Guiding Block di FPBS UPI - Literat

FPBS UPI Menuju Inklusif: Guiding Block sebagai Bentuk Pendidikan untuk Semua

Sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), terus berupaya membangun lingkungan kampus yang inklusif. Inklusif dalam artian bahwa setiap mahasiswa, termasuk penyandang difabel memiliki akses yang setara terhadap fasilitas, pembelajaran, dan kehidupan akademik. Pada tingkat fakultas, komitmen ini mulai tampak nyata di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS) melalui penerapan jalur pemandu atau guiding block bagi mahasiswa difabel netra. Kehadiran fasilitas ini tidaklah sekadar pelengkap akses fisik. Akan tetapi, ini mencerminkan langkah awal FPBS dalam menjadikan ruang akademik yang ramah dan adaptif terhadap kebutuhan semua warga kampus.

UPI sebagai Kampus Inklusif

Label “Kampus Ramah Disabilitas” disematkan kepada Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) oleh Ketua Komisi Nasional Disabilitas, Dante Rigmalia, pada tahun 2022. Label ini diperkuat dengan didirikannya Pusat Difusi Inklusi (Pusdifsi) UPI pada 31 Oktober 2023. Pusdifsi didirikan sebagai komitmen institusi dalam memenuhi kebutuhan mahasiswa difabel dan mewujudkan lingkungan kampus yang inklusif.

Berdasarkan data terbaru dari Pusdifsi UPI tahun ajaran 2024/2025, terdapat 28 mahasiswa difabel yang sedang menempuh pendidikan di berbagai fakultas. Data ini menunjukkan kebutuhan akan akses disabilitas dan layanan inklusif tidak terbatas pada fakultas tertentu saja. Akan tetapi, ini menjadi tanggung jawab bersama seluruh elemen kampus. 

“Kita tuh harus tulus, jangan jadikan disabilitas sebagai objek, tetapi sebagai subjek. Kita juga menjadi disabilitas apabila di lingkungan mereka,” jelas Yuyus Suherman, Ketua Pusat Pusdifsi.

Baca juga: Mahasiswa Difabel dan Kesetaraan Akses Beribadah di Kampus UPI
Guiding Block: Bentuk Nyata FPBS Menuju Inklusif

FPBS menjadi salah satu fakultas yang mulai mengambil langkah bermakna menuju inklusivitas. Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra menjadikan keberagaman kebutuhan mahasiswa sebagai pijakan dalam pembangunan ruang yang lebih adil dan setara. Salah satu bentuk konkret dari komitmen ini adalah pemasangan guiding block di area fakultas.

Penyediaan guiding block di area fakultas menjadi salah satu bentuk nyata dari upaya inklusif. Jalur pemandu ini tidak hanya berfungsi sebagai fasilitas fisik bagi mahasiswa difabel netra. Akan tetapi, ini juga mencerminkan semangat FPBS UPI dalam menciptakan ruang belajar yang dapat diakses oleh semua kalangan, tanpa diskriminasi.

Jalur Pemandu (Guiding Block) FPBS UPI, Jumat (20/06/25). (Foto: Saddam Nurhatami/Literat)
Jalur Pemandu (Guiding Block) FPBS UPI, Jumat (20/06/25). (Foto: Saddam Nurhatami/Literat)

Akses guiding block di beberapa titik strategis lingkungan FPBS bukanlah sekadar proyek fisik, melainkan pernyataan sikap terhadap keterbukaan inklusivitas. Sikap ini menjadi sebuah tanda bahwa FPBS sedang bergerak menuju perubahan mendasar dalam cara kampus melihat, melayani, dan merangkul semua kalangan. Guiding block menjadi simbol nyata bahwa akses pendidikan bukan semata soal kurikulum dan gedung megah, tetapi juga aksesibilitas yang menyeluruh. Langkah FPBS termasuk bagian dari komitmen UPI dalam membangun lingkungan pendidikan yang ramah bagi seluruh sivitas akademika.

Baca juga: Mengapa Anies Mengajar Kuliah Umum Bahasa dan Sastra di FPBS UPI?
Keterangan Dekan FPBS terhadap Akses Disabilitas

Dekan FPBS, Tri Indri Hardini, menyampaikan dengan tegas bahwa komitmen terhadap inklusivitas adalah bagian dari tanggung jawab akademik dan moral. 

Pendidikan untuk semua, yang paling sederhana kita lakukan ya itu, layanan. Terutama untuk mahasiswa, dosen, atau siapapun yang berkebutuhan khusus, harus kita layani dengan baik,” tegasnya saat ditanya tentang latar belakang inisiatif penyediaan guiding block.

Pemasangan guiding block menurutnya lahir dari berbagai masukan. Masukan tersebut dikumpulkan melalui konsultasi bersama sivitas akademika, staff, hingga komunikasi dengan lembaga eksternal. Salah satu lembaga tersebut adalah Wyata Guna, yang dikenal peduli terhadap kebutuhan penyandang difabel netra. Kerja sama ini juga menjadi awal hadirnya layanan tambahan, seperti braille untuk berbagai keperluan akademik di FPBS.

Selain guiding block, FPBS juga mulai memperhatikan kebutuhan disabilitas lainnya. Bagi mahasiswa difabel daksa dan difabel rungu, pihak fakultas telah menyiapkan jalur akses dan sistem suara seperti sirene di gedung yang dilengkapi dengan lampu bahaya. Hal ini dimaksudkan untuk membantu mobilitas dan navigasi para mahasiswa difabel dengan ketersediaan fasilitas kampus.

Jalur Akses Difabel Daksa, Senin (23/06/25). (Foto: Saddam Nurhatami/Literat)
Jalur Akses Difabel Daksa, Senin (23/06/25). (Foto: Saddam Nurhatami/Literat)

“Sebetulnya, guiding block ini fokusnya ke difabel netra, tapi untuk yang lainnya kita mulai dengan jalur difabel daksa dan difabel rungu, termasuk sirene di gedung,” jelas Tri Indri Hardini.

Harapan untuk Masa Depan FPBS yang Inklusif

Tri Indri Hardini juga menyadari bahwa fasilitas inklusif yang ideal belum sepenuhnya tercapai. Untuk saat ini, jalur akses guiding block baru mengarah ke kantor pimpinan fakultas, sebagai titik pusat layanan. Namun, ke depannya, ia berharap semua lantai dan ruangan dapat diakses dengan mudah untuk siapapun. 

“Idealnya semua lantai, semua ruangan, mudah-mudahan ke depannya bisa seperti itu dengan strategi-strategi yang inklusif,” harapnya.

Langkah awal ini dilakukan dengan pertimbangan realistis bahwa perubahan memerlukan waktu, sumber daya, dan kolaborasi. Namun, komitmen FPBS untuk lebih inklusif tidak surut. Sebaliknya, FPBS menjadikan ini sebagai langkah strategis awal dalam rangkaian jangka panjang menuju kampus inklusif.

Baca juga: Asa Mahasiswa Difabel Gapai Kesetaraan di Kampus Bumi Siliwangi
Lebih dari itu, FPBS Menyediakan Fasilitas untuk Semua

Selain fasilitas guiding block, FPBS juga menyediakan toilet disabilitas, kotak obat, dan galon air gratis untuk semua mahasiswa. Fasilitas ini bukan hanya penunjang, melainkan sebagai bentuk penghargaan terhadap martabat seluruh sivitas akademika. Bahkan, kampanye untuk menjaga dan merawat fasilitas-fasilitas fakultas kini mulai digaungkan secara internal.

Dispenser FPBS, Senin (23/06/25). (Foto: Saddam Nurhatami/Literat)
Dispenser FPBS, Senin (23/06/25). (Foto: Saddam Nurhatami/Literat)

“Mari kita jaga sama-sama, kita sudah punya toilet disabilitas, air galon gratis, kotak obat, termasuk layanan untuk disabilitas. Gaungkan kepada semua bahwa kita ini ramah disabilitas,” ajak Tri Indri Hardini kepada seluruh sivitas akademika.

FPBS juga berusaha menciptakan iklim yang terbuka dan partisipatif. Setiap mahasiswa tanpa terkecuali berhak diterima dan difasilitasi. Menurutnya, keterbukaan menjadi prinsip dasar yang harus terus dijaga dalam membangun kampus modern. 

“Kita ini sangat terbuka untuk siapapun,” ucapnya tegas.

Baca juga: Sumpah Jabatan Rektor UPI Terselip Bahasa Inggris: Di mana Eksistensi Bahasa Indonesia?
Bukan Hanya sebagai Fasilitas, Ini adalah Komitmen Konstitusional

Bagi FPBS, inisiatif inklusif bukan hanya tanggung jawab internal kampus, tetapi bagian dari tanggung jawab konstitusional terhadap masyarakat. “Mencerdaskan kehidupan bangsa,” seperti yang tertera dalam UUD 1945 menjadi acuan bagi FPBS. FPBS memaknai fasilitas inklusif sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat luas dan kontribusi terhadap misi besar UPI sebagai kampus yang mendunia.

“Untuk pihak luar, ini bentuk komitmen kita terhadap UUD 1945, kita ingin mendukung pencapaian visi misi UPI dan juga layanan kepada masyarakat,” pesan Tri Indri Hardini.

Pemasangan guiding block, jalur akses difabel daksa, penyediaan huruf braille, sirene, hingga penyediaan air galon gratis memang tampak sederhana. Namun, dalam konteks inklusivitas, langkah-langkah awal seperti inilah yang justru menjadi tanda paling nyata bahwa FPBS menuju inklusif. Tidak sekadar tempat belajar akademik, tetapi juga medan praktik dari nilai-nilai kemanusiaan.

FPBS memilih untuk memulai dari langkah awal ini. Dari sanalah harapan besar disusun: suatu hari nanti, setiap orang, bagaimanapun kondisinya, bisa merasa pulang dan diterima di kampus yang benar-benar dimiliki bersama.

Penulis: Saddam Nurhatami Umardi Putra
Editor: Muhammad Hilmy Harizaputra