Disaat Dunia Ganjil Berisi Entitas Unik dan Aneh Dalam Kacamata Dede Wahyudin di Pameran Dunia

DUNIA sebagai tajuk utama Pameran Dede Wahyudin berbicara dunia berisi entitas unik dan aneh, tetapi sekaligus intim dan hangat juga. Dede selalu memberi perhatian kepada golongan lemah dan tersingkir. Pameran Dunia dibuka pada tangggal 18 Januari 2023 di Orbital Dago dengan kondisi sore yang mendung penuh kehangatan para apresiator. Rifky Effendi dan Tisna Sanjaya membuka pameran ini dengan hangat. Tisna Sanjaya berujar terima kasih kepada seluruh elemen yang terlibat hingga akhirnya pameran ini hadir karena Kang Dede Wahyudin ini sudah 18 tahun tidak pameran tunggal. Pameran dibuka dengan simbolis potong tumpeng yang sebelum melihat karyanya pun Dede sudah menjawab dengan rasa kekeluargaan pada simbolis tersebut.

Pada gelaran pameran ini, karya yang disodorkan berjumlah 71 dengan 4 karya berukuran besar dan 67 ukuran kecil. Daffa selaku manajer pada pameran kali ini berbicara proses untuk Pameran Dunia memakan waktu selama 2 bulan. Selain itu, Daffa berujar, “Dede Wahyudin juga memberi potret yang nyata nan begitu kejam terhadap berbagai persoalan sosial dalam masyarakat sekitarnya yang relatable bagi khalayak. Maka dari itu, saya berusaha agar pameran ini terealisasi.”

Baca juga : SAJAK PERTENGKARAN MAHASISWA

Dede Wahyudin bercerita tentang karya-karya yang hadir muncul dengan melihat lingkungan sekitarnya, “Pada prosesnya, saya selalu melakukan metode tanpa model jadi melewati imajiner sendiri. Akan tetapi, dari waktu ke waktu, saya juga menggunakan model-model yang saya temukan di internet sebagian besar karya saya juga kebanyakan ngaguluyur saja tanpa konsep yang harus begini harus begitu tapi ya pada karya saya jadi satu kesatuan.” ujar Dede.

Selaku kurator, Rifky Effendi melihat karya-karya Dede dengan watak yang unik. Drawing-drawing Dede di awal mengingatkan kepada cara penggambaran dunia aneh dalam lukisan-lukisan dan drawing dari abad awal renaisan (abad 16) eropa (Belanda), seperti lukisan Pieter Bruegel the Elder, yang diilhami berdasarkan situasi dan kondisi masyarakat pada saat itu, sekaligus sebagai penafsiran alkitab. Dede dengan kemampuan dasar menggambar hitam-putih membangun suatu gambaran dunia penuh simbol-simbol rumit. Ketidak-adilan, kemiskinan, kekelaman, kegilaan, dan kesusahan menjadi dorongan kuat untuk membicarakan persoalan suatu sisi kehidupan serta menjadi desakan kuat untuk menunjukkan bahwa kesenian tidak harus melulu soal rasa keindahan, apalagi kebagusan, tetapi menjadi suatu dunia estetik yang bisa menghadirkan “komunikasi” kepada para audiensnya. Karya-karyanya menghadirkan suatu “kebenaran di atas kebagusan atau keindahan” yang menjadi salah satu jargon utama realisme S. Soedjojono.

Rizal sebagai salah satu apresiator yang datang melihat hal yang sangat menarik, membawa tema yang berjudul dunia. Kata dunia di sini bisa bermakna yang luas, baik dalam karya yang disajikan maupun pesan yang ingin disampaikan. Kebahagiaan, kesedihan, serta rasa pilu terjadi di dunia. Kang Dede Wahyudin selaku pekarya ingin menyampaikan apa yang menjadi keresahan beliau tentang apa yang terjadi di dunia. Bagi saya sebagai penikmat, pameran ini memberi pengalaman bagaimana saya melihat dunia melalui karya-karya Dede Wahyudin.

Dede wahyudin yang berprofesi menjadi guru sekolah menengah melalui karya-karya yang hadir selalu memberi perhatian kepada golongan lemah dan tersingkir. Hal tersebut ditandai pada setiap karyanya yang selalu melihatkan penindasan serta kemiskinan. Ditunjukkan oleh mata yang dilanda ketakutan juga cukong-cukong yang subur ditandai dengan perut gemuk yang sungguh penuh dengan kepedihan dan kesakitan.

Pameran “dunia” bisa dinikmati dari tanggal 18 Januari—19 Februari di Orbital Dago terbuka untuk umum, mulai dari pukul 09.00 sampai dengan 20.00 WIB.

Penulis: Abdul Azis Zulfikar Karim
Editor: Nenden Nur Intan

Baca juga : Cinta, Kehidupan dan Keputusasaan yang bias dalam EP terbaru Valla “Parti Pris”