Setiap bulan Agustus, kampus selalu terlihat sibuk. Baik sibuk dengan mahasiswa akhir yang buru-buru mengejar jadwal sidang, dosen yang kewalahan menguji sidang dari pagi sampai petang, hingga ormawa yang sibuk mempersiapkan penyambutan mahasiswa baru.
Di antara kesibukan itu, tiba-tiba UPI menerbitkan Surat Edaran No. 41/UN40.RI/PK.00.02/2024 tentang Larangan Perpeloncoan dan Penjemputan Mahasiswa Baru pada Kegiatan Masa Orientasi Kampus dan Kuliah Umum (MOKAKU) Tahun 2024. Surat edaran tersebut menyita cukup banyak perhatian, lantaran berisikan larangan-larangan menohok yang dibuat sehubungan dengan diselenggarakannya MOKAKU pada 26-28 Agustus 2024. Berikut rinciannya:
- Tidak boleh ada kegiatan lain di luar jadwal MOKAKU.
- Tidak boleh ada kegiatan perpeloncoan yang dilakukan Ormawa (UKM, Himpunan, Kema dan BEM) dengan alasan apapun.
- Tidak boleh adanya penjemputan mahasiswa baru di hari terakhir kegiatan MOKAKU.
- Himpunan, UKM bahwa tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat pengenalan, orientasi dalam kurun setelah MOKAKU dan 60 hari setelah awal perkuliahan dimulai.
Baca juga: Siap Kuliah? Simak 6 Hal yang Harus Maba Persiapkan!
Tidak hanya itu, Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan, Didi Sukyadi menambahkan apabila terdapat ormawa yang melanggar, maka akan ditindak secara tegas dengan tidak diberi izin dan bantuan kegiatan kemahasiswaan selama satu tahun.
Kaderisasi: Kebutuhan atau Keharusan?
Kaderisasi berasal dari kata ‘kader’ yang artinya orang yang diharapkan akan memegang peran yang penting dalam organisasi. Sementara, kaderisasi merupakan proses yang dilakukan untuk menyiapkan kader agar lebih sadar akan peran dan tanggung jawabnya di lingkungan sosial.
Namun, banyak kaderisasi yang cenderung monoton dan membosankan. Sehingga, muncul label bahwa kaderisasi merupakan kegiatan yang diadakan senior untuk juniornya dengan hukuman fisik hingga tugas irasional. Senior membutuhkan junior untuk regenerasi organisasi. Begitu pula junior membutuhkan senior sebagai mentor dan pemasok ilmu. Melalui kaderisasi, semuanya akan saling terhubung untuk menciptakan masa depan yang baik bagi suatu organisasi.
Proses kaderisasi ini memang tidak bersifat mutlak karena dapat dilakukan hanya jika dirasa perlu. Tetapi, dalam suatu organisasi kaderisasi ini penting untuk dilakukan karena akan berdampak panjang terhadap keberlanjutan organisasi. Selagi proses tersebut diisi dengan kegiatan yang relevan dengan kebutuhan mahasiswa saat ini. Ditambah dengan persepsi dan tujuan bahwa kaderisasi adalah proses belajar oleh seluruh elemen mahasiswa. Dengan demikian, tidak akan ada lagi alasan untuk menghentikan kaderisasi.
Baca juga: Berorganisasi Dapat Membunuhmu!
“Kaderisasi itu tempat belajar, bukan tempat untuk melakukan perpeloncoan. Kaderisasi yang masih mengandung perpelocoan itulah yang seharusnya dilarang. Misalnya, memaksa mahasiswa baru menuruti keinginan panitia tanpa rasionalisasi yang jelas,” ujar Desi Fitriani, Ketua Umum Hima Satrasia 2024.
Ia turut membagikan bahwa Hima Satrasia dalam kaderisasi ingin membantu mahasiswa baru mengenal lebih dekat dengan program studi. Selain itu, kaderisasi menciptakan ruang bagi mahasiswa baru berkenalan dengan para alumni yang sudah sukses sehingga dapat menginspirasi mereka.
Kaderisasi itu penting untuk melatih mahasiswa jadi lebih percaya diri dan pandai berbicara. Kegiatannya harus menyenangkan dan tidak menyinggung siapapun. Pada akhirnya, mahasiswa dapat berdiskusi dengan baik, memiliki solidaritas, berpikir secara luas dan terbuka terhadap pendapat orang lain. Semua yang didapat dalam proses kaderisasi merupakan bekal bagi mahasiswa untuk bisa bertahan hidup dalam perkuliahan, bahkan di masyarakat luas.
Upaya UPI Mencekal Kaderisasi bagi Organisasi Mahasiswa
Melalui Surat Edaran No. 41 Tahun 2024 yang ditandatangani tanggal 9 Agustus 2024, UPI menerangkan larangan terhadap perpeloncoan dan penjemputan mahasiswa baru setelah kegiatan MOKAKU. Dalam salah satu poin, terdapat larangan bagi himpunan dan UKM untuk melakukan kegiatan seperti pengenalan atau orientasi dalam kurun setelah MOKAKU dan 60 hari setelah awal perkuliahan dimulai.
Banyak ungkapan kekecewaan dari berbagai elemen mahasiswa atas dikeluarkannya surat tersebut. Salah satunya, Wildan Nurul Sani, Ketua ASAS UPI 2024 yang mempertanyakan latar belakang dikeluarkan surat edaran tersebut. Ia turut menyampaikan, “Jika dilihat dalam kalender akademik, 60 hari setelah perkuliahan itu sudah masuk ke jadwal UTS sehingga untuk melakukan kaderisasi akan sulit waktunya”.
Kemudian, ia pun menyikapi surat edaran yang berdampak pada proses kaderisasi UKM di UPI, “saya memandang surat edaran ini adalah upaya kampus untuk mengebiri ataupun menyudutkan ruang ekspresi mahasiswa baik ormawa atau UKM. Kita mau bergiat menyalurkan minat bakat saja betul-betul dibatasi, jadi ini suatu hal yang sangat merugikan”.
Penulis: Sri Fatma Hidayah
Editor: Labibah