Acara yang diselenggarakan oleh Hima Satrasia membahas tentang proses kreatif dalam menulis karya sastra. Hima Satrasia merespons bagaimana orang yang ingin menjadi penulis. Acara ini dimulai pukul 13.00 hingga 15.00 WIB pada hari Rabu, 13 November 2019. Judul dari program Hima Satrasia kali ini, “Bincang Santai”.
Acara ini diisi oleh Faisal Syahreza dan dimoderatori oleh Meilia Tasha. Faisal Syahreza berbicara, “Saya adalah fans terbesar dari himpunan.” Hal itu membuat para peserta merasa tertarik untuk mengikuti pematerian ini.
Menurut Faisal Syahreza dalam menerbitkan suatu proses karya sastra, bisa melihat aspek-aspek tertentu. Contoh dekatnya ketika ingin dimuat dalam media koran: seperti harus membeli koran yang ingin kalian kirim, melihat topik apa yang sering muncul di koran tersebut, dan koran itu tertarik akan hal apa.
Ketika ingin menulis suatu karya pun harus memiliki pengalaman, kemudian dari pengalaman itu melakukan pengamatan. Ketika sudah melewati pengamatan, baru kita menulis suatu karya dengan imajinasi dengan referensi yang kuat. Referensi yang kuat menandakan suatu karya itu memiliki isi atau pengetahuan yang ingin disampaikan oleh penulis. Pengalaman dan pengamatan, berpikir secara visual. Berpikir secara visual ketika kita memandang suatu penglihatan kita kemudian kita menulisnya.
Ketika kita berpikir secara abstrak, dapat membuat karya sastra tidak logis dalam permasalahan pemikiran. Berpikir secara visual dapat membuat benang merah dalam isi karya tersebut. Dapat membuat autentik dalam karya tersebut.
Ketika kita menulis pun kita membuat pembaca bermain dalam pikiran mereka. Bukan menggiring pemikiran mereka harus seperti penulis. Pembaca pun mendapat pengalaman lebih dengan adanya suatu diskusi dalam pemikiran mereka. Penulis dapat berdiskusi melalui karya mereka, berdiskusi dengan pembaca karya tersebut.
Hima Satrasia kekurangan penulis. Keresahan tersebut membuat Hima Satrasia merespons hal itu. Proker ini diharapkan dapat membantu Madepdik untuk bisa menulis karya sastra.
Banyak penulis dari Bahasa dan Sastra Indonesia UPI menjadi terkenal oleh karyanya. Namun, saat ini malah kekurangan penulis karya sastra. Jadi, menurut Hima Satrasia, Madepdik ini kebingungan dalam menyampaikan apa yang mereka pikirkan dan apa yang akan dituangkan dalam sebuah karya.
Pematerian berjalan dengan efektif. Ada beberapa pertanyaan yang ditanyakan oleh peserta “Bincang Santai” ini. “Selain aspek-aspek yang tadi dibahas, kemudian referensi itu menjadi banyak. Permasalahannya adalah Generasi Z sudah bisa memilih dari apa yang mereka inginkan dalam membuat karya sastra. Permasalahannya apakah seperti itu?”.
Tanggapan pemateri, “Ya kita tidak bisa berbohong lagi atas kondisi yang hadir saat ini. Di mana gawai memengaruhi suatu kehidupan sosial saat ini. Informasi yang datang dengan cepat dan tanpa filter membuat Generasi Z ini kebingungan dalam memilih referensi dalam kepenulisan. Dan, bagaimana Generasi Z atau generasi kalian sangat kurang memilih maupun mem-filter informasi kalian dalam membuat karya sastra.
Ada peserta menanyakan tentang, “Bagaimana perbedaan karya populer dengan sastra adiluhung. Mereka selalu memiliki irisan dalam sastra saat ini?”
Tanggapan pemateri, “Ini menjadi polemik bagi kalian, karena kalian belum bisa membedakan karya sastra adiluhung dengan karya populer. Karya adiluhung memiliki suatu standpoint dan banyak karya sastra adiluhung ini dapat menjadi suatu wacana menarik, entah membawa suatu ideologi atau suatu pemahaman yang salah kemudian sastra adiluhung hadir untuk membenarkan. Saya penulis sastra populer dan saya memiliki referensi yang tidak sembarangan. Bahkan karya populer yang lain pun seperti itu. Irisan gagasan dalam karya populer bagaimana penulis melihat pasar dan menyelipkan beberapa standpoint.”
Kasubid Akademik berbicara, “Latar belakang saya membuat proker ini adalah keresahan. Kekrisisan karya sastra dalam Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.”
(Daffa Amaanullah Prayitno/Literat)