Sebuah Mesin Waktu: Selamat Berlayar Kembali Hima Satrasia

Demisioner. Entah apa yang menjadi sebuah keistimewaan dari status tersebut. Kabarnya akan sangat melegakan ketika masa kepengurusan sudah berakhir, tetapi tampaknya itu tidak berlaku sama sekali.

Hima Satrasia sudah seperti kapal yang baru saja melepaskan jangkarnya untuk melanjutkan perjalanan dan saya hanya bisa melihat dari kejauhan. Seolah tanda tanya besar setelah ini lalu apa, entah menjelma sebagai ejekan, pujian, atau bahkan tantangan. Tentu saja, tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, perjalanan kapal di bawah mentari pagi ini tidak akan pernah bisa berlabuh.

Melalui tulisan ini, saya ingin menyampaikan betapa ‘istimewanya’ Hima Satrasia, dengan atau tanpa kehilangan-kehilangan di dalamnya. Sebuah catatan mengenai Hima Satrasia yang semoga bisa menumbuhkan jati dirinya kembali. Begitu banyak alasan yang membuat saya berpikir tanpa syarat untuk Hima Satrasia, bahkan dari sejak saya mengucapkan jargon Hima Satrasia dengan malu-malu. Jika memikirkannya sekarang, hal tersebut akan menjadi salah satu yang dirindukan. Bukan, bukan karena saya tidak mungkin untuk menyuarakannya kembali, tetapi atas situasi yang kini tidak akan sama lagi.

Hima Satrasia mengajarkan saya arti penting sebuah ketegasan. Menariknya, di sisi lain, saya diajarkan juga akan sebuah proses penerimaan. Sekalipun terkadang saya kewalahan atas beragam dinamika yang terjadi, Hima Satrasia dan orang-orang di dalamnya selalu ada-ada saja. Penuh kejutan.

Baca juga: UPI BERASAP: Suara Ledakan di Dekat Gedung FPSD

Laporan pertanggungjawaban saja rasanya tidak akan pernah cukup untuk bisa mewakili apa yang sudah Hima Satrasia berikan. Memahami berbagai macam karakter dan membuat terhubung satu sama lain, menyatukan misi dan menyamakan pemahaman, pada akhirnya mampu membuat Hima Satrasia begitu terlihat tegar melangkah. Barangkali langkahnya tidak sekuat seharusnya, tetapi saya bisa menjamin bahwa Hima Satrasia dan orang-orang di dalamnya tidak akan pernah menyerah begitu saja. Mereka selalu memiliki siasat untuk bisa bergerak. Rasa syukur saya panjatkan karena Hima Satrasia di balik semua kondisinya bisa terus beregenerasi. Namun, jika boleh dan bisa memutar waktu, kembali mengusahakan yang terbaik akan selalu menjadi pilihan saya.

Dalam arah gerak langkahnya, kapal Hima Satrasia selalu melakukan pembacaan dan perencanaan. Tak jarang, kapal tersebut harus menabrak terumbu karang, bahkan nyaris karam. Namun, seperti yang saya sampaikan di awal, Hima Satrasia bukanlah kapal yang bisa karam begitu saja. Baik nahkoda maupun para penumpangnya adalah orang-orang yang cerdas dan mau belajar, saya percaya itu.

Kembali mengingat apa yang disampaikan oleh Sekretaris Umum Hima Satrasia FPBS UPI 2021, Kang Hasbi Ramadhan, “Hima Satrasia itu tempat belajar, tempat melakukan kesalahan, yang menjadi buruk adalah jika kita tidak mau belajar dari kesalahan tersebut.” Hal tersebut disampaikan kepada saya ketika tak henti meringis atas kesalahan yang diperbuat, menyesali beragam strategi yang berhamburan.

Fakta bahwa Hima Satrasia sebagai ruang belajar menguatkan saya untuk tetap bertahan. Sampai akhir periode kepengurusan, saya menyadari bahwa untuk bisa melaju, sebuah kapal tidak perlu strategi khusus, semangat dan kemauan untuk belajar dari segenap penumpang merupakan obat paling ampuh agar tidak karam.

Awalnya saya menganggap hal ini masih menjadi sebuah misteri, mengapa daya tahan Hima Satrasia cenderung berbeda dari waktu ke waktu. Terlebih jika menilik bagaimana cara bergiat orang-orang di dalam Hima Satrasia tempo lalu. Ah, ternyata saya sudah nyaris dibutakan selama ini. Ketahanan suatu organisasi sangat bergantung pada sejauh mana keinginan untuk belajar orang-orang di dalamnya.

Saya teringat dengan apa yang selalu disuarakan oleh Ketua Pelaksana P2M Hima Satrasia FPBS UPI 2023, Ivan Yeremia, sekaitan konteks menuntut ilmu yang ditafsirkannya dengan tidak berdiam diri. Begitu pun dengan Hima Satrasia. Organisasi akan mati ketika orang-orang di dalamnya berhenti belajar. Seumpama metode mengendarai sepeda, kita akan terjatuh ketika tidak menggerakkan pedalnya.

Baca juga: Inaugurasinema 2022: Kelahiran Karya Perdana Sineas Muda UKM Film Satu Layar

Lantas, apakah upaya belajar tersebut selalu dilakukan bersama-sama? Tentu, tidak. Semua elemen di dalam Hima Satrasia memiliki hak untuk belajar sebagaimana kawan-kawan inginkan. Langkah yang bisa menggerakkan organisasi bukanlah langkah yang serupa, melainkan langkah yang bisa tetap bijak beriringan di tengah semua perbedaan yang ada. Organisasi akan sulit berkembang jika segenap pengurusnya ‘iya-iya’ saja.

Menariknya, Hima Satrasia selalu mempunyai pola pikir yang khas dan barangkali sebagian dari kawan-kawan kurang menyukainya, yakni mendetail. Saya pun demikian. Namun, yang menjadi titik tekan kesalahannya adalah bukan dari detail itu sendiri, tetapi cara penempatannya. Segala sesuatu sangat tergantung dari cara kita menempatkannya. Cara yang baik akan menjadi baik, begitu pun sebaliknya, yang buruk akan semakin buruk.

Hal hebat lainnya yang saya temukan di Hima Satrasia adalah bagaimana Hima Satrasia mendorong saya untuk menganalisis sebuah fakta, masalah, dan solusi. Setiap masa punya kondisinya masing-masing sehingga tidak akan pernah ada solusi tetap yang akan diterima ketika menyoal permasalahan di Hima Satrasia. Atas kondisi yang terjadi, Hima Satrasia selalu berdiri tegak di atas itu semua.

Berbicara soal kondisi, saya banyak terinspirasi dari Ketua Umum Hima Satrasia FPBS UPI 2021, Kang Dea Rahmat, bahwa setiap kepengurusan memiliki kondisinya masing-masing, itulah mengapa sebuah solusi yang tidak sesuai dengan kondisi hanya akan menjadi sebuah keterpaksaan. Jika sebuah pepatah mengatakan bahwa musuh terbesarmu adalah dirimu sendiri, saya sangat mengamini bahwa musuh terbesar kepengurusanmu adalah kondisi kepengurusanmu sendiri.

Sedikit kata yang saya tulis ini tidak akan pernah cukup mewakili apa yang sudah Hima Satrasia berikan kepada saya. Lebih jauh lagi, tulisan ini bukan pula tindak lanjut dari sebuah laporan pertanggungjawaban kepengurusan, melainkan dibuat untuk kawan-kawan sendiri. Hima Satrasia tanpa kehadiran kawan-kawan bukanlah Hima Satrasia. Bagi saya, Hima Satrasia bisa berjalan dengan baik ketika orang-orang di dalamnya mendapat kebaikan dari proses yang dijalaninya pula, begitu pun sebaliknya.

Baca juga: Wahana Pasar Malam: Program Kerja yang Menjadi Sarana Belajar dan Hiburan untuk Madepdik Satrasia

Masuklah kawan-kawan, ubah hal-hal yang kurang berkenan itu. Bagaimana sebuah rumah bisa diperbaiki jika para penghuninya memilih untuk pergi begitu saja. Hukum tanam tuai tidak pernah mengenal pengecualian. Hima Satrasia membuat saya ingin terus belajar dan selalu. Saya berharap kawan-kawan pun merasakan demikian.

Teruntuk kawan-kawan saya yang sudah mengerahkan beragam upaya demi terlaksananya tujuan organisasi yang mulia, ungkapan terima kasih barangkali tidak akan pernah letih disampaikan. Kepada Rifki Zaenal Muttaqin, Salsa Billa Arafah, Yasmin Afra S. S., Janten Hidayat Setiawan, Adinda Putri C., Gusdian Palah, Nur Fitriani, Balerina Aulia Pawitra, Hana Luthfiah, Afra Alikha Nova, Al Halim Ali Sunan, Marlina Ahdiza Putri, Widya Aryani Rizky, Aldriansyah Zaefri A., dan kawan-kawan lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.

Saya juga memberikan apresiasi sebesar-besarnya kepada kawan-kawan Angkatan 21 yang sudah berani berproses dengan membersamai langkah kepengurusan 2022, baik sebagai pimpinan kegiatan maupun pimpinan organisasi, kepada Siti Labibah Fitriana, Fajri Nur Hakim, Ruksya Suhana Ananta, Dzhaky Farid Permana, Mahmudah Salma N., Miftah Nurohim, Intan Karunia Dewi, Ivan Yeremia, Salma A. N., Devi Kusumaningrum, Qurrota ‘Ayyunin, Salsa Agni Zenilla, Dina Riana, Reihan Adilfhi Taftta Aunillah, Wirza Iqbal Maulana Putra, Ezita Verananda, Yuriza Nur Hidayat, Teti Sulastri,dan kawan-kawan Angkatan 21 hebat lainnya.

Tidak terkecuali, tanpa menghilangkan kasih sayang sepenuhnya, kepada segenap pengurus Hima Satrasia FPBS UPI 2022 yang sudah bertahan hingga kapal Hima Satrasia dinyatakan sampai di pelabuhan. Rasa terima kasih tak terkira juga kepada Anggota Hima Satrasia yang tidak hentinya memberikan berbagai bentuk dukungan, kritik, serta masukan. Tidak lupa kepada Literat, ASAS, dan UKSK yang telah turut serta menghangatkan perjalanan kepengurusan 2022.

Terkhusus kepada Dila Natalia, perempuan tangguh yang berani meneruskan estafet perjuangan, semoga kelak bisa menjadi sosok yang lebih bijak dalam mengarungi lautan dan memastikan kapal tiba di pelabuhan dengan aman.

Satrasia! Hidup! Hidup! Satrasia!

65 KM dari Bumi Siliwangi, Sumedang, 9 Maret 2023, 22.43 WIB.

(Rohima Auliya Sukmawaty)

 THE MOMENT!

Baca juga: Diskusi Mahasiswa Departemen 2023: Departemen akan Ditiadakan?

Penulis: Rohima Auliya S.
Editor: Aulia Aziz Salsabila