Pada agenda Selasaan, 13 Februari 2024, UKSK (Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan) UPI menggelar nobar dan diskusi film dokumenter Dirty Vote di Gedung Geugeut Winda, UPI Bandung. Sembari duduk selonjoran di atas banner bekas aksi demonstrasi, para peserta yang hadir di sore itu tampak fokus ke layar proyektor. Sesekali terdengar tanggapan-tanggapan kecil di tengah pemutaran film.
Dirty Vote merupakan film dokumenter berdurasi 1 jam 57 detik yang diproduksi dan disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono. Film yang dirilis tiga hari sebelum pemilihan umum ini memiliki isi yang dapat membuka wawasan penonton terkait kecurangan-kecurangan selama proses pemilihan umum 2024 berlangsung. Pemaparan yang terdapat di dalam film tersebut disampaikan oleh tiga pakar hukum negara, yaitu Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar.
Tak butuh waktu lama, terhitung baru genap sehari dimuat di jejaring Youtube, film ini telah disaksikan oleh tujuh juta penonton.
Selepas film selesai diputar, para peserta kemudian saling memberikan tanggapan atau komentar pribadinya. Salah satu peserta yang berkesempatan bicara dalam sesi diskusi ialah Salman, mahasiswa UPI Bandung jurusan Pendidikan Bahasa Jepang. Ia memberi tanggapan mengenai respons negatif dari salah satu tim paslon (pasangan calon) terhadap film yang baru saja ditayangkan tersebut.
“Jadi bener film itu memang ngebuka kecurangan yang terjadi by data dan by fakta. Kalaupun mungkin ada beberapa pihak yang katakan menganggap (film) ini fitnah dan mempertanyakan kenapa (dirilis) di masa tenang dan lain-lain, baiknya sanggahan mereka harus menggunakan data. Jangan sekedar fitnah-fitnah lapor, fitnah-fitnah lapor doang.” Ujarnya di hadapan para peserta yang telah duduk melingkar.
Jonathan, peserta yang merupakan mahasiswa UT jurusan Komunikasi juga ikut menanggapi perihal posisi lembaga pemerintah yang dinilai sudah tidak netral selama proses pemilu berjalan.
“Kalo dari tontonan tadi saya lihat kaya Bawaslu itu sama KPU dan MK itu lembaga pemerintah udah ga netral. Nah, pertanyaannya apakah kedepannya bakal tetap kaya gini diatur sama oligarki dinasti, dan apa ga bisa berubah?”
Setelah sesi diskusi, Adinda Putri Chania Vatov, ketua UKSK UPI periode 2023-2024 menjelaskan terkait alasan ia mengadakan agenda nobar dan diskusi di kegiatan rutin Selasaan UKSK.
“Ingin melihat bagaimana sisi terang yang betul terang dari ketiga paslon ini supaya kawan mahasiswa tau sebetulnya apa yang mereka hadapkan ketika mereka memilih paslon. Siapa pun ketiga paslon ini, mereka punya masalahnya masing-masing dengan karakteristiknya masing-masing. Emang tidak ada yang baik di antara ketiga ini. Cuma, setidaknya, kita mengajak kawan-kawan mahasiswa di UPI untuk sama-sama melihat bahwa apa yang sering digaungkan oleh media mengenai kejahatan dari tiap paslon itu memang betul adanya, dan based on data.” Tukasnya sewaktu diwawancara.
Dengan adanya nobar dan diskusi Dirty Vote, diharapkan dapat mewadahi mahasiswa atau masyarakat umum supaya melek terhadap runyamnya politik di Indonesia saat ini. Meski demikian, kegiatan tersebut tidak terlalu menarik peserta dalam berpartisipasi. Adinda Putri C. V. menjelaskan terkait sedikitnya peserta yang datang dalam kegiatan ini karena hari itu adalah h-1 pemilu, dan beberapa mahasiswa yang ada di UPI bukanlah warga asli Bandung, sehingga mereka harus pulang ke kampung halamannya untuk persiapan pencoblosan.
Akan tetapi, meskipun jumlah yang hadir tidak terlalu banyak, para peserta sangat antusias mengikuti tiap agenda di kegiatan tersebut. Sampai akhir kegiatan, mereka saling berbagi pandangan, cerita, dan sesekali banyolan yang menyinggung kritik terhadap pemerintah. Gelak tawa tentu tak bisa terbendung lagi.
Sebab telah cukup larut malam dan Gedung PKM tersebut akan ditutup segera oleh Pak Mumu, penjaga gedung PKM, kegiatan Selasaan yang hangat dan penuh antusias tersebut harus disudahi. Sebelum berpisah, para peserta melakukan sesi foto bersama, dan sekaligus mengakhiri rangkaian agenda Selasaan pada hari itu.
Baca juga: Suara Akademisi untuk Demokrasi: Petisi Bumi Siliwangi Kampus Pejuang Pendidikan
Penulis: Muhammad Rifan Prianto (Ipang)
Editor: Fitri Nurul