Pendidikan nonformal memberikan keleluasaan seseorang dalam mengeksplor dirinya tanpa terpacu pada keformalan pendidikan yang mengikatnya. Ini merupakan aspek yang signifikan dari pengalaman belajar. Sekarang belajar tidak harus di kelas saja, tetapi di luar kelas pun seseorang diberi kebebasan untuk belajar hal yang diminatinya. Hal ini menjadi bahasan dalam acara #Generasi Campus Roadshow Bandung.
Acara #Generasi Campus Roadshow Bandung diselenggarakan oleh Narasi yang berkolaborasi dengan Grab Indonesia. Kegiatan ini dihadiri ribuan golongan muda dari Kota Bandung dan sekaligus menjadi tempat terakhir yang dikunjungi oleh Narasi. Acara ini diramaikan oleh Najwa Shihab sebagai pendiri Narasi, penulis novel Dee Lestari, dan aktor ternama Nicholas Saputra di Gymnasium UPI pada Senin 4 November 2024.
Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Dr. Didi Sukyadi, M.A., memberi sambutan dan dukungan penuh terhadap acara #Generasi Campus Roadshow Bandung. Beliau berharap semoga kegiatan ini bisa dijadikan contoh positif. “Mudah-mudahan dengan berinteraksi sekarang ini kita bisa mengambil contoh dan bisa sesukses Mbak Nana, Dee Lestari, dan Nicholas,” ucapnya.
Pada sesi talkshow bersama ketiga bintang tamu dengan tema “POV/XYZ: Generasi Bicara Generasi”, mereka berbagi pengalaman hidup selama menjadi mahasiswa. Tentunya, pengalaman ini disampaikan untuk menjembatani antargenerasi di tengah perbedaan culture dan generational gap. Salah satu topik yang diangkat yaitu mengenai seberapa penting pendidikan nonformal. Dalam hal ini, pendidikan nonformal mengacu pada kebebasan seseorang dalam mengeksplorasi kreativitas atau passion yang diminatinya di luar pendidikan formal.
Keterampilan Hidup yang Didapat melalui Pendidikan Nonformal
Najwa mengatakan kemampuan berkomunikasi, meyakinkan orang lain, berargumen, dan bersosialisasi merupakan soft skills yang diperoleh dari pendidikan nonformal. “Kalau ditanya seberapa penting, ya sangat penting. Saya merasa keterampilan hidup lebih banyak saya dapat ketika saya aktif berkegiatan di luar ruang kelas dan di luar bangku kuliah,” ujarnya. Selain itu, Najwa mengingatkan kepada sivitas akademika bahwa jangan jadikan kampus sebagai tembok yang memenjarakan kreativitas mahasiswa. Meskipun seseorang dituntut untuk menyelesaikan pendidikan, tetapi tidak menutup kemungkinan ia mempelajari hal-hal baru dalam hidupnya yang belum pernah ia coba atau bahkan mencari jati diri yang sebenarnya. Selain tempat untuk kuliah, kampus juga bisa menjadi tempat kita untuk mengeksplorasi kreativitas diri dalam menambah pengalaman.
Lantas, Apakah Pendidikan Nonformal Dapat Menghambat Pendidikan Formal?
Nicholas Saputra membagikan pengalaman semasa kuliah bahwa menurutnya pendidikan formal dan nonformal itu sama pentingnya. Semasa kuliah, Nicholas mengampu pendidikan sembari main film. Ia pernah ditanya oleh dosen mengenai pilihan antara bermain film (passion) atau menjadi arsitektur (pendidikan formal). Nicholas menjawab bahwa ia ingin bisa menjadi keduanya. Karena, ia merasakan kedua hal ini dapat menambah wawasan serta pelajaran yang bisa diterapkan dalam hidupnya, “Ketika belajar sesuatu yang formal dan nonformal ini, maka akan memperkaya diri kita nantinya,” ungkapnya. Dalam kesibukannya, ia dapat mengatur waktu dengan baik sehingga ia bisa berkembang dengan bermain film maupun kuliah arsitektur.
Jika Pendidikan Nonformal Lebih Diminati, Maka Bagaimana dengan Pendidikan Formal?
Sangat wajar ketika seseorang lebih menyukai sesuatu yang ia pelajari secara informal karena itu bukanlah tuntutan, melainkan kesenangan dalam menjalaninya. Ketika Dee Lestari merespon mengenai hal ini, ia mengutarakan hal-hal positif yang didapatkan selama belajar di bangku kuliah, “Saya belajar untuk tidak pernah menyerah, menyelesaikan apa yang saya mulai, dan bertanggung jawab sebagai mahasiswa,” tuturnya. Sebagai contoh, mahasiswa harus mempertanggungjawabkan kewajibannya melalui skripsi. Dengan demikian, akan tercipta sistem berpikir yang terstruktur dan ketangguhan dalam menghadapi rasa malas. Sesuatu yang telah dimulai menjadi tanggung jawab yang harus diselesaikan.
Penulis: Saddam Nurhatami Umardi Putra
Editor: Muhammad Hilmy Harizaputra
Baca juga: Hari Sarjana Nasional: Ketika Pendidikan Tinggi Menemui Tantangan Pasar Kerja