Mengenal Al-Wahan: Penyakit Hati yang Perlu Diwaspadai melalui Kajian Penambah Iman

Subbidang Kerohanian Bidang Kajian dan Penalaran Hima Satrasia FPBS UPI menyelenggarakan sebuah program kerja pada Kamis (16/4). Program kerja ini merupakan Kajian Penambah Iman, dengan tajuk ‘Hati-hati dengan Hati yang Mati’.  Kegiatan tersebut dilangsungkan secara daring melalui WAG, dimulai pada pukul 15.30 – 18.00 WIB.

Anhal Rizki selaku Ketua Subbidang Kerohanian Hima Satrasia menyebutkan bahwa Kajian Penambah Iman diadakan supaya keimanan madepdik meningkat menjelang bulan Ramadhan. Selain sebagai salah satu cara untuk menjalin hubungan ukhuwah  islamiyah di antara madepdik, tujuan dari kajian ini pun untuk menghindari sifat-sifat yang sejatinya dapat menjauhkan diri dari Allah SWT.

Setelah dibuka dengan rangkaian sambutan, kajian yang diikuti oleh kurang lebih sebanyak 60 peserta tersebut diisi materi oleh Dr. Muhamad Parhan, S. Pd. I., M. Ag. Beliau membuka sesi kajian sore itu dengan memaparkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud. Dalam hadits tersebut, Rasulullah telah memperingatkan bahwa akan datang suatu masa di mana umat muslim akan dikerubungi  umat lain. Mereka berkumpul mengelilingi umat muslim sebagaimana segerombolan pemangsa bersiap menerkam hidangan lezat yang tersaji di atas meja. Saat itu, umat muslim tidak ubahnya seperti buih di lautan: banyak, namun tidak berdaya.

Perumpamaan buih tersebut menggambarkan kondisi umat muslim saat ini. Umat muslim tertipu dengan kuantitas yang lebih banyak dibanding kualitasnya. Umat muslim bagaikan orang-orang yang berkumpul tanpa arti, tanpa makna. Allah telah menghilangkan rasa takut dari dada umat musuh, sementara dalam diri umat muslim tertanam sebuah penyakit hati: Al-Wahan.

Baca juga: Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis

“’Sahabat bertanya, apa itu Al-Wahan? Rasul bersabda, Itu adalah cinta dunia dan takut akan kematian.’ Salah satu hati yang mati adalah terjangkitnya penyakit Al-Wahan…  ketika orientasi kita kepada dunia, maka konsekuensi logisnya, kita akan takut terhadap kematian.”

Penyakit Al-Wahan memiliki dua gejala: cinta dunia dan takut mati. Ketika seseorang lebih mencintai dunia, ia akan menghalalkan segala cara demi mencapai apa yang diinginkannya: harta, pangkat, dan jabatan. Ia tidak melakukannya karena Allah, melainkan hanya untuk bersenang-senang di dunia. Pemateri mengatakan, jika sudah begitu, akan mati hati seseorang terhadap nilai-nilai agama sehingga lupa pada tanggungjawab serta kewajibannya sebagai seorang muslim.

Ada beberapa ciri penyakit Al-Wahan yang disebutkan para ulama. Di antaranya, tidak senang beribadah, menganggap segala harta serta pencapaiannya merupakan hasil kerja keras diri sendiri sehingga kikir terhadap hak orang lain, mudah takjub terhadap harta dunia, dan tidak bisa menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.

“Al-Wahn ini tentu memiliki obat, dan obat itu adalah kebalikannya: cinta akhirat, ingat hari mati. Konsekuensi dari cinta akhirat, seseorang akan menjaga akidah, memperkuat keimanan, serta memahami hakikat bahwa dunia dan segala isinya adalah fitnah. Mengingat kematian akan  memberi dorongan dan motivasi untuk menjadi diri yang lebih baik dengan memperbanyak amal sholeh,” jelas M. Parhan. Beliau juga mengatakan bahwa janganlah berorientasi kepada dunia semata.  Ubah orientasi tersebut dengan menjadikan semua yang dilakukan sebagai bentuk ibadah untuk mencapai ridha Allah. Jadikan harta yang telah diperoleh untuk mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai bekal untuk di akhirat kelak.

Usai penyampaian materi, dibuka sesi tanya jawab. Dalam satu dari enam pertanyaan yang diajukan, pemateri  menegaskan bahwa keimanan adalah bagian penting dalam mengukur kualitas umat muslim. “Iman adalah ruh, dasar, dan pondasi seseorang. Silakan pintar, kaya, punya kedudukan, tapi dengan dilandasi iman, semuanya akan mengantarkan kita agar dekat dengan Allah. Sehingga, pondasi utamanya adalah iman dulu, baru yang lainnya. Dengan dasar iman, semua akan menambah kebaikan dan menjadikan manusia yang banyak bersyukur dan lebih dekat dengan Allah SWT.”

Dengan diadakannya Kajian Penambah Iman: “Hati-hati dengan Hati yang Mati” ini, Anhal, Ketua Subbidang Kerohanian Hima Satrasia, berharap agar madepdik lebih sadar tentang penyakit umat Islam zaman sekarang. Melalui pesannya, Anhal juga menuliskan bahwa untuk kali pertama, kajian secara daring ini sudah berjalan cukup baik meski kurang efektif karena lambatnya interaksi saat berlangsungnya sesi diskusi.