Tragedi Banjir Sumatra 2025: UPI Bebaskan UKT Mahasiswa Terdampak

Bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Sumatra Barat, Sumatra Utara, serta Aceh pada akhir November 2025 telah menarik perhatian seluruh masyarakat Indonesia. Guyuran hujan tanpa jeda membuat debit air sungai melampaui batas dan memicu runtuhan tanah di sejumlah perbukitan. Akibatnya, ratusan desa terendam, sehingga akses transportasi utama lumpuh. Fasilitas umum juga mengalami kerusakan berat. Mirisnya, bencana ini juga mengakibatkan hilangnya banyak nyawa.

Update Data Korban Bencana Sumatra

Dikutip dari Kompas.com, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan data terbaru pencarian korban bencana banjir dan longsor di Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh, yaitu sebanyak 995 orang meninggal dunia dan 226 orang lainnya masih hilang (Jumat, 12 Desember 2025 pukul 20.05). Jumlah korban berpotensi bertambah, mengingat masih banyak laporan keluarga yang belum menemukan anggota keluarganya sejak hari pertama bencana terjadi.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi (Kapusdatinkom) Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menyampaikan tim pencarian kembali menemukan 40 jenazah korban banjir dan longsor. Temuan terbaru ini terdiri atas 23 jenazah dari Aceh, 9 dari Sumatra Utara, dan 8 dari Sumatra Barat. Penambahan data tersebut diperoleh setelah sejumlah wilayah yang sebelumnya terisolasi berhasil dijangkau petugas sehingga proses pencarian dapat dilanjutkan secara intensif.

Kerusakan Infrastruktur di Tiga Provinsi Terdampak

Bencana tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga merobohkan infrastruktur; seperti jalan terputus, jembatan ambruk, dan banyak wilayah yang terisolasi. Kondisi ini menghambat distribusi bantuan, evakuasi korban, dan pencarian warga yang hilang.

Sejumlah laporan dari daerah terdampak mendeskripsikan bahwa kerusakan infrastruktur di provinsi-provinsi terdampak kini menjadi salah satu masalah utama. Di beberapa wilayah Aceh, warga dan relawan menyebut bahwa tanggul kritis, jalan desa, dan jembatan kecil terancam longsor. Sementara di Sumatra Utara, informasi dari lapangan menunjukkan bahwa sejumlah titik mengalami tergenang dalam air atau longsor susulan. Sehingga, akses ke desa-desa terhambat. Di Sumatra Barat, khususnya di kawasan Kabupaten Agam, masyarakat yang terdampak melaporkan atas jembatan yang terputus, jalan rusak parah, dan jalinan transportasi lokal lumpuh.

Kabupaten Agam sebagai Salah Satu Kabupaten yang Terdampak Parah

Kabupaten Agam menjadi titik dampak bencana yang paling parah di Sumatra Barat. Ribuan warga kini mengungsi di sejumlah pengungsian yang dibuka di sekolah, masjid, dan rumah kerabat. Sementara itu, puluhan desa melaporkan kondisi terisolasi karena longsor dan material banjir menutup akses jalan. Menurut data BPBD setempat, korban yang mengungsi saat ini sebanyak 5.086 orang. Pengungsi tersebar beberapa tempat, yaitu di Kecamatan Palembayan 1.678 orang, Palupuh 128 orang, Tanjung Raya 2.821 orang, Ampek Koto 49 orang, Matur 350 orang, dan Malalak 60 orang (Sabtu, 13 Desember 10.24).

Untuk membuka kembali akses dan mempercepat pencarian korban, pemerintah kabupaten mengajukan kebutuhan mendesak akan 15 unit alat berat yang akan disebarkan ke titik-titik kritis, yaitu Palembayan, Malalak, dan Tanjung Raya. Di beberapa lokasi, kondisi jalan lalu lintas provinsi dan jembatan mengalami kerusakan berat atau hanyut, sehingga relawan dan warga harus melangsir logistik secara manual melalui jalur darurat. Semua kondisi ini memperparah tugas evakuasi dan distribusi bantuan, serta menempatkan pengungsi pada risiko kesehatan dan kebutuhan dasar yang belum sepenuhnya terpenuhi.

UPI Beri Dukungan Akademik dan Bebas UKT untuk Mahasiswa Terdampak Banjir

Di tengah krisis yang menimpa masyarakat di tiga provinsi terdampak, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengambil langkah untuk mendukung mahasiswanya yang terkena dampak. Salah satunya adalah Olivia Yuliana, mahasiswa Program Studi Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi (PJKR) angkatan 2024, yang kehilangan kedua orang tua dan dua kakaknya akibat banjir bandang di Kabupaten Agam.

Dilansir dari Humas UPI, UPI menetapkan kebijakan dukungan komprehensif bagi Olivia. Kebijakan ini secara resmi dituangkan melalui Surat Keputusan Rektor yang berisi tiga bentuk bantuan utama, yaitu: 1) Pembebasan UKT hingga lulus, sesuai SK Rektor; 2) Akses tinggal di Asrama Putri UPI, apabila dibutuhkan; dan 3) Biaya hidup per bulan hingga semester 8, sebagai dukungan untuk pemulihan dan keberlangsungan pendidikan.

Menurut Dr. Sandey Tantra Paramitha, Kepala Divisi Pengelolaan Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan, langkah ini dilakukan sebagai bentuk komitmen institusi agar pendidikan serta aktivitas mahasiswa tidak terhenti akibat bencana. Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan FPOK, Dr. Dian Budiana, menambahkan bahwa Olivia kini tinggal bersama kerabat di Bojongsoang, Bandung, dan sedang dalam pendampingan. Rumah keluarganya di Palembayan mengalami kerusakan parah karena material lumpur, batu, dan kayu yang tersapu aliran sungai. Meski menghadapi kondisi sulit, Olivia bertekad melanjutkan studinya hingga selesai.

UPI juga tengah melakukan asesmen lanjutan untuk memastikan dukungan psikologis, akademik, dan administratif bagi Olivia maupun mahasiswa lain yang terdampak. Kebijakan ini menunjukkan perhatian universitas terhadap stabilitas psikososial mahasiswa serta keberlanjutan pendidikan di tengah bencana.  

Penulis: Azila Fitria Ramadhani

Editor: Aliyah Iffa Azahra

Baca juga: Ayah dan Perannya yang Tidak Pernah Selesai