oleh Airul Khoiri Atmaja2
Salam Demokrasi!
Hidup Mahasiswa!
Pemuda adalah mereka yang berusia muda di antara 15—30 tahun, yang mempunyai ciri-ciri khusus yakni dinamis, mobilitas yang tinggi, aktif, dan cinta perubahan. Hal itu berarti semuanya dari kita adalah pemuda. Di Indonesia pemuda merupakan sektor usia dan golongan yang berjumlah banyak dalam masyarakat. Sebagai usia yang produktif, pemuda memiliki masa depan untuk bisa mengembangkan dirinya untuk membangun di segala bidang menuju kemajuan bersama masyarakat khususnya bidang pendidikan.
Pemuda di Indonesia terbagi banyak status sebagai pelajar dan mahasiswa, buruh, tani, selebritas, pengangguran, dsb.. Persebaran yang ada di setiap status dan ciri-ciri khususnya menjadikan peran pemuda sangat penting sebagai tenaga produktif dalam pembangunan suatu bangsa. Sejarah menunjukkan peran penting pemuda dalam gerakan massa Indonesia, ditandai dengan perjuangan pemuda yang giat bersama masyarakat sejak era penjajahan sampai dengan Gerakan Reformasi dan hingga saat ini.
Mahasiswa adalah bagian dari pemuda yang beruntung memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Namun, harus diingat kesempatan ini hanyalah bersifat sementara, karena mahasiswa adalah penerus kebudayaan. Mahasiswa sebagai penerus cita-cita bangsa dan masa depan bangsa harus mempunyai karakter yang kuat untuk membangun bangsa dan negaranya, mampu memahami pengetahuan dan teknologi untuk bersaing secara global, memiliki tanggung jawab untuk memajukan negara menjadi lebih baik ke depannya dan mewujudkan cita-cita bangsa di masa depan yang harus sesuai dengan keinginan masyarakat luas secara umum, dan rakyat tertindas secara khusus. Hal ini berarti mahasiswa setelah lulus nanti merupakan pemuda yang sama seperti lainnya, yang membedakan hanya tanggung jawab.
Selama ini mahasiswa sebagai golongan yang ada di pemuda, telah membuktikan keaktifan bersama rakyat dari setiap babak-babak perjuangan rakyat Indonesia. Pemuda mahasiswa mempunyai perbedaan sekaligus merupakan keuntungan yang harus dimanfaatkan untuk menopang perubahan. Dibanding pemuda buruh, pemuda tani, pemuda mahasiswa mempunyai keleluasaan yang besar untuk belajar memahami teori-teori yang didapatkan di perguruan-perguruan tinggi.
Namun, kekinian bentuk-bentuk penindasan tidak langsung oleh negara melalui berbagai sudut, membuat pemuda tidak mempunyai kepastian untuk mengembangkan kemampuannya sebagai tenaga produktif. Pemuda kehilangan masa depannya mengalami persoalan akibat sistem yang berlaku. Berbagai persoalan pun kini dihadapi pemuda, fasilitas-fasilitas kampus yang tidak mendorong untuk kebaikan, biaya pendidikan yang mahal, setelah selesai kuliah ketiadaan lahan pekerjaan, penghidupan yang tidak layak, keterbelakangan sosial, dsb..
Dalam kondisi tersebut pemuda mahasiswa kebingungan menentukan masa depannya dalam menempuh kuliah sehingga tidak memberikan tempat bagi pengembangan diri untuk belajar dan bekerja agar kelak dapat mengabdi kepada rakyat. Negara menjadikan pemuda mahasiswa sebagai tenaga kerja murah dan sasaran konsumen barang impor. Rendahnya lapangan kerja dan mahalnya biaya pendidikan, mendorong pemuda menjadi tidak punya pemikiran kritis yang mempunyai karakter dan kebudayaan yang terbelakang.
Hal ini juga yang mendorong pemuda untuk bertahan hidup melalui tindakan-tindakan anti sosial seperti merampok, mencuri, memakai obat terlarang, premanisme, dan lain-lain. Sehingga di usia yang produktif, seharusnya pemuda sangat mempunyai kepentingan terhadap ketertersediaan lapangan pekerjaan dan pendidikan yang mampu mengembangkan dan membentuk pemuda menjadi tenaga produktif yang dapat menopang kemandirian serta kedaulatan rakyat. Selain itu, sebagai mahasiswa mendorong untuk tidak memikirkan hal di luar akademiknya karena kewajiban yang cukup banyak. Sehingga banyak yang menyebut apatis dan sebutan tidak layak lainnya.
Di luar itu kewajiban akademik dalam berorganisasi di kampus juga akan sangat banyak kewajiban seperti beban biaya, pengalurbirokrasian dalam kegiatan, faslilitas kuliah yang kurang merata, dsb.. Setelah melaksanakan atau menjalankan kewajiban itu, maka harusnya ada hak pula yang harus teman-teman dapatkan, bukan? Karena hak itu diberikan oleh Tuhan dan sangat dilindungi oleh aturan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 39 tahun 1999 pasal 1 ayat (1) Hak merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Mahakuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Mengacu pada pengertian berdasarkan aturan tersebut jelas bahwa kita memiliki hak yang diberikan secara lahiriah. Hak ini kemudian diatur oleh negara secara tujuan untuk melayani kepentingan rakyat, karena negara didirikan atas mandat atau amanat dari rakyat untuk memenuhi aspirasi dan kepentingan rakyat. Apalagi Indonesia menggunakan asas demokrasi untuk menjalankan negara ini. Namun, sejauh ini apa yang telah diatur dalam konstitusi tersebut, masih sering dilanggar oleh negara yang berkewajiban sesuai dengan amanat UUD 1945. Hingga kemudian wajar jika kemudian sering kali muncul demonstrasi atau unjuk rasa dari masyarakat yang menuntut hak-haknya, karena memang selama ini hak-hak demokratis rakyat tidak dipenuhi oleh negara.
Setelah memahami pengertian hak sebagai langkah awal mengenal hak demokratis mahasiswa, maka selanjutnya kita harus memahami apa itu demokratis? Demokratis itu berarti bersifat demokrasi. Demokrasi secara etimologi atau asal usul kata “demokrasi” berasal dari bahasa Yunani (dmokrata) “kekuasaan rakyat” yang dibentuk dari kata (dmos) “rakyat” dan (kratos) “kekuasaan”, merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM. Dari dua kata, demos yang berarti rakyat dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Demokrasi bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung maupun melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
Hak-hak demokratis mahasiswa adalah hak-hak normatif atau hak-hak dasar mahasiswa yang meliputi kepentingan sosial-ekonomis dan politik yang harus dipenuhi sebagaimana mestinya, baik yang bersifat tuntutan lahiriah ataupun yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan atau peraturan hukum yang berlaku. Secara umum, hak-hak demokratis mahasiswa adalah meliputi hak atas pendidikan dan jaminan lapangan pekerjaan. Hak atas pendidikan yang dimaksud juga mengenai beban beban yang memberatkan seperti biaya, fasilitas, dll..
Banyak fasilitas pendidikan di kampus yang didagangkan. Selain itu, didirikannya banyak fasilitas yang tidak bersinggungan langsung dengan kepentingan mahasiswa, tetapi lebih ditujukan untuk mencari keuntungan komersial dengan cara-cara seperti penyewaan auditorium/aula, pemasangan iklan, pembukaan ritel-ritel perusahaan tertentu, atau kerja sama dengan perusahaan tertentu untuk menambah pundi-pundi kas birokrasi kampus.
Kemudian pelayanan pendidikan atau kemahaiswaan yang cenderung birokratis (istilahnya di-pingpong) hingga soal dosen yang sering bolos ngajar, antikritik, monologis, dan dogmatis. Dosen-dosen sendiri juga terancam kehidupannya, karena rendahnya tingkat kesejahteraan yang diterima. Sementara, para petinggi kampus bisa terus mengganti mobil baru atau rumah baru dan mendapatkan kenaikan gaji.
Sektor pendidikan Indonesia saat ini menuju pada liberalisasi dengan maraknya privatisasi dan komersialisasi pendidikan. Setidaknya ada beberapa hal yang meindikasikan hal tersebut. Pertama, pencabutan subsidi pendidikan yang telah mendorong biaya pendidikan menjadi mahal, karena pendidikan ditujukan menjadi barang dagangan (komoditi) bukan lagi pelayanan negara terhadap rakyat. Liberalisasi sektor pendidikan sendiri secara global telah diatur oleh salah satu lembaga milik imperialisme, yaitu organisasi perdagangan dunia (WTO) dalam General Agreement on Trade Services (GATS) tentang liberalisasi perdagangan jasa pendidikan.
Pencabutan subsidi pendidikan telah mendorong terjadinya proses privatisasi pendidikan, terutama bagi kampus-kampus negeri. Setelah memberlakukan status BHMN bagi 6 PTN terkemuka di Indonesia, pemerintah tengah berupaya menerapkan sistem Badan Hukum Pendidikan Tinggi (BHPT). Dengan BHPT, kampus-kampus di Indonesia akan diubah tak bedanya dengan perusahaan yang berorientasi profit, bukan membuka akses seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia untuk mengenyam bangku kuliah dan institusi pendidikan yang bertujuan mencerdasakan kehidupan bangsa.
Dibukanya kerja sama dengan dunia industri—sesuai kurikulum berbasis kompetensi, tidak menjamin lulusan perguruan tinggi bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan. Sejauh ini, kerja sama lebih ditujukan untuk menarik minat calon mahasiswa dengan embel-embel magang kerja dan sebagainya. Terbukti, ketika musim seleksi PNS datang, tidak sedikit sarjana yang harus ngantre untuk mengikuti seleksi. Itu pun belum tentu diterima, tergantung bagaimana kemampuan menyogok “orang dalam”. Atau, fakta deretan sarjana yang sering mengutak-atik jasa iklan lowongan pekerjaan dan keluar masuk kantor perusahaan.
Tidak sedikit pandangan-pandangan kaum intelektual kampus yang mendukung masuknya investasi asing atau mengebiri kekritisan mahasiswa di kampus. Hingga kemudian menjauhkan mahasiswa dari realitas “bobrok”-nya kampus dan kemiskinan rakyat Indonesia. Mahasiswa takut berbicara lantang, karena diancam nilai jelek, presensi hingga drop out (DO). Mahasiswa hanya didorong sekadar menikmati persoalan akademis kampus. Aktivitas kritis di kampus dianggap tidak sesuai dengan iklim akademis. Padahal dalam demokrasi—seperti yang sering dikutip para petinggi kampus, demonstrasi, kebebasan berpendapat, berekspresi, dan berorganisasi adalah hal yang wajar-wajar saja.
Hak demokratis mahasiswa berarti bicara mengenai peran sebagai agent of change, agen-agen perubahan. Menjadi penjembatan antara masyarakat dengan pembuat kebijakan. Pada hakikatnya kita (mahasiswa) merupakan bagian dari masyarakat, menjadi konsekuensi logis pula akhirnya kita akan menjadi bagian masyarakat dan mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan selama berkuliah untuk memperbaiki negara demi kesejahteraan bersama.
Sebelum lebih jauh ke jenjang masyarakat, kita tentu harus belajar memperjuangkan hak kita di lingkungan yang lebih dekat yaitu kampus. Secara umum, hak-hak demokratis mahasiswa meliputi hak atas jaminan pendidikan. Dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, hak-hak mahasiswa itu dijelaskan sebagai berikut.
- Menggunakan kebebasan akademik secara bertanggung jawab untuk menuntut dan mengkaji ilmu sesuai dengan norma dan susila yang berlaku dalam lingkungan akademik.
- Memperoleh pengajaran sebaik-baiknya dan layanan bidang akademik sesuai dengan minat, bakat, kegemaran, dan kemampuan.
- Memanfaatkan fasilitas perguruan tinggi dalam rangka kelancaran proses belajar.
- Mendapatkan bimbingan dari dosen yang bertanggung jawab atas program studi yang diikuti dan hasil belajarnya.
- Memperoleh layanan informasi yang berkaitan dengan program studi yang diikuti dan hasil belajarnya.
- Menyelesaikan studi lebih awal dari jadwal yang ditetapkan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. (Nah buat poin ini, kan ada tuh beberapa prodi di UPI yang kuliahnya sudah dipatok 4 tahun dan gak bisa ngontak mata kuliah ke semester atas. Secara tidak langsung hak kamu untuk lulus kuliah kurang dari 4 gak diberikan oleh prodi (kampus) dong.)
- Memperoleh layanan kesejahteraan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
- Memanfaatkan sumber daya perguruan tinggi melalui perwakilan/organisasi kemahasiswaan untuk mengurus dan mengatur kesejahteraan, minat, dan tata kehidupan bermasyarakat.
- Pindah ke perguruan tinggi lain atau program studi lain, bilamana daya tampung perguruan tinggi atau program yang bersangkutan memungkinkan.
- Ikut serta dalam organisasi mahasiswa pada perguruan tinggi yang bersangkutan. (Ini poin yang penting, kalau ada dosen atau birokrat kampus yang menghalang-halangi kamu buat berorganisasi, beliau sudah melanggar hak kamu.)
Selain itu, menurut Peraturan Senat Akademik UPI No. 001/SENAT AKD./UPI-HK/II/2014 bagian kedua pasal (5), yaitu setiap mahasiswa UPI berhak:
- memperoleh layanan pendidikan, pembelajaran, dan layanan lainnya untuk mendukung kelancaran penyelesaian studi;
- memperoleh layanan khusus secara prima bagi mahasiswa yang berkebutuhan khusus; (buat mahasiswa yang berkebutuhan khusus, semisal tunanetra ataupun tunadaksa punya hak untuk dilayani dengan prima loh)
- memperoleh beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan bagi mahasiswa yang memenuhi persyaratan dan ketentuan;
- mendapatkan penghargaan dari universitas atas prestasi yang diraih baik dalam bidang akademik ataupun nonakademik;
- menggunakan fasilitas universitas sesuai dengan peraturan yang berlaku;
- menggunakan kebebasan akademik secara bertanggung jawab sesuai dengan tata susila dan tata karma akademik yang berlaku dalam lingkungan masyarakat akademik;
- menyelesaikan studi lebih cepat sesuai dengan peraturan yang berlaku; (nih ada lagi, mahasiswa punya hak menyelesaikan studi lebih awal)
- turut serta dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan universitas;
- menyalurkan aspirasi yang positif dan konstruktif melalui organisasi kemahasiswaan intrauniversiter;
- memperoleh dan menggunakan gelar sesuai dengan jenis dan jenjang program pendidikan yang ditempuh setelah dinyatakan dapat menyelesaikan studi dan dinyatakan lulus berdasarkan peraturan universitas.
Mahasiswa harus menyadari bahwa negara berkewajiban untuk memenuhi hak-hak demokratisnya. Dengan menyadari ini dan kemudian kita melihat bahwa hak-hak demokratis tersebut tidak dipenuhi oleh negara, maka mau tidak mau kita harus berjuang untuk mendapatkannya. Namun, sekali lagi, untuk memperjuangkan itu semua, mahasiswa membutuhkan alat yang tepat. Alat itu adalah organisasi. Hanya dengan berorganisasi-lah mahasiswa bisa mengaspirasikan tuntutannya dan bersama seluruh massa mahasiswa yang tergabung dalam organisasi bisa memperjuangkannya secara bersama. Karena perubahan tidak bisa tercipta melalui segelintir orang. Namun, perubahan sangat ditentukan oleh kekuatan massa, karena perubahan sesungguhnya adalah karya massa. Dengan bergabung dalam organisasi massa yang militan, patriotik dan demokratis, massa mahasiswa akan bergerak melalui program-program aksi yang konkret untuk memecahkan persoalan yang dihadapi dan menggapai tuntutan-tuntutan hak-hak demokratisnya. Karena organisasilah yang menjadi alat yang tepat untuk melakukan hal tersebut seperti yang telah dilakukan oleh kating-kating kalian.
Baca juga: Pesan WA dari Seorang Teman untuk Bimbim
Penulis: Airul Khoiri Atmaja
- Judul materi yang disampaikan untuk kalian, kalian, dan kalian semuanya dalam kegiatan DSV tanggal 19 Oktober 2019.
- Pemuda yang sedang tidak menjabat dalam berbagai organisasi pergerakan mana pun dan berusaha mati-matian untuk memanjangkan namanya.