2020 menjadi tahun yang penuh dengan hal-hal baru. Salah satunya dalam hal perkuliahan. Sebelum adanya pandemi virus Corona, dosen dan mahasiswa biasa melakukan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka di kampus. Setelah munculnya pandemi virus Corona, kegiatan belajar mengajar dipindahkan ke rumah masing-masing secara virtual. Metode baru tersebut didukung oleh kampus dengan menyediakan aplikasi conference, Zoom, sebagai media utama dalam kegiatan belajar mengajar. Selain Zoom, beberapa dosen juga memberi opsi untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar via aplikasi lainnya, seperti Google Meets dan SPOT UPI.
Untuk mengakses aplikasi-aplikasi tersebut dibutuhkan kuota internet yang cepat dan tidak sedikit. Maka dari itu, kampus memberikan bantuan berupa uang tunai setiap bulannya agar mahasiswa dapat membeli paket internet. Beberapa bulan berselang, Kemendikbud mengeluarkan bantuan berupa paket internet yang dikirimkan langsung ke nomor telepon mahasiswa yang terdaftar. Namun, kedua bantuan ini dirasa masih belum bisa meringankan beban mahasiswa.
Bantuan Uang Tunai
Bantuan ini diberikan oleh kampus UPI pada periode April hingga Juli. Bantuan sebesar seratus ribu rupiah ini, diberikan agar mahasiswa dapat membeli kuota internet setiap bulannya. Bantuan ini biasa keluar pada tanggal 10 atau minggu kedua pada awal bulan. Namun, mahasiswa menganggap bantuan ini masih jauh dari harapan. Jumlah UKT yang tidak diturunkan oleh pihak kampus menjadi alasan utama mengapa bantuan ini masih jauh dari harapan. Beberapa mahasiswa masih harus membayar UKT penuh setiap semester. Sedangkan, fasilitas dan layanan yang dibayarkan melalui UKT, tidak dapat dinikmati sepenuhnya oleh mahasiswa. Sehingga, mahasiswa yang membayar UKT hingga jutaan rupiah, merasa tidak diuntungkan oleh bantuan ini.
Bantuan Kuota Belajar dan Internet Kemendikbud
Bantuan ini diberikan oleh Kemendikbud RI. Bantuan ini merupakan inisiatif Menteri Kemendikbud, Nadiem Makarim, untuk meringankan ekonomi siswa dan mahasiswa di seluruh Indonesia, agar tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk membeli kuota. Untuk mahasiswa, bantuan ini berbentuk kuota internet sebesar 50gb yang diberikan setiap bulan. Rinciannya, 5gb kuota reguler dan 45gb kuota belajar. Untuk kuota belajar sendiri dikhususkan untuk mengakses aplikasi-aplikasi yang mendukung pembelajaran seperti aplikasi conference, whatsapp, dan aplikasi belajar yang bekerja sama dengan Kemendikbud.
Baca juga: Omnibus Law Versi Keyakinan Charles Pierce
Karena terbatasnya aplikasi yang dapat diakses, membuat bantuan ini masih jauh dari harapan. Pada teknisnya, mahasiswa lebih banyak mengandalkan kuota reguler untuk mengakses pembelajaran daring. Upload, download, dan mengerjakan ujian daring via SPOT UPI masih mengandalkan kuota reguler. Sehingga mahasiswa masih perlu untuk membeli kuota reguler lagi. Sedangkan, bantuan seratus ribu sudah dicabut oleh kampus setelah bantuan Kemendikbud ini keluar.
Bantuan yang Sebenarnya Dibutuhkan
Dari dua bantuan yang telah diberikan, dapat dilihat kelemahannya. Baik dari kampus maupun dari Kemendikbud. Bantuan kampus memiliki kelemahan dari segi nominal yang dirasa tidak sesuai. Jika misalnya UKT Rp 4.750.000, baiknya jumlah bantuan yang diberikan sekitar 10-50% dari nominal UKT. Hal tersebut bukan tanpa alasan. Banyaknya fasilitas dan layanan yang dikurangi, serta pengeluaran perawatan gedung yang berkurang karena tidak adanya kuliah tatap muka, mestinya membuat kampus tidak berat dalam menaikkan nominal bantuan yang diberikan. Untuk kemendikbud, bantuan kuota internet memiliki kelemahan dari segi keterbatasan aplikasi yang dapat diakses.
Namun, mahasiswa mengapresiasi bentuk bantuan yang diberikan kampus secara tunai. Ketika keadaan mendesak, mahasiswa dapat mengalokasikannya kepada hal-hal yang dirasa lebih urgent di tengah pandemi ini. Dibandingkan bantuan kuota Kemendikbud, bantuan uang tunai dirasa lebih diperlukan. Apa lagi, bantuan Kemendikbud tersebut masih memiliki banyak kekurangan. Seperti terbatasnya aplikasi yang dapat diakses, kurangnya jumlah kuota reguler, dan nomor yang terdaftar belum tentu cocok jika digunakan di daerah lain. Sehingga, kuota ini menjadi tidak fleksibel ketika digunakan untuk belajar daring sambil bepergian. Pada akhirnya, bantuan yang dikeluarkan baik itu oleh kampus maupun Kemendikbud masih dianggap kurang maksimal oleh mahasiswa. Apa lagi di tengah pandemi ini, pihak-pihak terkait juga harus memperhatikan kondisi lainnya yang dialami oleh mahasiswa. Bantuan berupa uang tunai lebih diharapkan dibandingkan dengan bantuan kuota yang terlalu banyak batasannya. Juga, bantuan uang tunai dapat menjadi pegangan dalam situasi sulit seperti ini. Dengan catatan, nominal dari bantuan tersebut harus ditinjau ulang.
Baca juga: PRODUKTIF MENULIS ESAI DAN MENGAPRESIASI PUISI BERSAMA SUBBIDANG PENGADERAN
Penulis: Ichwan Fadhly