Lakon Resital Lagi: Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi

UKM Teater Lakon kembali hadir mempersembahkan sebuah pementasan resital. Kali ini berjudul Langgam: Sebuah Paradigma Sosial. Pementasan berlangsung selama 3 hari, dimulai dari tanggal 17 hingga 19 Desember 2019 dan terbagi menjadi 2 sesi: sesi 1 pada pukul 15.30 dan sesi 2 pada pukul 19.30.

Pada hari pertama (Selasa, 17/12) Langgam menampilkan teater berjudul “Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi” oleh Gusmel Riyadh dan disutradarai oleh Nanda Anthea. Teater ini merupakan adaptasi bebas dari cerita pendek berjudul sama karya Seno Gumira Ajidarma.

Pertunjukan dibuka dengan adegan seorang hansip (Adriel Noval) yang memimpin sejumlah pria dalam gerakan operasi kuping gajah—alias menempelkan telinga ke dinding kamar mandi sebuah indekos, kemudian dengan khidmat menguping aktivitas mandi seorang wanita bernama Zus (Fitri Aslina Maysaroh). Mulai dari suara siraman air hingga nyanyian merdunya tak pelak membangkitkan imajinasi liar para pria yang mendengar.

Hal ini memicu keresahan istri-istri di sepanjang gang tersebut. Mereka lantas mendesak Pak RT (Irfan Badrul Zaman) untuk mengusir Zus—yang katanya—berpotensi merusak kestabilan rumah tangga. Maka, ditetapkanlah peraturan: “Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi”. Namun, bahkan setelah Zus meninggalkan daerah itu pun, fantasi suami mereka masih belum juga hilang.

Pementasan yang berdurasi kurang lebih 60 menit ini dibumbui permainan musik dan tata lampu yang ciamik. Aktor-aktor Lakon tampil cukup apik dalam pementasan, lengkap dengan humor kesunda-sundaan oleh Mang Ujay (diperankan oleh Taufan) dan kelakuan ajaib hansip dan para bapak lainnya yang senantiasa berhasil mengundang gelak tawa penonton.

“Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi” menyinggung beberapa hal berkenaan isu sosial yang terjadi di masyarakat. Ketika seseorang disalahkan atas alasan tidak masuk akal, tanpa menyadari bahwa kesalahannya ada pada diri mereka sendiri. Pun semua itu berawal dari satu asumsi yang menganggap Zus ialah penyebab ‘kegilaan’ para bapak dan asumsi itu menyebar, menjadikan pembenaran untuk mengusir Zus. Ini membuktikan bahwa suatu hal yang belum tentu benar, asalkan diyakini oleh banyak orang, bisa menjadi kebenaran. Realitas inilah yang mirisnya terjadi di tengah masyarakat.

Baca juga: Dari Korea untuk Indonesia: Buku Puisi Choi Jun