Dee Lestari mendatangi Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBSI), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sekaligus turut membedah buku antalogi "Tanpa Rencana" karyanya.

Menulis Kreatif Ala Dee Lestari: Antologi Buku “Tanpa Rencana”

Antologi “Tanpa Rencana” merupakan karya Dee Lestari yang ke-18 sekaligus menjadi karya terbarunya di tahun 2024. Dalam memperkenalkan karyanya, Dee Lestari berkunjung ke berbagai tempat sebagai bentuk perjalanan dan pengenalan karya. Salah satu tempat yang dikunjunginya yakni Auditorium Fakultas Bahasa dan Sastra Indonesia (FPBS), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Dalam kunjungannya ke FPBS UPI, Dee Lestari beserta tim penerbit Mizan dan Bentang Pustaka berkolaborasi dengan Komunitas Arena Studi Apresiasi Sastra (ASAS). Kolaborasi tersebut menghadirkan sebuah acara yang bertajuk “Bedah Buku Karya Dee Lestari Tanpa Rencana” dengan tujuan meningkatkan pengetahuan kepenulisan di lingkungan pendidikan.

Selain itu, seperti yang disampaikan Faqih Alhakim, Ketua Pelaksana dari ASAS, bahwa acara ini juga memperluas jejaring Komunitas ASAS kepada masyarakat dalam menumbuhkan minat kesusastraan di lingkungan UPI dan sekitarnya.

“Tujuan diadakannya acara ini untuk meningkatkan pengetahuan mengenai kepenulisan dan menjaga gairah kesusastraan di UPI,” tuturnya.

Proses Menulis Kreatif “Tanpa Rencana” Karya Dee Lestari

Dee Lestari menyampaikan proses menulis kreatif antologi “Tanpa Rencana” dalam acara itu. Antologi ini pertama kali ditulis tahun 2020 yang memuat cerpen dan puisi di dalamnya. Faktanya, Dee menciptakan karya ini memang tanpa rencana. Hanya terbesit dalam pikiran dan menjadikannya sebuah cerita.

“Proses kreatifnya memang sesuai dengan namanya, Tanpa Rencana. Bukan artinya buku ini tanpa rencana apa-apa, tetapi tulisan ini terbentuk secara spontan. Apapun yang hinggap di benak saya, saya tuliskan,” ujarnya.

Baca Juga: Berkenalan dengan Burung Merak yang Berkicau untuk Keadilan, W.S. Rendra

Masing-masing penulis tentunya memiliki ciri khas tersendiri dalam menyelesaikan tulisannya. Misalnya, Dee Lestari memiliki metode efektif ketika berkarya. Dalam diskusinya bersama civitas akademik UPI, ia menjelaskan menulis kreatif ala Dee Lestari yang dinamakan masa berkarya.

5 Tahap Proses Menulis Kreatif yang Unik dan Efektif

Masa berkarya merupakan perjanjian waktu terhadap karya yang telah dimulai. Ketika memulai, penulis harus berkomitmen bahwa tulisan itu harus selesai. Dee menjelaskan proses menulis kreatif yang unik dan efektif dalam 5 tahap.

  1. Menentukan tenggat waktu (deadline)
    Tidak ada karya yang sempurna, yang ada hanyalah karya yang selesai dan tidak selesai. Tujuan akhir yang dituju adalah kata tamat. Penulis akan mulai bulan apa dan selesai bulan apa.
  2. Konsisten
    Patuhi masa berkarya. Penulis tidak akan menulis satu kalimat pun tanpa tahu harus selesai kapan. Hargai tenggat waktu (deadline) yang sudah dibuat dengan niat akhir tulisan itu selesai. 
  3. Rasa syukur
    Menghargai setiap hal-hal kecil di sekitar. Seperti bersyukur cuaca cerah, bersyukur ada pohon hijau, dan bersyukur masih diberikan nafas untuk melihat kehidupan. Selain itu, belajar untuk menikmati setiap waktu yang diberi Tuhan kepada kita.
  4. Beri waktu sakral
    Perlakukan waktu menulis sebagai waktu yang sakral dan prioritas, seperti waktu sembahyang yang tidak boleh ditinggalkan sama sekali. Sama seperti menulis, jadikan menulis sebagai waktu yang sakral untuk menekankan kegiatan menulis tidak boleh disepelekan. Misalnya, beri satu jam sakral setiap hari yang ditujukan untuk menyelesaikan tulisan. Ketika memberi batasan, maka akan ada tekanan yang kuat. Kalau tidak ada tekanan dalam menulis, maka tulisan akan mengalir tanpa diarahkan. Tidak ada target akhir.  
  5. Bentuk refleksi
    Jadikan menulis sebagai bentuk refleksi diri atas semua yang telah dikerjakan. Jangan terlalu puas dengan faktor luar seperti buku yang diterbitkan, ada meet and greet, atau pujian terhadap proses menulis. Justru, apresiasilah diri sendiri bahwa tulisan itu telah selesai dilakukan dalam waktu yang konsisten. Tulisan itu adalah cerminan dari apa yang telah dikerjakan selama ini. Puaslah dengan hal itu.

Ketika semua itu sudah dijalankan selama proses menulis, maka akan didapatkan hasil kerja keras yang berbuah manis. Dengan kehadiran Dee pada diskusi buku “Tanpa Rencana”, semoga dapat menumbuhkan semangat dalam mengembangkan kesusastraan Indonesia sehingga menjadi motivasi untuk memiliki gairah tentang dunia kepenulisan. 

Penulis: Saddam Nurhatami Umardi Putra
Editor: Laksita Gati Widadi

Baca Juga: Tren Sastra Digital: Media Sosial dan Perubahan Pola Baca-Tulis Gen Z