Diskusi bersama Ayah—sapaan akrab Pidi Baiq—dalam acara talkshow bertajuk Kumpul kreatif: How to Write a Film yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UPI Bandung (16/03/24), dibuka oleh kedua moderator dengan menanyakan kabar Ayah. Tentu, telah menjadi pesona umum dari sosok Pidi Baiq, ia menjawab, “Belum ada kabar,” kelakarnya.
Pesonanya yang nyeleneh tersebut, seakan menjadi daya tarik bagi peserta selama sesi diskusi berlangsung. Ayah selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari moderator dan peserta dengan perumpamaan yang unik. Misal, saat moderator bertanya cara Ayah mengemas novel Dilan agar menjadi sesuatu yang menarik dan tidak alay saat sedang gombal.
Kemudian, Ayah menjawab, “Sama seperti kalo yang azannya saya, mungkin terasa lebih khidmat, kalo azannya Bobby (teman Ayah yang tinggal di Ciwastra), ya, jadi begitu. Gimana orangnya, sih, ya,” ucapnya yang membuat seluruh peserta tertawa di virtual Zoom (16/03).
Setelah itu, Ayah juga berbagi pengalamannya ketika sedang menulis. Baginya, menulis merupakan pengalaman mendengar keresahan pribadi dan bukan untuk menyampaikan keresahannya kepada orang lain. Dari cara berpikir seperti ini, Ayah merasa tidak ada tekanan ketika sedang menulis, sehingga selama proses menulis dapat mengalir saja.
Sama halnya saat Ayah sedang menulis Dilan, tak ada keinginan dirinya untuk merangkai kalimat yang ada dalam cerita tersebut menjadi terasa romantis atau penuh dengan quotes. “Saya tidak bermaksud bikin quotes juga. Seperti berhubungan seks, nikmatin aja. Kalau nanti menjadi quotes, ya, tidak disengaja. Tau-tau saya lulus ITB, gak disengaja. Hanya solat yang disengaja mah,” jelas Ayah terkait proses menulis.
Ayah juga menceritakan awal dirinya termotivasi menulis setelah ia membaca beberapa karya sastra, seperti karya-karya dari Sutan Takdir A., Iwan Simatupang, Chairil, dan Rendra. Ia mulai meniru gaya kepenulisan para maestro sastra dalam tulisannya tersebut.
Namun, lambat laun dirinya tidak dapat mengikuti para maestro tersebut, sehingga Ayah mencari gayanya sendiri, misalnya dalam larik kamu seperti matematika, aku adalah biologi. Pada akhirnya, ia lebih nyaman terhadap gayanya yang kita kenal saat ini.
Ayah menambahkan bahwa puisi-puisi para maestro sastra sebelumnya memang bagus. Akan tetapi, hari ini menjadi milik kita. Ia berandai apabila Chairil Anwar hidup di zaman saat ini, Chairil pasti akan menemukan gaya kepenulisan baru dan berbeda dari terdahulunya. “Makanya saya suka menyindir, semisal Aku karya Chairil Anwar. Lalu saya ubah, Aku karya Allah.”
Baca juga: Keambiguitasan Pesan Teks dalam Teori Semiotik Roland Barthes
Acara “Kumpul kreatif: How to Write a Film” pada Sabtu (16/03). (Foto: Literat/Muhammad Rifan Prianto)
Diskusi Seputar Film
Meski segmen pembahasan film dirasa tidak terlalu disorot saat diskusi berlangsung, tetapi banyak proses menulis dan proses alih wahana yang diberikan Ayah melalui pandangan serta pengalaman pribadinya.
Ada pernyataan menarik dari Ayah terkait keberhasilan novel Dilan yang dialihwahanakan ke layar lebar, yaitu dirinya merasa bahwa keterlibatan penulis asli dari suatu cerita sangat berpengaruh terhadap proses alih wahana ke bentuk film.
“Sayanya harus ada di situ (terkait proses penggarapan film), makanya saya ikutan jadi sutradara agar ruhnya tetap sama. Selain saya ‘kan ada Fajar Bustomi. Selain sutradara, dia juga bagian sinematografi. Dia (bertugas) menjaga sinematografinya,” ujarnya.
Ayah juga menjawab pertanyaan dari salah satu peserta mengenai kriteria film yang bagus. Menurutnya, film yang baik adalah film yang menyenangkan. Hiburan belum tentu menyenangkan. Akan tetapi, suatu yang menyenangkan sudah pasti hiburan. Selanjutnya, Ayah memberi contoh terkait tontonan acara TV bermodel hiburan, tetapi kebanyakan tidak menyenangkan untuk ditonton.
Keseluruhan Acara Talkshow
Acara talkshow ini menarik minat lebih dari seratus orang yang berasal dari berbagai daerah. Selain berbincang dengan Pidi Baiq, terdapat juga sesi kuis. Peserta yang dapat menjawab pertanyaan akan mendapatkan hadiah yang berasal dari sponsor acara ini, yaitu Implora dan Cakap. Tidak hanya itu, di akhir acara terdapat nominasi seperti peserta teraktif dan peserta terfokus. Beberapa peserta yang terpilih juga mendapatkan suatu hadiah.
Shyla Nurma Rosiana, selaku ketua pelaksana acara berharap bahwa setelah adanya acara ini, para peserta dapat menyerap segala ilmu yang diberikan oleh pemateri dan agar kedepannya dapat memulai perjalanannya di dunia kreatif perfilman.
“Aku yakin peserta yang kemarin ada sama-sama punya semangat dan rasa ingin tahu yang tinggi dalam ranah industri perfilman. Jadi, aku harap banget acara kumpul kreatif kemarin itu bisa jadi momen yang memorable dan menyenangkan dan bisa jadi sumber inspirasi buat temen-temen yang ikut atau mulai perjalanan dunia kreatif perfilman dari sekarang,” ungkap Shyla dalam hasil wawancara (19/03).
Pada akhir sesi diskusi, moderator mengajak para peserta agar dapat menyalakan kameranya. Kemudian, hadirin acara ini menunjukkan pose riang andalannya untuk mengabadikan momen. Cheese. Setelahnya, penampilan dari salah satu band Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UPI menjadi penutup momen sore hari yang manis tersebut. Sekian.
Baca juga: 5 Istilah yang Hype di Pemilu Pilpres 2024
Penulis: Muhammad Rifan Prianto
Editor: Laksita Gati Widadi