Masa lalu dan masa sekarang
Masa-Masa – The Adams
‘kan kita kenang di masa yang datang
Mungkin penggalan lagu milik band indie rock Indonesia The Adams mewakili perasaan saya sebagai salah satu insan yang saat ini tengah berhuni di sebuah rumah yang sering kita sebut Hima Satrasia. Himpunan Bahasa dan Sastra Indonesia yang mulai mengepakkan sayapnya pada 28 April 1963. Tanggal dan tahun yang disepakati dengan mengambil momen ketika penyair legendaris Chairil Anwar mengembuskan napasnya untuk yang terakhir kali dan dari segelintir arsip lama yang masih ditemukan pasca terbakarnya gedung Pentagon (pusat kegiatan kemahasiswaan kala itu).
Hima Satrasia dengan segala manis dan getirnya akan terus menghantui jiwa-jiwa insan yang pernah menghabiskan separuh masa kuliahnya untuk menemukan dirinya yang lain yang tidak bisa mereka jumpai di bangku perkuliahan. Sebegitu pekik, jenuh, dan rumitnya rumah yang saya tinggali ini, tidak dapat dipungkiri bahwa Hima Satrasia meninggalkan begitu banyak jejak harapan dan ambisi mahasiswa untuk merefleksikan kompetensi diri.
Hima Satrasia lahir dari mimpi. Mengapa demikian?
Melalui tulisan ini, saya ingin menyampaikan bahwa untuk saya Hima Satrasia adalah wujud dari seuntai mimpi, mimpi akan sebuah rumah untuk mengembangkan kata yang masih berdiri sendiri lalu menjadi prosa membentuk sebuah kisah kolektif. Hima Satrasia tentunya tidak melayang-layang bagai mimpi di angkasa yang penuh andai-andai. Mimpi akan mengikuti tujuan para pemimpinya, bukan? Begitu pula dengan Hima Satrasia yang memerlukan petunjuk untuk memperoleh mimpinya.
Melalui konstitusi Hima Satrasia yang tercantum dalam Anggaran Dasar (AD) BAB VI, Pasal 10 tentang Tujuan dan Usaha, menyebutkan bahwa Hima Satrasia hadir dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas Maprodi yang ilmiah, edukatif, dan religius. Sederhananya, Hima Satrasia terlahir dari keinginan Maprodi, oleh Maprodi, dan untuk Maprodi Satrasia. Itulah mengapa Hima Satrasia masih tetap berlayar di angkasa untuk menemui mimpi sejatinya.
Hima Satrasia membuktikan kepada saya bahwa keikhlasan diri akan selalu menjadi pondasi utama manusia untuk bertahan menyelami titik-titik kemungkinan dalam hidup. Sejauh saya menyusuri Hima Satrasia meskipun hanya satu warsa lamanya, satu hal yang tidak akan saya lupakan, Hima Satrasia juga mengajari saya tentang sebuah arti kata tegar.
Sekalipun terkadang saya hampir putus asa dan terlintas pilihan untuk berhenti berlayar, tetapi Hima Satrasia selalu memberikan kejutan tak terduga dan memaksa saya untuk bertahan. Begitulah sekiranya gambaran dari beragam dinamika Hima Satrasia yang saya rasakan.
Baca juga: Audiensi Dirmawa: Menyoal Ruang Kegiatan Mahasiswa dan Penghancuran Kampung UKM
Wacana Pemisahan Hima Satrasia
Hima Satrasia adalah salah satu organisasi yang menaungi dua program studi sekaligus, yaitu Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia dan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Berita mengenai wacana pemisahan Hima Satrasia menjadi dua buah organisasi yang berbeda antara kedua Program Studi tersebut bukanlah berita yang mengejutkan bagi Maprodi Satrasia, terkecuali bagi Angkatan 24 yang baru menapakkan kakinya di Bumi Siliwangi belum lama ini.
Pasalnya, wacana pemisahan ini sudah terdengar sejak lama, tetapi baru digencarkan akhir-akhir ini. Dari sanalah muncul pertanyaan mendasar tentang wacana pemisahan ini, apa yang melandasi hadirnya wacana pemisahan ini dan apa dampaknya bagi Maprodi Satrasia?
Menanggapi isu tersebut, Hima Satrasia melangsungkan Forum Angkatan untuk mendiskusikan tentang wacana pemisahan ini pada Jumat (3/1) melalui ruang virtual Google Meeting. Forum tersebut dihadiri sedikitnya sebanyak 44 orang yang merupakan Maprodi aktif Satrasia dari kedua Program Studi tersebut. Bersama Nabila Vinindika, selaku Sekretaris Umum Hima Satrasia 2024 yang memimpin forum angkatan hari itu, Maprodi Satrasia diberikan ruang untuk bertanya dan menanggapi wacana pemisahan tersebut.
Berdasarkan informasi yang dipaparkan oleh Maisie Juanita Rahmah selaku delegasi Angkatan 23, wacana pemisahan Hima Satrasia menjadi dua organisasi dari dua program studi yang berbeda ini berlandaskan pada Peraturan Ormawa dan Statuta UPI. Hal ini dirincikan melalui deskripsi berikut ini.
- AD/ART Hima Satrasia tidak boleh bertentangan dengan Statuta UPI, tercantum dalam BAB III, Pasal V.
- Pengesahan Himpunan harus disepakati atau ditandatangani oleh Ketua Program Studi, tercantum pada Bagian Kedua Pasal 8 dan Pasal 9.
- Pendanaan IUK diberikan kedua Himpunan yang berbeda, tercantum pada Bagian Keempat Pasal 14.
- Memiliki Dosen Pembimbing dari masing-masing Program Studi, tercantum pada Bagian Keempat Pasal 18.
Melalui penjelasannya tersebut, Maisie juga menguatkan pendapatnya bahwa sudah sepatutnya Hima Satrasia bergerak sesuai dengan alur dan Kebijakan Universitas yang tercantum, “menurut saya, wacana pemisahan Himpunan ini tidak hanya keinginan dari masing-masing Program Studi saja, tetapi juga himpunan sudah menyeleweng dari aturan. Kita sudah bukan departemen dan dari Peraturan Ormawa sendiri satu Program Studi harus mempunyai satu himpunan. Jadi, mau bagaimanapun, mau dipertahankan, kita akan tetap berjalan dengan ilegal.”
Pemilihan Opsi Memisahkan Hima Satrasia
Selain membahas latar belakang wacana pemisahan ini, Forum Angkatan juga banyak mengemukakan pendapatnya terkait dampak dan mekanisme apabila keputusan pisah memang pilihan yang paling tepat. Fariel Vernain Layukan selaku Ketua Angkatan 23 turut berpendapat dengan menyampaikan hasil ruang diskusi bersama angkatan 23 dan 24.
“Pagi ini, kami angkatan 23 mencoba berdiskusi bersama angkatan 24 dan merumuskan manajemen risiko sehingga menghasilkan plus dan minus dari pemisahan atau tetap digabungnya Hima Satrasia. Berdasarkan forum diskusi, Angkatan 23 dan 24 cenderung lebih condong pada pemisahan Himpunan. Hal ini beralasan risiko paling minim yang akan kita hadapi adalah pemisahan dan untuk pilihan tetap digabung, minusnya cenderung lebih fatal karena menyeleweng dari Peraturan Ormawa dan Statuta UPI,” ujar Fariel.
Dengan demikian, secara keseluruhan tanggapan Angkatan 23 dan 24 yang nantinya akan meneruskan roda kepengurusan Hima Satrasia lebih cenderung memilih opsi pemisahan dibandingkan opsi tetap digabung dengan mengacu pada manajemen risiko yang telah disepakati ketika forum diskusi.
Baca juga: Evolusi Pendidikan Generasi Beta
Persiapan Pemisahan Hima Satrasia
Sementara itu, tanggapan lainnya yang menyoroti tentang mekanisme pemisahan Hima Satrasia disampaikan oleh Dea Rahmat selaku Ketua Hima Satrasia tahun 2021. Ia turut memberikan saran untuk persiapan pemisahan yang bukan hanya menyoal sepakat atau tidak saja, melainkan juga harus ada blueprint yang akan menjadi pegangan untuk kepengurusan yang baru dengan himpunan yang baru pula.
“Persiapan pemisahan tidak bisa hanya atas dasar sepakat atau tidak saja. Hal ini dikarenakan kita butuh blueprint yang akan menjadi pegangan bagi kepengurusan yang baru. Jadi, saran dari saya, teman-teman boleh membuat Tim Ad Hoc dulu sekarang untuk menghimpun data dan merumuskan pilihan yang tepat untuk wacana pemisahan ini juga dengan strategi kedepannya seperti apa. Hasil keputusan dari Tim Ad Hoc inilah yang nanti dibawa ke Musyawarah Mahasiswa untuk diputuskan pisah atau tidak,” jelasnya.
Pendapat yang diajukan oleh Dea Rahmat ini akhirnya membawa hasil diskusi pada Forum Angkatan dengan menyepakati Tim Ad Hoc akan disahkan pada 10 Januari 2025 untuk merumuskan pilihan yang tepat bagi keutuhan Hima Satrasia kedepannya. Kemudian, Tim Ad Hoc ini nantinya akan difokuskan pada opsi pemisahan. Hal tersebut didasari oleh hasil Forum Angkatan yang lebih cenderung memilih Hima Satrasia untuk pisah dengan berbagai alasan yang telah dipaparkan sebelumnya.
Harapan dari Pemisahan Hima Satrasia
Terlepas dari rumitnya dinamika yang disebut mengancam retaknya tembok kebersamaan kedua Program Studi tersebut, tak dapat dimungkiri bahwa wacana pemisahan ini mungkin saja akan membawa angin segar bagi sistem organisasi yang baru nantinya. Alih-alih menyakitkan, Maprodi Satrasia berharap pemisahan ini akan mendatangkan berbagai peluang menarik lainnya yang sebelumnya belum pernah tereksplor karena terpinggirkan.
Kisah ini belum berakhir, begitupun dengan Hima Satrasia. Hima Satrasia terlahir dari Maprodi, begitu pula keputusan pemisahan ini. Di tangan kitalah Hima Satrasia akan terus berlayar ataukah memilih untuk berhenti di dermaga dan membelah diri menjadi kapal yang baru. Seperti mentari yang tak pernah berhenti menyinari bumi, masa depan Hima Satrasia adalah semesta raya yang menunggu diterangi agar tetap hidup dan bersinar.
Hanya Sedikit kata yang saya tulis, semoga di balik semua ini kita dapat mengambil pelajaran dari secercah makna kehidupan bahwa keindahan tidak selalu terletak pada kesatuan, tetapi bagaimana cara kita merangkul sebuah perbedaan.
Penulis: Jovita Dwi Swistika Murti
Editor: Nabilla Putri Nurafifah