Di tengah derasnya arus budaya digital yang menggeser budaya membaca, Pesta Buku Isola 2025 kembali digelar di Gedung Amphiteater, Universitas Pendidikan Indonesia (28/10/2025). Dengan menekankan semangat kolaborasi antar-komunitas literasi, acara ini menggandeng Bandung Book Party dan Baca Bareng UPI sebagai upaya membangun budaya membaca yang lebih hidup.
Acara yang menjadi bagian dari rangkaian Gebyar Bahasa dan Sastra Indonesia (GBSI) 2025 ini menghadirkan kegiatan membaca buku sekaligus ruang berbagi pengetahuan untuk memperkuat gerakan literasi.
Literasi sebagai Gerakan Kolektif
Upaya Pesta Buku Isola 2025 ini sejalan dengan hasil studi Programme for International Student Assessment (PISA) yang dirilis oleh OECD. Dalam studi tersebut, ditunjukkan sekitar 70% siswa Indonesia masih berkemampuan literasi rendah. Kondisi tersebut menjadi keresahan sosial yang perlu disikapi bersama. Oleh karena itu, Pesta Buku Isola hadir dalam mengupayakan peningkatan literasi masyarakat.
“Sebagai bagian dari masyarakat, perlu kita sadari bahwa peningkatan budaya literasi dan penggunaan bahasa Indonesia menjadi tanggung jawab kesadaran kolektif yang dimulai dari individu,” ujar Kartini F. Astuti, narasumber utama dalam sesi lokakarya literasi. “Dari hulu ke hilir, kita perlu turut berkontribusi dalam meningkatkan penggunaan bahasa Indonesia,” tegasnya.
Ia menambahkan, kegiatan mingguan Bandung Book Party membantu masyarakat dalam memperkaya perbendaharaan kata. Baginya, membaca adalah proses memahami makna, sementara menulis menjadi wujud dari pemahaman tersebut.
Kolaborasi: Napas Baru Pesta Buku Isola
Melanjutkan semangat dari kegiatan tahun lalu yang tertuang dalam tulisan Saddam Nurhatami berjudul “Metode Meningkatkan Minat Literasi: Pesta Buku Isola GBSI x Baca Bareng UPI“, tahun ini Pesta Buku Isola hadir dengan wajah baru melalui kolaborasi komunitas literasi yang lebih luas.
Baca juga: Metode Meningkatkan Minat Literasi: Pesta Buku Isola GBSI x Baca Bareng UPI
Jika pada tahun lalu fokusnya pada metode “baca hening” dan sesi berbagi dari komunitas Baca Bareng UPI, tahun ini kolaborasi diperluas hingga tahap pelaksanaan acara. Semangat literasi yang dahulu hadir lewat partisipasi komunitas kini dikembangkan menjadi bentuk kolaborasi yang lebih menyeluruh.
Peran itu tampak jelas melalui Bandung Book Party yang bertugas dalam menghidupkan interaksi peserta, sementara Baca Bareng UPI memandu jalannya diskusi.
Koordinator acara, Maudy, menegaskan bahwa kegiatan literasi akan lebih kuat bila digerakkan oleh berbagai komunitas. “Kami ingin ruang ini menjadi wadah kolaborasi yang terbuka bagi semua komunitas baca di UPI,” ujarnya.
Dari Aksara Sunyi ke Diskusi yang Hidup
Pada sesi lokakarya, sang moderator, Vania Naswa, perwakilan Baca Bareng UPI, mengatakan bahwa kegiatan ini selalu memberi ruang bagi perspektif baru. “Aku merasa menemukan teman diskusi baru yang memiliki pola pikir lebih dewasa dan luas,” ujarnya.
Setelah lokakarya literasi, peserta mengikuti sesi Aksara Sunyi, yaitu membaca hening selama 15 menit dengan buku pilihan masing-masing. Setelah itu, peserta membagikan isi bacaan, mulai dari isu kesehatan mental, kisah perempuan, hingga kritik sosial dalam novel populer.
Salah satu peserta Pesta Buku Isola 2025, Dicky, membagikan pengalamannya ketika membaca buku Sentimentalisme Calon Mayat. Kumpulan cerpen itu menurutnya “berani mengungkap sisi gelap manusia yang kerap disembunyikan.” Diskusi pun berlangsung hangat dan interaktif sehingga menunjukkan bagaimana literasi tumbuh ketika membaca menjadi wacana bersama.
Kegiatan ini diakhiri dengan permainan bertema literasi. Pembawa acara memberikan satu huruf secara acak. Kemudian peserta diminta menuliskan judul buku dan nama penulis sebanyak mungkin dalam waktu singkat. Suasana pun berubah riuh dan bersemangat.
Refleksi
Meskipun diselenggarakan dengan meriah dan penuh antusias, satu kegiatan saja belum cukup untuk menyelesaikan persoalan literasi bangsa. Budaya membaca serta penggunaan bahasa Indonesia yang baik memerlukan waktu dan kebiasaan yang harus terus dipelihara.
Pesta Buku Isola 2025 menjadi pengingat bahwa kampus sebagai ruang intelektual tidak boleh abai terhadap menurunnya minat baca dan melemahnya sensitivitas berbahasa. Meski demikian, kolaborasi komunitas yang terjalin dalam kegiatan ini menghadirkan harapan baru, yaitu tumbuhnya gerakan literasi yang menjadi kekuatan bersama.
Apabila ruang-ruang seperti ini terus dibuka dan dihidupkan, kegiatan membaca akan terus berkembang dari aktivitas individu menjadi kesadaran kolektif untuk menjaga pengetahuan dan merawat bahasa Indonesia.
Penulis: Alya Khairina Hartono
Editor: Anatasya Solin Indah Duniandana




