Konflik antara Palestina dan Israel saat ini sedang dalam puncaknya. Perang antara Israel dan kelompok militan Hamas Palestina meletus sejak 7 Oktober 2023. Hingga saat ini belum terlihat tanda-tanda akan mereda. Sampai hari ke-33 perang antara tentara Israel dan Palesina, yakni pada 8 November 2023, dilansir dari laman Databoks warga Palestina yang tewas dalam konflik ini sudah melampaui 10.700 orang. Jumlah ini sekitar 7 kali lipat jumlah korban jiwa di Israel.
Keberpihakan Komunitas Internasional
Dengan demikian, konflik ini menjadi sorotan publik di seluruh dunia. Banyak negara yang mendukung Israel karena kepentingan politik dan banyak juga negara yang mendukung Palestina atas dasar kemanusiaan. Salah satu negara pendukung Palestina ialah Indonesia. Negara Indonesia melalui Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyatakan keberpihakan negara Indonesia terhadap Palestina pada Sidang PBB (23/09).
Oleh karena itu, banyak media massa Indonesia yang memberitakan konflik Israel-Palestina mendukung Palestina. Salah satunya dapat ditemukan di media sosial. Media massa menjadikan semangka sebagai simbol dukungan terhadap Palestina.
Fenomena ini memiliki keunikan dan makna mendalam yang dapat dikaji secara semiotik. Salah satu teori semiotik, yaitu teori yang dikemukakan Charles S. Peirce. Menurut teori semiotik Peirce, tanda dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Dengan kerangka teori ini, buah semangka dapat dikaji secara makna dan signifikasinya.
Dukungan terhadap Palestina di Media Sosial
Nah, dukungan pada Palestina saat ini sudah semakin banyak dan terdengar lantang, khususnya di negara Indonesia. Masyarakat hadir dengan menggaungkan berbagai dukungan dan perlawanan bagi Palestina terhadap zionis Israel. Di media sosial, muncul tradisi baru dalam rangka menyatukan dukungan di seluruh dunia dengan cara unik dan cerdik. Dukungan ini dikemas dalam balutan seni rupa.
Buah semangka dianggap memiliki kemiripan warna dengan bendera Palestina, yakni merah, hijau, putih, dan hitam. Oleh karena itu, masyarakat di seluruh dunia menggunakan emoji buah semangka untuk menyuarakan dukungannya terhadap Palestina. Awal mula kemunculan buah semangka dijadikan simbol perlawanan rakyat Palestina, yaitu pada tahun 1967 setelah terjadinya Perang Enam Hari.
Selain itu, saat ini sudah banyak unggahan media sosial yang menyuarakan dukungan terhadap Palestina, baik itu dari kalangan media massa maupun figur publik. Akan tetapi, tidak sedikit dari unggahan tersebut yang terjerat shadow banning atau di-take down oleh pihak media sosial karena mengandung unsur pelanggaran pada konten yang diunggah. Ini terjadi di platform media sosial, seperti Instagram, Tiktok, Facebook, dsb.
Fenomena ini serupa dengan tindakan Israel yang melarang pengibaran bendera Palestina di depan umum dan dianggap sebagai tindakan kriminal. Oleh karena itu, muncul sebuah strategi unik dan cerdas, yaitu menggunakan buah semangka sebagai sarana alternatif dalam menyuarakan dukungan dan perlawanan Palestina terhadap Israel.
Buah Semangka sebagai Dukungan terhadap Palestina
Pada saat ini, buah semangka yang memiliki kemiripan warna dengan bendera Palestina saat ini banyak digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia dalam menyuarakan dukungan dan perlawanannya bagi Palestina di unggahan media sosial maupun pada kolom komentar unggahan yang membahas konflik Israel-Palestina. Hal ini menjadi strategi menarik dan tergolong aman saat menyuarakannya di media sosial demi menghindari penghapusan dan penghilangan akun media sosial pribadi.
Melalui teori semiotik Charles S. Peirce, kita dapat menganalisis dan memahami fenomena dimana buah semangka menjadi bentuk dukungan bagi Palestina sebagai sistem tanda yang kaya makna. Hal ini bukan hanya sekedar memperlihatkan buah semangka, tetapi menyatakan dukungan dan panggilan hati nurani dalam menyuarakan kebebasan dari segi apapun dan juga hak asasi manusia yang sudah melekat. Analisis semiotik memberi kita pemahaman akan fenomena yang menggunakan simbol sebagai bentuk makna tersirat, hal ini berfungsi sebagai bahasa visual yang berperan penting dalam konstruksi makna.
Baca Juga: Ketika Kata “Israhell” Menjadi Simbol Kecaman Bagi Zionis Israel – LITERAT
Author: Muhammad Athaillah Nugroho
Editor: Alma Fadila Rahmah