Kabar bahwa Jakarta dinobatkan menjadi Kota Sastra oleh UNESCO sangat menarik perhatian. Apresiasi berupa ucapan selamat kepada Jakarta membanjiri beranda sosial media sebab Jakarta menjadi satu-satunya kota dari Indonesia yang dinobatkan menjadi City of Literature oleh UNESCO pada tanggal 8 November 2021 bersama dengan sekitar 40 kota lainnya.
Pemilihan Jakarta sebagai Kota Sastra dilihat dari sejarah yang panjang. Mulai dari sejarah literasi kota Jakarta yang terekam dengan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), berdirinya Balai Pustaka, serta hadirnya sastrawan terkenal seperti Chairil Anwar yang karyanya melanglang buana di seluruh Indonesia. Puisi berjudul “Aku” karya Chairil Anwar bahkan kerap ditemukan di buku sekolah dasar. Dinobatkannya Jakarta sebagai kota sastra diharapkan dapat menjadi cerminan bagi kota lain dan motivasi bagi kota Jakarta itu sendiri untuk meningkatkan kualitas bacaan dan juga tempat-tempat sebagai ruang berekspresi agar tidak sekedar titel semata.
Adanya titel Kota Sastra pada Jakarta menimbulkan banyak pertanyaan, seperti seberapa jauh warga membaca buku dan apa saja buku yang dibaca. Dalam dunia kesusastraan di Indonesia, selalu ada pengkategorian terhadap karya sastra. Semoga saja buku-buku bacaan yang dianjurkan pemerintah tersebut adalah buku dari berbagai kategori sehingga pengetahuan masyarakat bertambah.
Harapan lainnya adalah dengan penobatan Jakarta sebagai Kota Sastra yang mungkin saja bacaannya lebih keren, akan membentuk masyarakat yang cakap dalam menghadapi permasalahan-permasalahan sosial dan bentuk ketidak adilan yang ada di sekitarnya. Apakah itu harapan yang berlebihan atau sah-sah saja? Sebab biasanya kesadaran tersebut terbentuk karena membaca. Membaca yang dimaksud juga tentu membaca karya dari berbagai kategori yang dapat memberi kesadaran akan hal tersebut. Akhir kata, selamat kepada Jakarta City of Literature, dan sebagai kota yang menyandang gelar tersebut semoga bisa memicu masyarakat di seluruh Indonesia untuk giat lagi dalam membaca serta revitalisasi dalam segala bidang untuk kepetingan literasi.
Baca juga: Melihat UPI Bekerja: “Tamu” Adalah Raja dan Tugas Kita Cukuplah Membayar Upetinya
Penulis : Kiki Amalia
Editor : Algina Shofiyatul Husna