Masih dalam posisi rebahan dan memikirkan keadaan di luar yang telah menjadi-jadi. Tidak ada kata “aamiin” yang bergema di beberapa masjid, tidak ada nyanyian suci di gereja-gereja nasrani, sekolah-sekolah menjadi angker kembali, dan para pedagang yang kesepian di sebagian pasar-pasar. Namun, ini bukanlah akhir kehidupan. Percayalah, semua akan uwu pada waktunya.
Pada tanggal 4 Mei, saya mendapatkan surat edaran dari kampus tercinta Universitas Pendidikan Indonesia. Surat edaran itu berisi imbauan kepada seluruh mahasiswa bahwa ujian akhir semester akan segera dimulai. Berarti, sekitar beberapa bulan lagi perkuliahan semester ini akan segera selesai dan dilanjut ke semester berikutnya. Namun, sebelum melanjutkan ke semester berikutnya ada beberapa syarat yang harus terpenuhi, salah satunya adalah biaya pendidikan yang biasa disebut uang kuliah tunggal (UKT).
UKT setiap mahasiswa berbeda-beda, tergantung penghasilan orang tua atau penanggungjawabnya masing-masing. Namun, apakah penghasilan orang tua mahasiswa masih sama seperti tahun kemarin? Bulan kemarin? Apakah pandemi covid-19 tidak mempengaruhi penghasilan orang tua? Apakah orang tua mahasiswa masih memiliki penghasilan? Apapun yang terjadi saya yakin bahwa pihak kampus telah memikirkan hal itu, karena mereka adalah orang-orang berakal.
UKT yang telah kalian bayar akan diganti dengan fasilitas-fasilitas seperti: kelas yang dilengkapi AC dan Infocus, sarana olahraga, kesenian, organisasi (walaupun ada sebagian yang berbayar), taman-taman indah, perpustakaan, termasuk pengetahuan yang kalian cari, yang akan disalurkan oleh dosen yang andal. Sayangnya, ada sedikit perbedaan untuk saat ini. Setelah kalian membayar UKT, mungkin kalian tidak akan menikmati fasilitas seperti gedung-gedung megah ataupun fasilitas lainnya. Covid-19 menjadi penyebab hal ini terjadi. Namun, jangan sedih dulu. karena ilmu yang kalian cari masih bisa didapat, walaupun harus diunduh terlebih dahulu. Lalu apakah biaya UKT masih tetap? Apakah sepadan? Apapun yang terjadi saya yakin bahwa pihak kampus telah memikirkan hal itu, karena mereka adalah orang-orang berakal.
Semua orang pasti mengharapkan virus corona segera sirna, agar segala aktivitas kembali seperti semula, termasuk pendidikan. Namun, perang yang terjadi saat ini sangatlah berbeda, musuh yang kita lawan adalah wabah yang tak kasat mata. Tidak ada gencatan senjata untuk menghargai hari perayaan dan tidak ada diplomasi untuk mengakhiri perang. Lalu, kapan pandemi ini berakhir? Apakah baik memutuskan peraturan dengan menggenggam harapan? Apakah baik membuat kebijakan berdasarkan ketidakpastian? Apapun yang terjadi saya yakin bahwa pihak kampus telah memikirkan hal itu, karena mereka adalah orang-orang berakal.
Baca juga: Kampanye Seni yang Mengangkat Isu-Isu Sosial dalam Kampus
Penulis: Dea Rahmat