Tantangan Pergelaran Sastra 2020

Seharusnya tiap tahun hadir wacana baru, dan menjadi strategi baru dalam menanggapi kurikulum yang dirasa terlalu terburu-buru. Beberapa kali saya menonton pertunjukan, banyak kolektif yang abai terhadap wacana terkini serta urgensinya. Barangkali beberapa mahasiswa dengan posisi kuat di kelasnya, hanya mementingkan penilaian terhadap akademik agar terpenuhi. Bukan apa yang seharusnya ditanggapi saat ini, dan bekal gagasan untuk di masa yang akan datang. Tulisan dari Bung Rauf, Bung Rendi, serta Bung Angga dapat menjadi rujukan.

Solusi yang ditawarkan; seharusnya bantuan senior merupakan jalan alternatif lain dari rasa pusing kawan-kawan, atas segala aspek yang hadir. Manajemen pertunjukan; kurasi pertunjukan; serta diskusi atas wacana yang ada, merupakan aspek-aspek yang dapat ditinjau untuk membangun gagasan terkini. Saya sendiri meyakini bahwa kawan-kawan yang bergiat dalam ranah kesenian, mengetahui bahwa apresiator pertama (penanggap ketika latihan) dalam sebuah karya sangat diperlukan.

Mata kuliah barangkali hanya hadir 4 SKS, namun proses tidak hanya berhenti dalam kelas atau pertemuan semata. Pertanyaan yang menjadi tantangan bagi para pegiat pergelaran tahun 2020 ini; Apakah pertunjukan tahun ini hanya hadir semata-mata sebagai proses seni untuk kepentingan akademik ataukah sebagai pembangun wacana pada tahun-tahun berikutnya? Kurikulum yang direkonstruksi menjadi salah satu tantangan lainnya, untuk membangun sebuah wacana atau tawaran baru.

Pertanyaan tersebut dapat dijawab dalam proses latihan kawan-kawan. Permasalahan yang dielu-elukan oleh kalian ketika proses dapat terjawab, apabila ruang diskusi serta praktik bersama dengan orang yang berpengalaman telah terjalin.

Baca juga: Kebersamaan Dalam Keberagaman: Pertunjukan Longser Ririwa

Penulis: Muhammad Mazeinda Alberuni