Mitos seputar jurusan bahasa dan sastra yang sulit mendapat pekerjaan sudah menjadi rahasia umum. Pertanyaan yang berbunyi “mau kerja apa?” seperti sudah tidak asing lagi di telinga mahasiswa bahasa dan sastra. Namun, mitos tersebut seolah terpatahkan oleh dua mahasiswa prodi Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI angkatan 2020. Anggun Kurnia Likawati dan Rosa Salma Febriliana mendapat kesempatan magang melalui program MSIB Batch 4 di perusahaan terkemuka.
Anggun mendapat posisi sebagai Editorial Assisstant Intern di SEAMEO QITEP in Science (SEAQIS), yaitu mitra yang bergerak di bidang pendidikan dengan cakupan audiens guru-guru sains se-Asia Tenggara. Walau pekerjaannya tidak begitu berhubungan dengan bahasa Indonesia, namun dengan berfokus pada linguistik, ia merasa bahwa deskripsi pekerjaannya sebagai Editorial Assisstant cukup sejalan dengan jurusan ini. Bagaimana tidak, ia ditantang untuk mampu merakit kalimat dalam bahasa Inggris. Pekerjaan utamanya yaitu mengoreksi, mengompilasi konten majalah, membuat news blasts untuk acara, serta menerjemahkan artikel, modul, dan jurnal.
Selain itu, Anggun juga mengerjakan pekerjaan lain di luar deskripsi pekerjaan semestinya, seperti menulis skenario, meng-handle media sosial, dan menjadi kreator konten. Namun siapa sangka, walau pekerjaannya berhubungan dengan dunia editorial dan kepenulisan, ternyata Anggun tidak terlalu menggemari bidang ini karena dianggap monoton dan agak membosankan. Ia mengaku lebih menggemari dunia marketing sebab dinamis, menuntut untuk kreatif, dan diharuskan bekerja dengan cepat.
Anggun mengaku terbantu untuk mengembangkan keterampilan berbahasa dan editorial. Ia juga merasa lebih terorganisir dan terasah dalam kemampuan berkomunikasi. Pengalaman berharga yang dapat ia cantumkan di portofolio dan CV ini sangat membantu Anggun untuk meraih kesempatan baik nantinya. Kini, ia sedang menjalani magang mandiri di tiket.com, dan menjadi freelance socmed specialist di sahabat.dara. Selepas beberapa kegiatannya saat ini, Anggun berharap dapat diberi kesempatan untuk magang di perusahaan Nestle pada lain waktu yang mendatang.
Menurut Anggun, BBH (Biaya Bantuan Hidup) dari Kemdikbud sangat membantunya untuk menyambung hidup. Kendati demikian, persoalan BBH yang selalu terkendala setiap batch, permasalahan dokumen mahasiswa, serta birokrasi yang lambat membuat Anggun merasa bahwa pelaksanaan program MSIB ini masih kurang berhasil dan perlu banyak dibenahi. Menurutnya, sebelum membuka suatu program, pembenahan struktural itu merupakan suatu hal yang penting. Dari testimoni sebelumnya, birokrasi MBKM disebut lambat dan kurang koordinasi jadi terkesan acak-acakan.
Berbanding terbalik dengan Anggun, Rosa mengaku mengambil posisi magang sesuai dengan bidang yang ia minati. Rosa mengambil kesempatan magang di mitra Liputan6.com pada posisi Multimedia Intern. Dilatarbelakangi oleh pengalaman produksi film pendek dan menjadi model beberapa brand, Rosa terbiasa bekerja di bidang multimedia. Menurutnya, Liputan6.com yang merupakan salah satu media besar dan bersinggungan dengan SCTV membuat Rosa merasa sangat tertarik pada mitra tersebut. Deskripsi pekerjaan sebagai Multimedia Intern ini lumayan berhubungan dengan jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Bagaimana tidak, ia harus menghimpun skenario sebagai langkah utama untuk memproduksi video berita.
Tidak hanya bekerja di belakang layar, Rosa juga seringkali menjadi reporter pembawa berita dan reporter lapangan. Dengan pekerjaannya ini, Rosa merasa kemampuannya sangat berkembang, khususnya dalam produksi video berita. Pengalaman bekerja dengan orang-orang berpengalaman membuatnya merasa beruntung dapat magang di mitra tersebut. Terlebih, BBH yang membantu menunjang biaya keseharian juga menjadi nilai tambah MSIB ini. Dengan MSIB, Rosa menargetkan dirinya untuk melanjutkan karir di bidang yang sejalan dengan pengalaman magang, yaitu di bidang media massa dan industri kreatif.
Sependapat dengan Anggun, Rosa merasa MSIB ini masih perlu dibenahi. Kejelasan informasi dari pihak MSIB sangat kurang, sehingga menyulitkan mahasiswa rantau sepertinya sesaat sebelum berangkat. Untuk BBH, pencairannya selalu tersendat sehingga sangat sulit untuk hanya mengandalkan pemasukan dari BBH. Kemudian DPL yang ditunjuk dari pihak kampus tidak menjalankan tugas sesuai posisinya sehingga penyampaian informasi pun sulit, khususnya mengenai konversi nilai. Mahasiswa sangat kesulitan untuk mengkonversi nilai karena kurangnya koordinasi dan informasi. Rosa mengaku sempat kewalahan menangani alur konversi nilai yang berantakan dan tidak sebanding dengan tuntutan magang yang berat. Menurut Rosa, kritik-kritik tersebut perlu dibenahi demi menciptakan MSIB yang lebih baik di batch mendatang.
Penulis: Shanti Anggraeni Rachman
Editor: Muhammad Rifan Prianto