Sastra Siber 4.0 = Komunitas Sastra Digital

Rabu (10/6), seperti biasa ASAS UPI mengadakan Reboan. Namun, ada yang berbeda di Reboan kali ini, biasanya Reboan dilaksanakan secara tatap muka, tetapi sekarang Reboan dilaksanakan secara virtual via Zoom Cloud Meeting. Tema yang diangkat pun cukup menarik, yaitu  bagaimana “Komunitas Pasca-Wabah dan Sastra Digital”? Mengingat segala masalah yang ditimbulkan selama  pandemik Covid-19 akan membawa wacana pasca-wabah. Kehidupan pasca-wabah akan mengalami perubahan, termasuk keberlangsungan komunitas sastra.

Pertemuan  kali ini dimoderatori  langsung oleh ketua ASAS UPI, Rafqi Sadikin. Langgeng Prima Anggradinata sebagai pemantik pada pertemuan ini menyebutkan komunitas sastra digital maksudnya adalah komunitas sastra yang berbasis digital, bukan hanya sekadar mempublikasi konten  ke dalam  media digital. “Komunitas sastra, khususnya ASAS UPI harus  berpikir di luar kotak atau ubah mindset ke arah digital” lanjut Langgeng.

Sebagaimana yang kita tahu, masyarakat 4.0 merupakan masyarakat digital yang menjadikan teknologi dapat memenuhi kehidupan sehari-hari. Bahkan, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)  pada 2018 melakukan survei penggunaan internet di Indonesia. Hasilnya menunjukan terjadi penetrasi penggunaan  internet sebesar 64,8% atau 171,17 juta jiwa yang mengakses internet, yang mana penggunaan internet saat ini didominasi oleh generasi milenial. Data tersebut mengarahkan  komunitas sastra untuk mulai bergerak dengan menyasar generasi milenial.

Lalu, bagaimana cara membangun komunitas sastra digital yang menyasar generasi milenial? Langkah  terpenting adalah  membangun  ruang yang efektif. Keefektifan bisa dicapai dengan bantuan  teknologi informasi, dan  komunikasi. Terdapat 4 faktor penting untuk memulai sebuah komunitas sastra digital, yaitu:

  1. Pertemuan daring, ada interaksi terlebih dahulu  yang berbasis daring.
  2. Produksi konten,  perlu produksi konten yang lebih efektif, dan berkala.
  3. Gerakan sosial, di era ini gerakan sosial menjadi hal identik yang perlu dilakukan. Komunitas sastra memiliki peluang besar untuk memprakarsai gerakan sosial, seperti yang pernah dilakukan oleh Buruan.co yang membuat gerakan sosial pembacaan puisi berantai.
  4. Membangun pangkal data, dari pangkal data pengelola komunitas bisa melihat demografi, profil anggota komunitas, dan program untuk menentukan langkah selanjutnya dari komunitas sastra digital.

“Sebagaimana yang dikatakan pemantik bahwa pangkal data adalah salah satu faktor penting dalam membangun komunitas sastra digital. ASAS UPI pun saat ini sedang mengembangkan mesin untuk membangun pangkal data tersebut.” ujar moderator sambil mengakhiri pertemuan.

Baca juga: 100 Tahun Utuy Tatang Sontani: Diskusi Teroka bersama Zen Hae dan Zulkifli Songyanan