Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI bersama Rumah Kita (Komunitas Peduli Bipolar Indonesia) gelar kegiatan bertajuk Menulis sebagai Media Terapi pada tanggal 27 Agustus 2023 di Olide Coffee, Jalan Bukit Pakar, Kecamatan Ciburial, Kabupaten Bandung.
“Kerjasama antara perguruan tinggi dengan komunitas perlu dilakukan guna membangun sinergi dalam pengembangan sumber daya manusia. Juga, agar perguruan tinggi tidak menjadi menara gading. Upaya ini dilakukan untuk mendukung literasi kesehatan mental bagi orang dengan bipolar maupun kesehatan mentalnya,” tutur Dheka, ketua tim Pengabdian Kepada Masyarakat .
Kegiatan kolaboratif yang diikuti oleh 10 peserta ini menghadirkan 3 narasumber dengan kepakaran yang berbeda-beda. Mulai dari konsep terapi menulis, seputar penulisan kreatif, dan ilustrasi sebagai pelengkap journaling, seluruhnya dikupas tuntas oleh ketiga narasumber. Pertama, Linda Widyastuti, M.Psi., seorang psikolog yang merupakan praktisi sekaligus akademisi. Kedua, Nenden Lilis Aisyah, M. Pd., selaku sastrawan yang juga merupakan seorang dosen di UPI. Ketiga, Daniel Ferry Prasetyo, S.E., selaku seniman dan aktivis kesehatan mental.
Selama sesi pematerian berlangsung, Linda mengatakan, “Menulislah untuk mengekspresikan diri. Jangan memiliki agenda tersembunyi, seperti ingin tenar, tapi jujurlah pada diri sendiri. Jangan menulis untuk mendapat kekayaan, menulislah agar lebih termotivasi. Menulislah bukan untuk memenangkan hadiah dan memuaskan orang lain, menulislah untuk mempelajari sesuatu tentang diri sendiri.” Hal-hal tersebut perlu diperhatikan agar terapi menulis berjalan efektif dan terasa manfaatnya. Sejatinya, hati yang terbuka menuntun kita pada sikap jujur terhadap diri sendiri. Apabila kejujuran ini sudah tertuang dalam tulisan, hal itu akan terasa telah membebaskan kita dari pikiran dan perasaan yang mudah termanipulasi. Pengetahuan seputar terapi menulis menjadi modal dasar untuk seseorang meretas lapisan-lapisan terdalam pikiran dan perasaannya.
(Sesi Pematerian Kegiatan Menulis sebagai Media Terapi)
Baca juga: Titik Terang Kenapa Kuliah Mahal, Sebuah Resensi Buku Karya Panji Mulkillah
Dalam cakupan penulisan kreatif, perjalanan ini didukung oleh unsur imajinasi dan kebebasan berekspresi. “Secara empirik, saya menyaksikan dan mengenal orang-orang berhasil keluar dari kondisi tragis dirinya dengan menulis. Sebagai contoh, seorang teman saya berhenti dari kecanduan narkoba dan melakukan kejahatan setelah rutin menulis puisi. Bahkan, dia sudah menerbitkan puisi-puisinya itu dalam antologi puisi tunggalnya. Puisi-puisinya ini menjadi semacam katarsis bagi pertobatannya,” ucap Nenden yang meyakini bahwa menulis juga dapat menjadi terapi bagi para penulis itu sendiri. Dari peristiwa ini kita belajar bahwa pengalaman atau luka masa lalu yang dibingkai dengan unsur-unsur kreatif seperti imaji, misalnya, membuka ruang untuk ekspresi yang otentik juga spontan. Penulisan kreatif menjembatani emosi, kondisi mental, dan spiritualitas penulis dengan jalan kesembuhan jiwanya.
“Belum banyak kegiatan yang mengoptimalkan kemampuan orang-orang dengan isu kesehatan mental. Kalau ikut kegiatan pelatihan di luar ‘kan kasihan harus mengeluarkan uang banyak. Makanya ada kegiatan pengabdian kepada masyarakat seperti ini tentu harus dimanfaatkan,” tutur Daniel, narasumber sekaligus pengurus komunitas Rumah Kita.
Selain membekali peserta dengan ilmu yang berharga, pelatihan ini juga memberdayakan para peserta yang merupakan orang dengan gangguan bipolar. “Acara ini bagus banget apalagi buat orang-orang seperti kami, para penyintas,” ungkap Rere, salah satu peserta ketika ditanya kesan selama mengikuti kegiatan.
Secara keseluruhan, pelatihan ini berjalan dengan baik dan lancar. Antusiasme dan partisipasi aktif para peserta cukup menggambarkan semangat mereka untuk bangkit dan pulih. Oleh karena itu, menulis dapat menjadi media terapi sekaligus pintu bagi diri kita untuk bebas berbicara dengan jiwa.
Penulis: Dine Hasya Dwifa
Editor: Laksita Gati Widadi
Baca juga: Bilingualisme pada Anak Dilihat dari Kacamata Psikolinguistik, Menguntungkan atau Malah Merugikan?