Toxic Masculinity dalam Film Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas

Istilah toxic masculinity tentunya sudah tidak lagi asing di telinga kita. Namun, apa sih sebenarnya tocix masculinity itu? Toxic masculinity dapat didefinisikan sebagai perilaku sempit terkait peran gender dan sifat laki-laki. Identitas maskulinitas yang identik dengan laki-laki biasanya adalah kekerasan, agresif secara seksual, tidak boleh menangis, dan lain sebagainya. Toxic masculinity ini disebut juga maskulinitas beracun, di mana hal-hal yang berkaitan cenderung melebih-lebihkan standar maskulinitas pada laki-laki.

Nah selanjutnya, udah nonton film yang lagi tren belakangan ini? Film yang diangkat dari novel karya Eka Kurniawan berjudul ‘Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas’ beberapa waktu lalu ditayangkan di bioskop. Setelah saya menonton film tersebut, saya menemukan bahwa isu toxic masculinity dalam film ini cukup kentara.

Film ini menceritakan tokoh bernama Ajo Kawir yang menderita impoten (tidak mempunyai daya untuk bersenggama) dikarenakan suatu peristiwa di masa lalunya. Peristiwa itu menciptakan semacam trauma kepada Ajo Kawir. Saat Ajo Kawir masih kecil, ia dipaksa memasukkan burungnya ke seorang perempuan bernama Rona Merah, perempuan gila yang sering ia kunjungi untuk sekedar diberikan makanan. Sebelum hal itu terjadi, Ajo kecil melihat Rona Merah diperkosa oleh dua laki-laki asing. Setelah kejadian itu, Ajo menderita impoten. Ajo merasa bahwa dirinya tidak bisa dianggap sebagai laki-laki sejati karena kelainannya tersebut.

Seperti yang sudah saya katakan di atas, toxic masculinity salah satunya berkaitan dengan agresif secara seksual. Sedangkan, tokoh Ajo ini berdiri pun tidak mampu, apalagi agresif secara seksual. Hal itu merupakan salah satu unsur toxic masculinity, di mana laki-laki dianggap tidak memenuhi sisi maskulinitasnya apabila ia menderita impoten.

Dalam film ‘Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas’, juga memperlihatkan tokoh laki-laki yang menonjolkan kekerasan. Tokoh dalam film ini cenderung mengedepankan kemampuan bela diri yang mengarah pada hal-hal negatif. Selain itu, tokoh Iteung sebagai istri Ajo Kawir beberapa kali mendapatkan pelecehan oleh laki-laki karena identitasnya sebagai seorang perempuan. Ketika Iteung melakukan balas dendam kepada laki-laki yang memperkosa Rona Merah dan menyebabkan Ajo Kawir menderita impoten, ia malah dilecehkan oleh salah satu laki-laki tersebut. Tokoh laki-laki merasa lebih superior dibandingkan dengan perempuan dan merasa memiliki kuasa terhadap tubuh perempuan, sehingga mereka melakukan kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan. Merendahkan sosok perempuan merupakan salah satu unsur toxic masculinity yang ada dalam film yang disutradarai Edwin ini.

Sebagai masyarakat Indonesia, kita sudah seharusnya memilah hal-hal yang dirasa kurang apik dalam sebuah tayangan. Jangan sampai ada budaya yang masuk ke dalam masyarakat dan menyebar lebih luas karena tayangan yang ditonton. Salah satunya adalah isu toxic masculinity dalam film Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas yang tidak semestinya diterapkan karena membatasi definisi laki-laki dan membatasi pertumbuhannya dalam masyarakat.

Baca Juga : Film Yuni: Upaya Melawan Islam Konservatif

Penulis : Yasmin Afra Shafa Sudirman
Editor : Algina Shofiyatul Husna