Tren Sastra Digital: Media Sosial dan Perubahan Pola Baca-Tulis Gen Z

Media sosial telah mengubah kebiasaan literasi generasi muda, terutama Gen Z. Generasi yang lahir di era digital ini hidup dalam dunia yang saling terhubung, di mana informasi, hiburan, dan komunikasi dapat diakses hanya dengan beberapa ketukan jari. Dalam konteks ini, menulis dan membaca pun mengalami transformasi besar. 

Platform digital seperti Instagram, Twitter, TikTok, dan Wattpad telah menjadi ruang baru bagi Gen Z untuk menulis dan membaca. Mereka tidak lagi bergantung sepenuhnya pada buku cetak atau koran untuk mendapat bacaan. Sebaliknya, tulisan-tulisan singkat di media sosial yang seringkali penuh dengan emosi atau inspirasi menjadi pilihan utama. Dalam batas karakter Twitter, misalnya, Gen Z terlatih untuk menyampaikan ide bahasa dengan padat namun sirat akan makna. Begitu pula di Instagram, puisi pendek atau kutipan reflektif yang dilengkapi elemen visual menjadi lebih ekpresif.

Bagi generasi ini, media sosial tidak hanya menjadi tempat untuk membaca tetapi juga untuk menulis. Hal tersebut menjadi angin segar bagi Gen Z yang senang menulis dan membaca. Banyak dari mereka menuangkan isi hati dalam story Instagram, menciptakan puisi mini, atau membagikan cerita fiksi di platform digital seperti Wattpad. Berbagai karya tulis tersebut termasuk pada sastra digital, dimana karya sastra telah berkolaborasi dengan platform digital sebagai media baca yang baru.

Mengenal Lebih Jauh Sastra Digital

Sastra digital telah menjadikan siapa saja dan di waktu kapan saja seseorang bisa menulis. Bahkan, tanpa harus melalui prosedur penerbit mayor yang cukup rumit. Respon langsung dari audiens melalui komentar, likes, atau share memberikan motivasi tambahan, meski terkadang menimbulkan tekanan untuk selalu menghasilkan karya yang “diterima.”  Maka dari itu, tidak jarang Gen Z yang aktif menulis di media digital terkadang lebih menunjukkan tema cerita yang sedang viral atau relevan di era sekarang. Meski begitu, tidak semua penulis selalu menyajikan karya sastra dengan tema yang sedang viral, beberapa diantaranya ada yang lebih senang menulis untuk mengungkapkan perasaan, menceritakan suatu peristiwa, maupun mengekspresikan ide dan gagasannya. Berbagai karya tersebut di sajikan dalam tulisan sederhana yang singkat dan padat, yang telah mentransformasikan cara menulis masyarakat.

Namun, media sosial tidak hanya mengubah cara menulis, tetapi juga cara membaca. BookTok, sebuah komunitas pembaca di TikTok, telah membangkitkan minat terhadap buku di kalangan Gen Z. Banyak buku, termasuk karya sastra indie yang sebelumnya terabaikan, kini kembali menjadi bahan diskusi karena rekomendasi singkat dalam format video. Meski demikian, membaca di media sosial memiliki keterbatasan. Tulisan pendek dan instan mungkin tidak memberikan ruang untuk menikmati kedalaman atau kompleksitas yang sering ditemukan dalam karya sastra panjang. 

Baca Juga: INDONESIA DARURAT BUKU BAJAKAN!

Tantangan Sastra Digital

Namun, sastra digital memiliki tantangan tersendiri. Perlindungan hak cipta menjadi isu penting karena karya yang diunggah di media sosial mudah sekali disalin tanpa izin. Selain itu, kualitas tulisan kadang menjadi masalah karena tidak ada proses kurasi. Namun, kita harus tetap mendukung generasi muda, penting bagi kita untuk mendorong keseimbangan antara bebas berkarya di media sosial dan eksplorasi literasi yang lebih mendalam.

Media sosial memang telah membuka peluang besar dalam dunia literasi. Bagi Gen Z, platform ini bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga ruang kreatif yang memungkinkan mereka mengekspresikan ide dan berbagi cerita. Di tengah transformasi ini, sastra tetap memegang peran penting, meski bentuknya kini lebih fleksibel. Media boleh berubah, tetapi semangat untuk menulis dan membaca tetap akan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. 

Penulis: Icha Nur Octavianissa
Editor: Diana

Baca Juga: Metode Meningkatkan Minat Literasi: Pesta Buku Isola GBSI × Baca Bareng UPI