Di era media sosial tingkat minat baca semakin terancam karena adaya video pendek yang berfariatif. Dengan diperingatinya Hari Buku Nasional dapat menjadi ajang dalam meningkatkan minat literasi masyarakat

Hari Buku Nasional: Menengok Peran Buku di Era Media Sosial

Kamu tau ngga, sih, kalo setiap tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional? Hari Buku Nasional ini hadir karena rendahnya minat membaca masyarakat Indonesia.  Abdul Malik Fadjar, Menteri Pendidikan saat itu mencetuskan Hari Buku Nasional sebagai ajang untuk meningkatkan kembali minat membaca masyarakat dan kesadaran masyarakat akan pentingnya membaca. Tanggal 17 Mei dipilih karena merujuk pada hari berdirinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Namun, di era media sosial yang semakin mendominasi, kegiatan membaca buku semakin ditinggalkan oleh masyarakat. Coba ingat-ingat, kapan terakhir kali kamu baca buku? Kemarin atau beberapa bulan yang lalu? Maraknya konten-konten yang relatif berdurasi pendek atau singkat membuat otak kita menjadi jenuh ketika harus mengonsumsi bacaan yang terlalu panjang. Bahasa kerennya, sih, attention span kita jadi semakin pendek. 

Rendahnya Minat Baca di Indonesia

UNESCO menyebutkan minat baca masyarakat Indonesia di tahun 2024 hanya ada di 0,001%. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, cuma satu orang yang punya minat membaca. Data ini membuktikan bahwa masih sedikit masyarakat Indonesia yang memiliki minat membaca, tapi kenapa, sih, minat membaca negara kita rendah?

Faktor rendahnya minat baca nggak cuma datang dari diri sendiri, tapi bisa dipengaruhi oleh banyak hal lain. Pertama, bisa datang dari akses terhadap sumber bacaan yang masih sulit dan kurang mewadahi. Di Indonesia nggak banyak perpustakaan yang buka selama 24 jam. Aplikasi untuk membaca buku pun seringkali mengalami eror hingga dibajak oleh oknum. Akses yang sulit inilah yang membuat masyarakat Indonesia jadi kurang minat dalam membaca. 

Faktor selanjutnya adalah kondisi sosial dan ekonomi yang kurang mendukung. Bagi sebagian orang, membaca adalah suatu kemewahan yang nggak semua orang bisa nikmati. Mereka bukan nggak mau baca, tapi nggak punya banyak waktu luang untuk membaca buku karena mereka harus kerja keras buat menyambung esok hari. 

Kemajuan teknologi yang nggak dimanfaatkan dengan baik juga bisa jadi faktor lainnya. Kemudahan dalam mengakses berbagai macam bacaan harusnya bisa menjadi peluang untuk meningkatkan minat baca. Namun, nggak semua masyarakat memanfaatkan teknologi dengan bijak. 

Baca Juga: Menulis Kreatif Ala Dee Lestari: Antologi Buku “Tanpa Rencana”

Buku sebagai Senjata untuk Melawan Kebodohan

Buku merupakan senjata paling sederhana untuk melawan ketertinggalan. Sayangnya, membaca buku adalah hal yang paling langka dan mewah. Dari buku, kita bisa belajar banyak hal. Bukan cuma mendapatkan pengetahuan baru yang ada di dalam buku, tetapi juga cara berpikir secara runtut dan terstruktur. Membaca buku juga mengajak kita untuk melihat semua hal dari berbagai sudut pandang dan pemikiran. Kita jadi terbiasa buat nggak langsung mengambil keputusan tanpa mengetahui semua dari beberapa sudut pandang. Buku ngajarin kita buat pelan-pelan mencerna dan berpikir sebelum memutuskan suatu hal.

Kalau kita sering baca buku, kita juga bisa berpikir kritis. Soalnya pas lagi baca buku, otak kita diajak buat berpikir juga dengan argumen dan fakta yang ada di dalam buku. Seiring dengan berjalannya waktu, kita akan mulai bertanya-tanya tentang isi buku tersebut, lalu berusaha memecahkannya. 

Buku sering dikira sebagai tempat buat belajar hal-hal berat. Padahal, buku nggak selalu harus jadi tempat buat mikirin hal-hal yang rumit dan pusing. Buku juga bisa jadi tempat kamu berhenti sejenak dari berisiknya dunia nyata. 

Kamu nggak harus baca buku yang berat-berat, kok. Buku yang memiliki cerita ringan dan menyisipkan ilustrasi bisa bikin kamu tahu banyak hal baru. Cerita ringan juga tetap bisa membuka ide dan pendapat baru. 

Gimana Peran Buku di Era Media Sosial?

Kalau dari penyebaran informasi, saat ini kita lagi diserbu sama bentuk informasi yang serba instan dan pendek. Media sosial sebagai tempat dalam menyebarkan informasi kini semakin kreatif dan menarik. Mulai dari infografis hingga video berdurasi pendek yang dibuat seringkas dan semenarik mungkin. Masyarakat pun kini cenderung menikmati konten-konten tersebut tanpa meninjau dan mencari lebih dalam lagi terkait informasi yang mereka dapatkan. 

Lalu, gimana peran buku di era modern ini? Walaupun dunia sudah semakin maju, media sosial makin kreatif, buku tidak akan pernah tergantikan. Sebagai sumber pengetahuan detail dan terpercaya, buku tidak akan kehilangan perannya. 

Media sosial dengan segala kemudahan dan kreasinya memang menarik perhatian masyarakat. Dalam satu genggaman kamu bisa mendapatkan jutaan informasi. Namun, konten-konten yang disajikan di media sosial terkadang dibuat tanpa penjelasan lebih lanjut. Peran buku lah yang diperlukan di sini sebagai sumber yang lebih lengkap dan dalam. Bukan hanya sebagai sumber rujukan yang detail, buku juga berperan sebagai ruang untuk berpikir dan membangun argumen. 

Pada akhirnya, buku dan media sosial memiliki perannya masing-masing. Keduanya memiliki peran yang saling melengkapi dalam mendapatkan informasi di zaman sekarang.

Penulis: Neisya Amalia Putri
Editor: Auliya Nur Affifah

Baca Juga: Evolusi Pendidikan Generasi Beta