bisa jadi destinasi menarik. Terletak di gedung bersejarah, perpustakaan ini menyimpan koleksi buku tentang perjuangan kemerdekaan, sosial-politik, dan sejarah Indonesia. Membaca di sini rasanya seperti berjalan berdampingan dengan masa lalu.   

Menghidupkan kembali perpustakaan tidak selalu tentang gerakan besar. Penuhi buku daftar kunjungan untuk membangun ulang dunia kita—satu halaman demi halaman. Karena perpustakaan tidak akan pernah mati sepenuhnya. Ia hanya butuh satu hal: kehadiran. 

Penulis: Suci Maharani
Editor: Auliya Nur Affifah

Baca Juga: Hari Buku Nasional: Menengok Peran Buku di Era Media Sosial