Sikapi Pelanggaran HAM, Mahasiswa Gelar Aksi September Hitam

Bulan September menjadi bulan yang sejak dulu telah menjadi saksi dari barisan peristiwa tragis yang mengguncang tanah air tercinta. Di penghujung bulan ini, Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan (UKSK) membuka ruang bagi rekan-rekan mahasiswa untuk merawat ingatan dan mengampanyekan dengan keras penolakan kekerasan yang dilakukan negara. Aksi ini bernama September Hitam yang berlangsung di Taman Partere UPI Kampus Bumi Siliwangi pada tanggal 21 September 2023. 

Awalnya, aksi akan dilaksanakan di Taman Baretty UPI Kampus Bumi Siliwangi. Namun, setelah melihat kondisi cuaca sekitar yang cukup terik, akhirnya aksi pun dilaksanakan di Taman Partere. Tempat ini menjadi lebih strategis karena mahasiswa yang bersantai di sana dapat turut menyaksikan aksi tersebut. Mahasiswa yang berada di sekitar Taman Partere diajak untuk menyimak orasi terkait pelanggaran HAM dan penampilan lain seperti pembacaan puisi, bernyanyi, stand up comedy, hingga aksi teatrikal. 

Pembacaan puisi “Sajak Sebatang Lisong” karya W.S. Rendra oleh Adinda Putri Chaniavatov

WAHANA MERAWAT INGATAN

Aksi ini banyak menggunakan payung hitam dengan tulisan yang berbeda-beda di setiap payungnya. Tulisan tersebut merupakan kasus-kasus pelanggaran HAM yang diusung dan menjadi fokus dalam Aksi September Hitam kemarin. Beberapa di antaranya bertuliskan “Genosida 1965/1966”, “Penembakan Pendeta Yeremia 19 September 2020”, “Reformasi Dikorupsi September 2019”, dan “Pembunuhan Munir Said Thalib 7 September 2004”. 

Berbagai tragedi keji dan tindakan brutal aparat pada rakyat kecil dinilai belum terselesaikan dengan baik. Masih banyak korban yang tidak mendapat pemulihan sebagaimana mestinya. “Kita tidak boleh lupa bahwa kasus HAM ini banyak yang belum diselesaikan atau diadili atau mendapatkan pemulihan dari negara atas korban-korbannya,” jelas Rahma Husna, Ketua UKSK. 

Payung hitam dalam Aksi September Hitam

Selain menjadi wahana merawat ingatan, Aksi September Hitam juga menyediakan kesempatan berekspresi bagi para mahasiswa. Mereka memberi ruang bagi siapa saja yang ingin menampilkan sesuatu terkait tema aksi tersebut. Bermodal pengeras suara/toa, para penampil menyumbangkan kreativitas mereka di ujung Taman Partere, salah satunya Alief, penampil yang membawakan lagu Air Mata Api dari Iwan Fals. 

Saat diwawancara, Alief mengungkapkan pendapatnya, “Mahasiswa sekarang sepi, ya. Hari ini mahasiswa ke mana, mahasiswa memikirkan apa, mahasiswa tuh lihatnya apa. Jadi,  kali ini aku berdiri sebagai angkatan 2022, dengan besar impian, semoga ada penerus akang teteh yang ada di sini, yang mungkin angkatan 19, 20, dan masih punya kemauan untuk menyuarakan hal-hal seperti ini.”

Tidak hanya Alief, masih banyak pihak lain yang juga turut mendukung aksi ini. “Cukup bagus dan perlu kita rawat dan terus dibesarkan bersama-sama dengan elemen-elemen mahasiswa lain, sehingga mahasiswa UPI secara umum, sebelum nantinya ke aksi-aksi di luar. Kita pun selaku mahasiswa UPI bisa paham terkait dengan apa yang menjadi isu di bulan September ini dengan identik berbagai pelanggaran HAM yang sampai saat ini masih belum tuntas dan juga masih sering terjadi sampai saat ini,” ungkap Nasrul, perwakilan BEM REMA UPI. 

PEMBACAAN PRESS RELEASE

Aksi September Hitam diakhiri dengan pembacaan press release oleh Adinda Putri Chaniavatov yang berisi sebagai berikut;

  1. Mendesak Presiden dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia untuk mengevaluasi dan mencabut projek Rempang Eco-City sebagai Projek Strategis Nasional. Alasannya, projek tersebut hanya akan menjadikan masyarakat sebagai korban dan melanggengkan krisis sosio-ekologis
  2. Mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau untuk segera membebaskan sejumlah warga yang ditahan, menarik seluruh aparat bersenjata dari lokasi konflik, dan menghukum aparat yang terbukti terlibat dalam tindak kekerasan, penangkapan serta gas air mata
  3. Mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk bertanggung jawab dengan tetap mengedepankan perspektif HAM. Caranya dengan melakukan pemulihan kepada perempuan, anak-anak, dan warga yang terdampak brutalitas

Berlangsungnya Aksi September Hitam ini mengundang cukup banyak simpatisan. Mereka menuliskan suara-suara dan pesan-pesan untuk pemerintah dalam satu spanduk putih besar, misalnya, “Keadilan sosial bagi rakyat yang mana? Berlindung pada siapa, ya? Negara berdosa.

Penulis: Sri Fatma Hidayah

Editor: Laksita Gati Widadi

Baca Juga: Aksi Sejuta Buruh 2023: Upaya Mencari Keadilan Buruh yang Telah Tercuri!