Halo, Civitas Academica! Para pegiat bahasa pastinya sudah tidak asing lagi dengan bulan Bahasa yang diperingati setiap bulan Oktober. Kegiatan lomba seperti menulis puisi, cerpen, hingga esai diselenggarakan oleh beberapa instansi pendidikan maupun lembaga kebahasaan pada bulan ini. Namun, belum banyak masyarakat yang tahu akan bulan bahasa ini, sebab peringatannya belum masif dilaksanakan.
Sejarah Singkat Bulan Bahasa
Hampir 1 abad yang lalu, tepatnya tanggal 28 Oktober, ditetapkan bahasa resmi yang akan digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia, yakni bahasa Indonesia. Penetapan ini terkandung dalam Sumpah Pemuda yang dibacakan pada tahun 1928.
“Kami Poetra dan Poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kami Poetra dan Poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Kami Poetra dan Poetri Indonesia mendjoengjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.“
Summer Institute of Linguistics menyebutkan bahwa jumlah bahasa di Indonesia sebanyak 919 bahasa daerah dan 707 di antaranya masih aktif dituturkan. Ditambah pemakaian bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari mengakibatkan semakin banyaknya bahasa yang digunakan oleh masyarakat kita.
Menyikapi ini, kita membutuhkan media yang sama sebagai penghubung antar suku untuk dapat berkomunikasi dengan baik, yakni bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia meruntuhkan sekat-sekat perbedaan dan menjadikannya sebuah persatuan. Tidak hanya itu, bahasa Indonesia juga menjadi bagian dari identitas bangsa kita.
Mengapa Literasi Identik dengan Bulan Bahasa?
Dalam rangkaian perhelatan bulan bahasa tahun 2017, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Badan Bahasa meluncurkan Gerakan Literasi Nasional (GLN). Gerakan ini digagas untuk menyinkronkan semua program literasi sekaligus memperluas keterlibatan publik dalam pengembangan budaya literasi.
Urgensi Literasi dalam Perayaan Bulan Bahasa
Terhitung 6 tahun sejak dimunculkannya GLN, indeks literasi nasional masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Indonesia masih menduduki peringkat 10 negara terbawah dalam tingkat literasi. Data ini mengindikasikan bahwa persoalan literasi masih menjadi hal yang perlu dibenahi.
Berkaitan dengan bulan bahasa, literasi menjadi salah satu cara kita untuk merayakannya. “Bulan bahasa ini sebagai momen untuk bisa mencermati dan menyadarkan mahasiswa tentunya untuk membudayakan berliterasi dan membaca,” ungkap Prof. Dr. Vismaia S. Damayanti, M.Pd., dosen mata kuliah Literasi dari Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra, Universitas Pendidikan Indonesia.
Selain itu, Prof. Vismaia juga mengatakan bahwa literasi seharusnya menjadi aktivitas rutin akan menyadarkan kita perihal pentingnya berliterasi untuk kehidupan yang lebih baik. Kehidupan setiap manusia harus diwarnai dengan banyak mencari informasi dan modal utama untuk menjalankannya dengan mulai membudayakan membaca.
Penulis: Sri Fatma Hidayah
Editor: Alma Fadila Rahmah
Baca Juga: Bagaimana Bahasa Melihat Kontroversi Kereta Cepat “Whoosh”?