Perfect Blue (1997): Sebuah Panduan Menjadi Penggemar yang Baik

Di tengah perkembangan globalisasi yang semakin masif serta teknologi yang semakin maju, masyarakat kini dapat dengan mudah mengakses berbagai pilihan hiburan berdasarkan selera mereka di internet. Salah satu hiburan di antara beragam hiburan yang hadir ialah memiliki idola. Idola memengaruhi dunia dengan cepat, terutama di Asia dengan Korea Selatan dan Jepang sebagai pionirnya. Popularitas mereka merambah dengan cepat karena adanya keunikan dan hal baru dari setiap idola, yang berhasil menarik hati banyak orang melalui berbagai cara. Hingga akhirnya, terbentuklah komunitas penggemar yang lambat laun semakin meluas.

Karier seorang idola sangat bergantung pada penggemarnya. Kasarnya, penggemar adalah orang yang menggaji mereka. Oleh sebab itu, terkadang terdapat beberapa penggemar yang melewati batas dan merasa memiliki kuasa penuh terhadap idolanya, boneka cantik nan sempurna yang tidak boleh diusik. Hal semacam ini tentu tidak boleh sampai terjadi karena secara langsung ataupun tidak, telah mengambil hak seorang idola sebagai manusia. Selain itu, akan berdampak negatif bagi kedua belah pihak.

Perfect Blue, sebuah film animasi berdurasi 81 menit yang disutradarai oleh Satoshi Kon merupakan salah satu contoh visualisasi akibat dari pelanggaran atas hak kemanusiaan yang dimiliki oleh seorang idola. Meskipun usianya sudah melebihi 20 tahun–pertama kali dirilis pada 5 Agustus, 1997–permasalahan yang termuat dalam film animasi Perfect Blue masih relevan dengan beberapa perilaku penggemar tidak sehat (toxic), yang ironisnya masih menjadi masalah hingga kini.

Secara garis besar, film animasi Perfect Blue menceritakan tentang Mima Kirigoe, seorang anggota grup idola CHAM! yang memutuskan untuk hengkang dari dunia musik guna merintis kariernya sebagai aktris. Namun, hal tersebut tidak disetujui oleh orang sekitar dan beberapa fans-nya. Ia sendiri tidak dapat mengikhlaskan kegiatan ‘banting setir’ yang tidak hanya mengubah perjalanan kariernya, tetapi juga imejnya sebagai publik figur. Hal tersebut menyebabkan pergulatan dalam batin Mima, diperparah dengan situasi dan kondisi di sekitar Mima yang sama sekali tidak mendukung.

Memfokuskan pada salah satu karakter penggemar dalam film animasi yang menamai dirinya sebagai Me-Mania, berikut adalah beberapa perilaku tidak sehat (toxic behaviour) penggemar yang dapat membawa pengaruh buruk dan tidak dianjurkan untuk kamu tiru sebagai seorang penggemar yang baik.

Figur 1. Me-Mania memantau Mima, idolanya, dari kejauhan

Yang pertama dan utama: hargai privasi idolamu. Sudah merupakan common sense dan tidak berlaku pada seorang idola saja, melainkan seluruh manusia. Pada potongan cuplikan di atas, terlihat Me-Mania yang sedang melihat ke arah Mima Kirigoe, mantan anggota grup idola CHAM! yang memutuskan untuk menjadi aktris, dengan senyuman penuh arti. Pada poin ini, Me-Mania telah berulang kali melakukan hal yang sama sehingga pada bagian selanjutnya, Mima merasa tidak asing dan setelah menyadarinya, ia langsung bergidik ngeri. Secara denotatif, senyuman Me-Mania yang semakin sumringah seiring dengan ditutupnya pintu lift menunjukan bahwa dirinya tahu dan selalu mengamati apa yang dikerjakan oleh Mima. Dalam konteks ini, seorang penguntit. Hal ini menunjukan bahwa Me-Mania paham betul akan garis batas yang telah ia lewati dan bermaksud mengenal Mima lebih jauh, meski tanpa konsennya sekalipun.

Baca juga : Ketika Tepat Waktu Hanya Menjadi Utopia

Figur 2. Me-Mania menyorot Mima di atas panggung

Pada figur 2, tampak Me-Mania tengah menyorot Mima yang sedang tampil bersama grupnya, CHAM!, di atas panggung dari bagian staf. Figur tersebut menunjukan kesungguhannya dalam mendukung Mima, di mana dirinya rela menjadi staf meskipun secara pribadi lebih menyukai menghabiskan waktu di dalam kamar. Selain itu, tendensi obsesinya dalam ‘mengatur’ Mima terlihat pada bagian ini karena pada bagian selanjutnya, Me-Mania terlihat seperti sedang menggenggam sebuah boneka cantik di tangannya. Terkadang, penggemar lupa bahwa idola yang mereka cintai juga manusia, yang memiliki haknya sendiri untuk bergerak bebas tanpa memedulikan standar yang telah dipasangkan pada mereka.

Figur  3. Kondisi kamar Me-Mania dan bayangan Mima yang memeluknya

Secara konotasi, figur 3 menunjukan kondisi kamar Me-Mania yang dipenuhi dengan foto serta merchandise Mima yang berserakan. Bahkan, ia sedang memperhatikan gerak-gerik Mima dari komputernya. Selain dari hal-hal yang berbau Mima, Me-Mania tidak memiliki banyak barang lain di luar kebutuhan utamanya, selain beberapa baju di bagian samping. Hal ini menggambarkan dirinya yang terlalu tenggelam dalam pesona Mima hingga ia lupa untuk mengurus diri sendiri layaknya seorang manusia. Baginya, yang terpenting adalah ‘mendukung’ idolanya terlebih dahulu. Bayangan Mima yang memeluknya dari belakang merupakan imajinasi bahwa Mima merasa bangga dengan segala ‘usaha’-nya dalam menjaga Mima. Terkadang, beberapa penggemar lupa bahwa hubungan antara dirinya dan sang idola hanyalah sebatas saling mendukung, tidak lebih. Beberapa berpikir bahwa dengan melakukan ‘lebih’, idola mereka juga akan menganggapnya lebih dari sekadar penggemar.

Dari ketiga figur yang telah disediakan, dapat terlihat bahwa perilaku yang dilaksanakan Me-Mania tidak memberikan dampak positif, baik bagi dirinya maupun pada Mima yang merupakan bintang dalam hidupnya. Karena terlalu berfokus pada idolanya, Me-Mania kesulitan mendapat waktu untuk menjalani pekerjaan yang layak ataupun mencari uang untuk memenuhi kebutuhan primernya sendiri. Berbeda pada Mima, dirinya menjadi lebih berhati-hati terhadap sekitar karena merasa tidak lagi memiliki kebebasan dan ruang bergeraknya sendiri sebab ia selalu diintai. Lambat laun, Mima pun kehilangan dirinya sendiri karena tidak dapat percaya pada orang sekitarnya.

Memang tidak ada salahnya mendukung idola yang kita cintai, tetapi penting bagi kita untuk mengetahui batasan dan tidak mengingkarinya. Dengan demikian, baik penggemar maupun idola dapat bersama-sama menikmati interaksi yang terjadi di antara keduanya, tanpa merasa keberatan ataupun tidak nyaman.

Baca Juga : 4 Antologi Puisi Favorit Versi Author Literat

Penulis: Ariqa Muqsitha Syafitri
Editor: Fazya Anindha Srizaky