Menilik Sebuah Perbedaan: Lirik Lagu, Puisi, dan Musikalisasi Puisi

Dewasa ini, banyak lagu-lagu yang memiliki lirik puitis. Mungkin ini dimulai sejak munculnya tren naik gunung-kopi-senja atau saat-saat di mana musik bergenre Folk sedang naik daun di Indonesia. Beberapa musisi memang bisa disebut sebagai pelopor dari munculnya tren ini. Mulai dari Payung Teduh, Fourtwnty, Nadin Amizah, dan sebagainya.

Secara tidak langsung, munculnya tren ini membuat orang-orang kerap menyamakan lirik-lirik lagu yang puitis dengan puisi. Tetapi, ini mungkin bukan pertama kalinya. Bob Dylan, musisi yang mengangkat musik genre Folk ke permukaan memang memiliki lirik-lirik yang puitis dan seringkali disebut sebagai penyair. Begitu juga dengan Jim Morrison. Mereka memang benar-benar beberapa kali menulis puisi, bukan hanya sebuah lagu.

Istilah musisi, penulis lagu, atau lirik lagu tidaklah sama dengan penyair. Penulis lirik lagu menciptakan lagu, sedangkan penyair menciptakan puisi. Oleh karena itu, mau bagaimanapun puitisnya sebuah lirik lagu, hal itu tidak akan bisa disamakan dan disebut sebuah puisi.

Kita bisa mengakui Bob Dylan atau Jim Morrison sebagai penyair ataupun musisi karena karya mereka dalam menulis puisi dan lirik lagu. Akan tetapi, kita tidak bisa menyebut Nadin Amizah sebagai penyair. Nadin hanyalah menulis lirik lagu, bukan puisi. Bukan masalah penyair A atau musisi B yang ingin saya bahas. Namun, lebih jauh tentang perbedaan antara lirik lagu dengan puisi.

Sebuah Perbedaan

Apa yang menjadi patokan bahwa sebuah teks disebut sebagai puisi? Dan bukan sebagai lirik lagu? Jawaban yang dapat diperkirakan ialah tampaknya seperti sajak, ada rimanya. Jawaban lainnya mungkin saja berbunyi: penggunaan bahasanya puitis, seperti Chairil Anwar yang menulis puisinya.

Tiga jawaban di atas adalah benar. Tetapi, apakah lagu juga memiliki rima dan lirik puitis? Ya, benar. Satu-satunya jawaban yang tidak condong terhadap puisi dan lirik lagu adalah jawaban terakhir. Lantas, apakah hanya tergantung pada siapa penciptanya saja yang membuat perbedaan antara puisi dan lirik lagu? Jawabannya, mungkin saja.

Ciri-ciri tradisional yang sering dihubungkan oleh para pembaca mengenai puisi ialah irama, rima, kiasan, dan bentuk khusus penggunaan bahasa lainnya. Salah satu konvensi dalam menulis puisi yang digunakan penyair adalah irama, yaitu kemampuan membangun unsur musik dalam puisinya.

Baca juga : Resensi Buku Teori Kesusastraan Karya Rene Wellek dan Austin Warren

Dari sini, kita bisa tahu bahwa sebuah puisi dan lagu memang memiliki beberapa ciri yang sama. Perbedaannya terletak pada materi dasar pembentukan musik itu sendiri. Musik pada lagu dibentuk oleh nada dan melodi, sedangkan puisi oleh kata dan komposisi kata.

Singkatnya, lirik lagu dengan sengaja dan secara sadar ditulis oleh penulis lagu yang ditujukan pada suatu teks yang dinotasikan dengan nada-nada tertentu dan dibentuk oleh melodi. Sementara itu, puisi dibentuk oleh irama, rima, kiasan, dan lain sebagainya yang ditujukan untuk dibaca. Kemudian, bagaimana dengan musikalisasi puisi?

Puisi memiliki hakikat, yaitu pembacaan. Pembacaan dalam puisi diperlukan karena puisi mengandung sistem kode-kode bahasa, kode budaya, dan kode sastra yang rumit dan kompleks.

Puisi mempunyai aliran surealis, misalnya saja puisi-puisinya Arthur Rimbaud. Puisi-puisi surealis biasanya sulit dipahami menggunakan logika. Tetapi, dengan segala bentuk ketidaklogisan itu puisi-puisinya masih tetap bisa dipahami sesuai interpretasi para pembaca.

Sementara itu, lagu yang hakikatnya memang untuk didengarkan bisa saja memiliki lirik yang tak ada artinya, tetapi justru memiliki nada-nada yang bisa dinikmati oleh pendengaran kita. Contoh kecilnya lagu berjudul “I Am the Walrus” karya The Beatles —silakan maknai sendiri liriknya.

Seperti yang ditulis di atas, puisi sendiri memiliki unsur musik di dalamnya, yaitu irama. Puisi yang baik memiliki suasana yang kuat dari iramanya. Lebih dari itu, musikalisasi puisi yang baik seharusnya mampu membangkitkan dan mengikuti suasana puisinya, bukan suasana puisi yang mengikuti suasana musiknya.

Berangkat dari pembacaan puisi itulah, sebuah musikalisasi puisi adalah puisi yang dialihwahanakan menjadi seni musik. Ia tidak bisa disebut sebuah lagu. Dengan demikian, puisi hakikatnya adalah untuk dibaca, lagu untuk didengarkan, dan musikalisasi puisi adalah alih wahana hasil dari pembacaan sebuah puisi.

Baca Juga: Meracik Musik dan Puisi Menjadi Hidangan Spesial

Penulis: Reihan Adilfhi Tafta Aunillah
Editor: Aulia Aziz Salsabila