Apa kabar, Warga UPI?! Kampus seharusnya menjadi rumah yang menciptakan suasana inklusif dan nyaman bagi seluruh anggota di dalamnya. Akhir-akhir ini, kita digegerkan dengan satu kebijakan kontroversial, yaitu implementasi sistem parkir berbayar di kampus. Kebijakan ini sudah ada sejak tahun 2003 yang selalu ditolak keras oleh civitas academica UPI. Pada 9 November 2023, melalui Surat Pemberitahuan Nomor 10317/UN40.2/RT.072023, secara resmi UPI mengeluarkan kebijakan parkir dengan skema paket berbayar bulanan. Surat ini juga berisi jadwal sosialisasi parkir berbayar UPI pada tahun 2023 yang akan disampaikan di tiap fakultas, sekolah pasca sarjana, BEM REMA, UKM, dan sekolah laboratorium.
“Keadilan yang tertunda adalah keadilan yang terabaikan.”
– William E. Gladstone
Langganan parkir berbayar ini berlaku untuk seluruh civitasacademica(mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan UPI), unit kerja khusus (UKK) termasuk siswaLabschool, dan mitra. Tarif yang dikenakan pun berbeda-beda tergantung subjek yang membayar. Mirip dengan berlangganan Spotify, parkir berbayar ini menyediakan berbagai pilihan paket. Langganan parkir kendaraan roda 2 untuk mahasiswa UPI seharga Rp 30.000 atau Rp 150.000 per-enam bulan. Bagi dosen, karyawan, dan UKK seharga Rp 20.000 per-bulan dan Rp. 100.000 per-enam bulan. Sementara itu, untuk kendaraan roda 4, biaya yang harus dibayar sebesar Rp 100.000 per-bulan dan Rp 200.000 per-enam bulan. Bagi dosen, karyawan, dan UKK seharga Rp 50.000 per-bulan dan Rp. 150.000 per-enam bulan. Coba bandingkan dengan kebijakan tahun 2018, yang hanya diwajibkan membayar Rp 1 sekali tap, meski harus membayar Rp 25.000 di awal untuk membuat kartu TapCash BNI.
Sistem parkir berbayar ini merupakan bentuk respons UPI terhadap banyaknya kasus pencurian motor dan kehilangan beberapa bagian dari kendaraan. Kampus beranggapan fsistem parkir berbayar dapat meminimalisir pihak luar yang keluar masuk UPI, sekaligus membatasi civitasacademica yang ikut parkir di dalam, dan tentunya membatasi mahasiswa parkir terlalu lama. Alasan-alasan tersebut tentunya belum bisa menjadi dasar yang kuat terkait urgensi diadakannya parkir berbayar.
Sistem parkir sesungguhnya tidak berdampak dalam mengurangi ancaman pencurian. Hal ini dikarenakan UPI tidak mengeluarkan kebijakan yang benar-benar membatasi akses pihak luar untuk masuk ke dalam kampus. Dalam Peraturan Rektor Nomor 2151/UN40/HK/2019 pada Bab 7 Pasal 29 menyatakan bahwa pengelola tidak bertanggung jawab atas terjadinya kehilangan atau kerusakan kendaraan dan/atau barang yang tersimpan di dalam kendaraan yang diparkir di lingkungan UPI. Kampus sebetulnya sudah meninggalkan tanggung jawab terkait keamanan dan kenyamanan. Biarpun sistem ini diberlakukan, kasus hilangnya motor dan helm tetap tidak menjadi tanggung jawab UPI.
Baca juga : Diskusi Selasaan UKSK x AEDF FPBS: Seluas Apa Kebebasan Berekspresi Mahasiswa?
Berlakunya sistem parkir berbayar tentu menjadi beban finansial tambahan. Sebagian besar warga UPI hidup dengan anggaran yang ketat dipaksa membayar biaya parkir yang nilainya tak ramah kantong. Hal ini tentu merugikan pihak kedua, yaitu seluruh civitas academica. Praktek ini jelas merupakan bentuk komersialisasi pendidikan.
Dampak dari UPI sebagai PTN-BH membuat kampus secara mandiri mengelola keuangannya dan menetapkan kebijakan dalam meningkatkan IGU (Income Generating Unit): badan usaha milik kampus. Dalam RKAT UPI sendiri, selama periode 12 tahun terakhir (2010-2021), besaran persentase APBN sebagai sumber dana RKAT diperkecil dari 50,25% (2010) menjadi 37,75% (2021). UPI berdalih bahwa status PTN-BH yang dimilikinya adalah hal positif dalam rangka mencari pendanaan lebih luas tanpa membebani mahasiswa dengan UKT (katanya). Faktanya, UPI mendapat kenaikan pemasukan UKT dari 30,05% (2015) menjadi 44,85% (2021), belum lagi biaya masuk UPI yang melonjak naik hingga 200 juta di tahun 2023. Lantas mana upaya menyejahterakannya?
Di samping adanya kebijakan UKT, masih ada pungutan-pungutan lain yang seharusnya sudah di-cover oleh UKT. Beberapa fasilitas berbayar di UPI seperti Auditorium PKM (150.000/per-hari), kolam renang UPI (10.000 untuk umum di weekday, 5.000 untuk mahasiswa di weekday, dan 2 kali lipat di weekend), bahkan ruang kelas pun bertarif untuk kegiatan di luar pembelajaran kuliah. Bukan hanya bagi mahasiswa, siswa Labschool yang telah membayar SPP jutaan pun masih dikenakan tarif parkir berbayar ini.
Menolak parkir berbayar di kampus bukan tindakan menentang kemajuan, tetapi seruan untuk memprioritaskan kesejahteraan dan keadilan. Kampus harusnya menjadi rumah pengembangan ide-ide inovatif dan kritis, bukan tempat mengeruk keuntungan dari cuan warga di dalamnya. Tarif yang dipasang dari sistem kebijakan parkir memvalidasi jika kita perlu bayar untuk masuk ke rumah sendiri. Mari Bersatu civitas academica UPI!!! Lawan komersialisasi Pendidikan!!! Tolak kebijakan parkir berbayar!!!
“Ketidakadilan di mana saja adalah ancaman bagi keadilan di mana-mana.”
– Martin Luther King, Jr
Kabarkan Kebenaran!!!
Salam Demokrasi!!!!
Baca Juga: Tentang Pemira: Apakah Sebuah Solusi Untuk Menjawab Problematika Mahasiswa UPI
Author: Diah Wulandari
Editor: Alma Fadila Rahmah