Suku Mentawai merupakan sebuah kelompok etnis yang mendiami Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat. Mereka telah menjaga warisan budaya leluhurnya secara turun-temurun dengan gigih. Salah satu tradisi yang khas dalam Masyarakat Mentawai adalah praktik kerik gigi.
Tradisi kerik gigi ini dilakukan oleh perempuan yang dianggap sudah memasuki masa dewasa. Tradisi ini memiliki makna mendalam dan mengandung unsur-unsur semiotik yang dapat diuraikan dengan menggunakan teori semiotik milik Charles S. Peirce.
Charles S. Peirce, seorang filsuf Amerika, mengembangkan teori semiotik yang membagi tanda menjadi tiga kategori utama: tanda ikonik, tanda indeksikal, dan tanda simbolik. Ia juga memperkenalkan konsep semiotik triadik yang terdiri dari representamen, objek, dan interpretan. Dengan kerangka teoritis ini, kita dapat menjelajahi makna dan signifikasi tradisi kerik gigi dalam masyarakat suku Mentawai.
Praktik kerik gigi dapat dipandang sebagai tanda ikonik karena secara fisik merepresentasikan objek yang sebenarnya, yaitu gigi yang diukir. Gigi yang diukir menjadi simbol identitas dan status sosial dalam masyarakat Mentawai.
Baca juga : Menjadi Bahasa Resmi ke-10 di UNESCO: Apa Konsekuensinya?
Ukiran pada gigi mencerminkan keahlian seni dan keterampilan tangan yang diwariskan antargenerasi. Selain itu, bentuk dan motif yang diukir pada gigi juga dapat menggambarkan keterkaitan dengan alam dan mitologi suku Mentawai.
Hubungan aspek indeksikal tradisi kerik gigi dapat dilihat dengan status sosial, kedewasaan, dan peran dalam masyarakat. Gigi yang diukir tidak hanya menjadi penanda identitas individu, tetapi juga menunjukkan tahap perkembangan dalam kehidupan seseorang.
Proses pengerjaan kerik gigi seringkali melibatkan ritual dan upacara serta menciptakan hubungan indeksikal antara tanda dengan peristiwa kehidupan. Oleh karena itu, setiap gigi yang diukir tidak hanya menjadi objek seni tetapi juga indeks kehidupan seorang individu dalam masyarakat suku Mentawai.
Melalui teori semiotik Peirce, tradisi kerik gigi dapat diartikan sebagai tanda simbolik yang mengandung makna karena telah diberikan masyarakat Mentawai. Masyarakat Mentawai meyakini bahwa tradisi mengerik gigi merupakan simbol kecantikan bagi perempuan. Simbol-simbol yang diukir pada gigi dapat mewakili nilai-nilai, kepercayaan, atau mitologi suku Mentawai.
Selain itu, tanda simbolik ini juga dapat menjadi sarana komunikasi simbolik antaranggota masyarakat. Gigi yang diukir dapat menjadi bahasa visual yang menyampaikan pesan tentang identitas, keterampilan, dan pengalaman hidup.
Praktik ini bukan hanya sekadar seni ukir gigi, tetapi juga simbol kompleks yang mencerminkan identitas, status sosial, dan nilai-nilai budaya. Analisis semiotik dapat membuka jendela kekayaan budaya suku Mentawai, sehingga memungkinkan kita untuk melihat tradisi ini sebagai bahasa visual yang memainkan peran penting dalam konstruksi makna masyarakat mereka.
Penulis: Salsa Agni Zenilla
Editor: Laksita Gati Widadi