Teman-teman literat sudah pernahkah menemukan kata bjir saat memainkan media sosial? Atau mungkin kamu salah satu penuturnya? Tetapi, apa kamu tahu arti dari kata bjir?
Belakangan ini, bjir banyak digunakan para pengguna media sosial, bahkan diujarkan langsung dalam percakapan sehari-hari. Platform seperti Twitter/X dan TikTok menjadi saksi merebaknya kata ini. Seiring dengan digaungkannya kata bjir di beberapa tempat, ternyata asal-usul dari kata ini masih belum diketahui banyak orang.
Mulanya, kata bjir dianggap sebagai hasil dari kesalahan penulisan njir. Ketidaksengajaan atau typo ini diduga karena letak huruf B dan N yang bersebelahan dalam keyboard QWERTY. Sementara itu, kata njir berakar dari kata anjir yang merupakan modifikasi dari kata anjing.
Namun, salah satu komen di sebuah akun TikTok mengatakan bahwa bjir adalah singkatan dari buset anjir. Terlepas dari perdebatan itu, intinya, fenomena bjir disebabkan oleh perkembangan kata umpatan anjing.
Tapi mengapa harus anjing? Bukankah ia adalah hewan yang cerdas dan setia?
Sayangnya, kelompok masyarakat selalu mempunyai binatang yang diberi cap positif dan negatif. Hal ini biasanya berhubungan langsung dengan sistem kepercayaan maupun ideologi masyarakat itu sendiri. Sebagai contoh, di China dan Korea, babi dianggap sebagai hewan pembawa keberuntungan.
Akan tetapi, di Indonesia, babi diberi konotasi negatif dengan doktrin agama. Maka dari itu terbentuklah peyorasi, yaitu perubahan makna yang sebelumnya netral menjadi negatif. Hal itulah yang terjadi pada anjing sehingga muncul umpatan-umpatan lengkap dengan berbagai modifikasinya yang terus berkembang hingga saat ini.
Baca Juga: Tradisi Kerik Gigi dalam Masyarakat Suku Mentawai
Dari banyaknya variasi yang ada, seperti anjir, anjrit, anjis, anjay (mungkin masih banyak lagi), masing-masing bentuk memiliki makna yang berbeda ketika berada dalam konteks yang berbeda pula. Beberapa rekan yang saya tanyai mengaku menggunakan anjir atau njir dalam kalimat untuk mewakili bentuk kekesalan, kekecewaan hingga keterkejutan atau shock.
Contoh penggunaan kata ini, misalnya, “Yang bener, anjir?!”. Kalimat ini menjadi multikonteks, sebab konteks yang berbeda dapat menggunakan kalimat tersebut juga. Selain itu, ujaran tersebut dapat mewakili perasaan kesal kepada lawan bicara atau mungkin bentuk reaksi kaget terhadap sebuah informasi.
Selanjutnya ada kata anjay. Anjay merupakan variasi bentuk turunan kata anjing. Namun, berdasarkan pengamatan saya, kata ini cenderung dipakai sebagai ungkapan kagum, takjub, dan bangga. Misalnya, “Anjay, keren banget!”, “Anjay, lu gila sih!” atau hanya sekadar “Anjaaay”. Nah, dapat terlihat, bukan? Kata anjay seolah-olah berorientasi pada konteks yang lebih positif.
Lalu bagaimana dengan tren baru sekarang, bjir?
Dari yang telah saya amati di berbagai platform media sosial, kemunculan kata bjir cenderung bersifat multitafsir. Maksudnya, bentuk variasi yang satu ini akan memiliki banyak makna sesuai dengan kalimatnya. Kata bjir dapat digunakan sebagai ungkapan perasaan, seperti sedih, kesal, marah, kecewa, terkejut, hingga kagum.
Namun sejatinya, positif-negatifnya makna sebuah kata bergantung pada pikiran dan tujuan penggunaannya. Makna juga ditentukan dari: di mana, kapan, dan dalam situasi apa kata tersebut digunakan.
Fenomena bjir ini ada penjelasannya juga dari sudut pandang bahasa, lho. “Ada yang namanya bahasa makian dalam sosiolinguistik atau bisa pula dikaitkan dengan gaya bahasa atau majas, kata seru juga bisa,” jelas Dr. Mochamad Whilky Rizkyanfi, salah satu dosen di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UPI.
Menurut beliau, bjir, anjing, anjir, anjay dan bentuk sejenisnya merupakan bentuk majas atau gaya bahasa. Kata-kata tersebut pun dapat dianggap sebagai interjeksi atau kata seru yang digunakan penutur saat perasaan hatinya diungkap.
Penulis: Sri Fatma Hidayah
Editor: Laksita Gati Widadi
Baca Juga: Strategi Menjadikan Buah Semangka Sebagai Simbol Dukungan Pada Palestina di Media Sosial