Penerimaan siswa baru—khususnya di jenjang menengah pertama, menengah atas, dan universitas—rasanya akan selalu disambut dengan ceremony yang mesti dijalani calon siswa. Kegiatan penyambutan siswa baru ini memiliki nama yang berbeda-beda, tergantung kepada masing-masing jenjang pendidikan. Di Universitas Pendidikan Indonesia, acara penyambutan terhadap mahasiswa baru dikenal dengan nama “MOKAKU” (Masa Orientasi Kampus dan Kuliah Umum). Seperti namanya, kegiatan ini akan memberikan pemahaman kepada mahasiswa baru terkait kehidupan di kampus, bagaimana sikap seorang mahasiswa di masyarakat, wejangan-wejangan dalam kuliah umum, dan masih banyak lagi.
Kegiatan MOKAKU-UPI yang semula dilaksanakan secara tatap muka di Gymnasium UPI, dua tahun ke belakang terpaksa dilakukan secara online akibat pandemi covid-19. Mahasiswa baru angkatan 2021 terbebas dari kenangan menahan lapar seharian, hareudang, ditegur oleh panitia karena ketiduran, dan lain-lain. Mereka tinggal duduk manis di depan laptop atau HP mengikuti rangkaian kegiatan MOKAKU online—sambil sesekali bisa Netflix-an juga sepertinya. Apriori terhadap MOKAKU online yang dirasa akan sedikit chill karena mahasiswa tidak harus bangun pagi lalu menghabiskan waktu seharian di kampus ternyata salah. Kegiatan MOKAKU online pun ternyata masih dikeluhkan mahasiswa. Keluhan tersebut dilontarkan mahasiswa bukan lewat sambat di Instastory atau status WhatsApp, melainkan dengan membuat petisi keberatan atas tugas MOKAKU-UPI 2021. Wow, emejing!
Petisi ini tercatat pertama kali diunggah oleh akun Instagram @mahasiswaupi2021 pada tanggal 25 Agustus 2021. Caption postingannya pun terlihat mahasiswa banget. Berapi-api dan dan menolak kapitalisme.
Ini namanya mahasiswa!.
Hingga Tanggal 29 Agustus 2021, postingan tersebut sudah disukai oleh 17.325 orang dan dikomentari oleh 20.688 orang. Kejadian ini sempat viral juga di Twitter—tentu dengan pro kontra yang mengiringi. Ini jadi sinyal yang positif terhadap demokrasi di Indonesia. Lalu, apakah postingan ini layak kita hujat atau justru kita dukung? Sebelum sampai kepada tabiat orang Indonesia yang sukanya menghujat, ada baiknya kita lihat dulu positif dan negatifnya petisi yang digaungkan Mahasiswa UPI 2021 ini.
Baca juga : MOKAKU UPI 2021: Pendidikan Di Era Society 5.0
Sisi positif dari kejadian ini setidaknya ada tiga. Pertama, Mahasiswa UPI 2021 sudah membawa DNA kritis sejak awal. Mereka menolak untuk menjadi objek komersialisasi karena harus membeli produk susu Frisian Flag dan mengunggahnya di akun media sosial masing-masing. Ini menjadi angin segar bagi kalangan mahasiswa bahwa sejatinya mahasiswa itu memang wajib memiliki sikap kritis, jangan apatis. Saya percaya mahasiswa di balik kejadian ini adalah mahasiswa-mahasiswa yang berani bertindak ketika ada sesuatu yang menurut mereka kurang tepat.
Lumayan, nih, tambahan personel buat demo tiap tahun menuntut UKT.
Kedua, Mahasiswa UPI 2021 menjalankan haknya sebagai warga negara Indonesia dalam menyampaikan pendapat. Seperti kita ketahui bersama bahwa pasal 22 ayat (3) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjamin bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan pendapat sesuai dengan isi hatinya dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa. Secara sadar Mahasiswa UPI 2021 telah menggunakan haknya dalam berekpresi—sesuatu yang langka di masa kini. Coba, sudah sejauh mana kita berani mengungkapkan pendapat di muka umum? Alih-alih menggunakan hak kita sebagai warga negara Indonesia, yang ada justru ngeri duluan karena takut akan bahaya UU ITE.
Supaya tercipta konsep “Yin-Yang”, maka diperlukan sisi negatif terhadap Mahasiswa UPI 2021. Pertama, mereka cenderung menjadi mahasiswa yang enggan tahan terhadap cobaan. Salah satu poin yang disuarakan adalah perihal tugas kuliah yang terlalu berat.
Loh, belum jadi mahasiswa kok udah ngomongin tugas kuliah?
Mari berpikiran positif. Maksudnya mungkin tugas MOKAKU yang terlalu berat. Entah tugas berat mana yang dimaksud di samping membuat video persiapan MOKAKU, membuat video mengajar, menghafal Hymne UPI, Mars UPI, jingle MOKAKU-UPI, dan lain-lain. Selaku umat Islam yang baik, kita tak sepantasnya suudzon. Mungkin adik-adik kita ini memang sedang sibuk bekerja atau melakukan kegiatan lain sehingga menganggap tugas MOKAKU online ini terlalu berat. Tak apa, dik~
Kedua, Mahasiswa UPI 2021 masih menganut konsep cara belajar tradisional. Selama bertahun-tahun ke belakang, pendidikan yang diajarkan oleh guru terkesan seperti seorang ibu yang menyuapi makanan kepada anaknya. Sehingga anak hanya tinggal duduk manis dan mengunyah makanan saja, tanpa perlu repot mencari atau membuat makanan sendiri. Hal ini juga terjadi pada Mahasiswa UPI 2021. Di dalam petisinya dikatakan bahwa mereka keberatan atas penugasan mengajar padahal mereka sama sekali tak tahu bagaimana caranya mengajar. Mahasiswa non-pendidikan tertawa melihat ini.
Menjadi wajar ketika mahasiswa baru—yang notabene baru tamat SMA—tidak tahu caranya mengajar. Bukankah di zaman serba digital ini semua informasi sudah tersedia di Mbah Google? Dengan sekali klik, akan muncul ribuan bahkan jutaan informasi terkait cara mengajar. Hanya tinggal menyisihkan sedikit kemauannya untuk membaca, itu tak akan jadi masalah rasanya.
Pro dan kontra terkait apa yang dilakukan Mahasiswa UPI 2021 ini sebenarnya adalah hal yang wajar di negara demokrasi ini. Semua orang berhak menyatakan pendapatnya. Bagi yang mendukung, silakan mendukung dengan argumen yang dipercayai benar adanya. Bagi yang menolak, silakan menolak juga dengan argumen yang dipercayai. Yang tidak boleh dilakukan adalah mendiskreditkan pihak yang pro atau kontra untuk ikut mempercayai argumen yang kita pegang. Jangan otoriter, deh!
Baca juga: TIDAK ADA JUDUL TULISAN HARI INI: SIKAP MORAL SAYA UNTUK “MAHASISWA UPI MENGGUGAT“
Penulis : Daffa Imam Naufal
Editor : Algina Shofiyatul Husna