4 ALASAN UKT NAIK DAN SEMAKIN SULIT DIGAPAI

Agustus tahun 2022, Kompas melampirkan data kemungkinan kenaikan biaya UKT perguruan tinggi negeri (PTN) akan naik sebanyak 1,3% per tahun dan perguruan tinggi swasta (PTS) sebanyak 9,69 % per tahunnya.

Fakta bahwa UKT sudah mahal, ditambah lagi kemungkinan akan semakin mahal adalah realita yang mengerikan. Kenaikan UKT akan semakin menyulitkan mahasiswa untuk memperoleh hak pendidikan tinggi. Kondisi ini tentu berlawanan dengan asas dan esensi pendidikan tinggi yang tercantum pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (1). Pasal tersebut menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

Lalu, kenapa UKT bisa mahal dan berpotensi untuk semakin mahal? Berikut 4 alasan UKT naik dan semakin sulit digapai.

1. Otonomisasi Perguruan Tinggi

Kebijakan otonomisasi perguruan tinggi berawal dari disahkannya Undang-Undang Pendidikan Tinggi (UU PT) No. 12 Tahun 2012 sebagai pengganti UU BHP. Setelah sebelumnya, rancangan UU BHP ditolak oleh MK. 

Undang-Undang Pendidikan Tinggi memberikan kewenangan otonom pada perguruan tinggi untuk mengelola kampus, utamanya sumber pendanaan mereka. Kebijakan tersebut otomatis menghentikan sumber dana dari pemerintah untuk perguruan tinggi. Penghentian dana dari pemerintah tentu berpengaruh banyak dalam kenaikan biaya kuliah. 

Biaya yang dahulunya ditanggung pemerintah, kini harus ditanggung dan diolah sepenuhnya oleh pihak perguruan tinggi. Hal ini berakibat pada naiknya biaya kuliah yang harus ditanggung oleh mahasiswa. Selebihnya, akan dibahas di poin selanjutnya. 

2. Biaya Operasional = Beban Mahasiswa

Sekitar 85% dari anggaran setiap universitas dihabiskan untuk membayar gaji dosen (SDM) dan sarana prasarana kampus, menurut Manajer Pengembangan Strategis di Binus University, Elisabeth Rukmini, dilansir dari theconversation.com. Hal tersebut berkaitan pula dengan target ideal kampus untuk mendapatkan titel ‘kelas dunia’. Target tersebut akan membutuhkan biaya operasional yang tak sedikit, sehingga kampus harus menaikkan UKT dengan terpaksa.

Kondisi ini memunculkan sebuah permasalahan, sebab banyak kampus yang belum merencanakan rencana keuangan dan model bisnis jangka panjang. “Kita meniru dari segi kualitas dosen harus menulis riset, harus dikutip sampai jurnal internasional dan segala macam, tapi yang tidak dilihat adalah bagaimana struktur pembiayaan di perguruan tinggi yang maju itu,” ungkap Totok dilansir dari theconversation.com.

Belum adanya perencanaan model bisnis jangka panjang membuat beberapa kampus akhirnya menjadikan UKT sebagai sumber utama pendapatan mereka. Padahal, pihak kampus memiliki kewenangan untuk memanfaatkan aset intelektual sebagai sumber pendapatan lain. 

3. Target Idealis Kampus (Akreditasi dan Penelitian)

Dilansir dari Kompas, Mulyono mengatakan bahwa faktor kenaikan biaya kuliah adalah inflasi serta tuntutan perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas lulusannya. Universitas diwajibkan untuk meningkatkan kualitas lulusan sesuai dengan perkembangan zaman.

Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mencapai target tersebut, yakni peningkatan kualitas fasilitas, akreditasi, penelitian, dan publikasi jurnal. Dilansir dari Kompas, akreditasi kedokteran membutuhkan 100 juta, ilmu kesehatan sebanyak 75-85 juta, sedangkan teknik 35-55 juta.

Target untuk mendapatkan titel ‘kelas dunia’ memang perlu perjuangan yang memakan banyak uang. Biaya operasional untuk peningkatan mutu SDM (dosen), fasilitas, sarana dan prasarana kampus meningkat setiap tahun. Inilah harga yang harus dibayar agar lulusan mencapai kualitas yang diharapkan.

4. Bantuan yang Tak Merata

Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah adalah salah satu bentuk bantuan untuk meringankan biaya pendidikan tinggi mahasiswa. Tahun 2020 sendiri, jumlah penerima KIP Kuliah di PTN sebanyak 100.707 orang, sedangkan penerima KIP Kuliah di PTS sebanyak 103.730 orang. 

Dalam penggunaannya, Ketua Umum Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), M. Budi Djatmiko, dilansir dari Kompas, mengatakan bahwa persebaran KIP Kuliah tidak merata. Seharusnya, KIP Kuliah difokuskan pada PTS di daerah masyarakat kurang mampu, sehingga tingkat partisipasi perguruan tinggi meningkat dan penggunaannya juga tepat sasaran.

Penulis: Salsabila Izzati Alia 

Editor: Laksita Gati Widadi

Baca Juga: Istilah Penting Yang Perlu Kamu Tahu Sebelum Menyusuri #10TahunJejakUKT Lebih Lanjut