Berita mengenai wacana peniadaan Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia menjadi berita yang cukup mengejutkan bagi Madepdik Satrasia. Muncul berbagai pertanyaan tentang peniadaan ini dan apa dampak yang terasa bagi Madepdik Satrasia.
Menjawab hal tersebut, Subbidang Parsospolmawa Hima Satrasia mengadakan kegiatan Diskusi Mahasiswa Departemen (Dismadep) pada Senin (13/2) di Ruang 49 Gedung FPBS UPI. Bersama Pak Rudi, selaku Sekretaris Departemen, mahasiswa diberikan ruang untuk bertanya tidak hanya mengenai wacana peniadaan departemen tapi isu umum yang ada di Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia.
Berdasarkan informasi yang disampaikan Pak Rudi, peniadaan departemen berlandaskan pada Keputusan Rektor, sehingga statusnya hanya akan ada Ketua dan Sekretaris Program Studi per bulan Juni 2023.
Menurutnya keputusan ini tidak akan berdampak banyak pada perkuliahan, namun akan sedikit menggeser pengelolaan manajemen. Meskipun begitu, beliau mengimbau kepada himpunan mahasiswa untuk mengantisipasi perubahan tersebut karena himpunan mengatasnamakan departemen, sehingga akan ada perubahan dalam sistem administrasi. Oleh karena itu, Pak Rudi menyarankan himpunan untuk berkonsultasi dengan himpunan lain yang mengalami masalah serupa.
Selain membahas dampak keputusan peniadaan departemen, mahasiswa juga banyak bertanya mengenai masa depan program MBKM yang kini sedang berlangsung. Pak Rudi mengatakan bahwa program MBKM pada dasarnya mengikuti kurikulum yang dibuat Menteri Pendidikan, Kebudayaan, RIet, dan Teknologi. Jika menterinya diganti, maka kemungkinan MBKM tidak akan dilanjutkan. Namun beliau mengatakan sejauh ini jika menterinya tidak berganti, maka bisa saja sampai tahun 2024 program MBKM tetap berjalan.
Baca Juga: Wahana Pasar Malam: Program Kerja yang Menjadi Sarana Belajar dan Hiburan untuk Madepdik Satrasia
Masih berkaitan dengan program MBKM, mahasiswa juga menanyakan terkait kesiapan MBKM prodi khususnya jurnalistik yang masih terasa belum matang. Pak Rudi mengatakan bahwa memang belum ada formula yang pas sehingga persiapannya masih terasa kurang matang, maka dari itu ia mengajak para mahasiswa untuk membantu memperbaiki pelaksanaan program tersebut bersama-sama.
Permasalahan lain yang menjadi bahasan dalam diskusi kemarin adalah keterbatasan ruang di gedung FPBS. Memang topik ini sudah menjadi keluhan yang menjamur di kalangan Madepdik Satrasia, karena mereka sampai harus berebut ruangan dengan mahasiswa dari prodi lain. Menanggapi hal tersebut, Pak Rudi mengatakan bahwa sementara keadaan tersebut masih akan terjadi dikarenakan mahasiswa pascasarjana juga turut mengisi ruang kelas di FPBS sampai gedung yang sedang dibangun rampung. Persoalan “saling rebutan ruang kelas dengan prodi lain” ini, Pak Rudi mengatakan bahwa semua kembali pada sistem dan penjadwalan yang sudah ada. Jadi jika terjadi hal seperti itu, maka kita tinggal melihat kembali ruang dan jam yang sudah ditentukan di jadwal.
Bicara soal fasilitas yang tentunya didapatkan karena membayar UKT, diskusi kemarin juga menjadi momen untuk mempertanyakan perihal permasalahan UKT. Mahasiswa mempertanyakan mengapa tidak adanya verifikasi ulang terhadap mahasiswa menjelang pembayaran UKT, mengingat kondisi ekonomi keluarga mahasiswa yang dinamis.
Tentu permasalahan ini di luar kewenangan departemen, namun pak Rudi mengatakan bahwa memang belum ada regulasi terkait perubahan nominal UKT. Sehingga opsi lain yang ditawarkan adalah dalam bentuk penangguhan UKT berupa cicilan dan lain-lain. Alasan dari tidak adanya verifikasi ulang menurut asumsinya, dikarenakan akan mengganggu rencana anggaran jangka panjang yang telah dibuat oleh universitas, mengingat UKT adalah sumber penghasilan utamanya.
Dalam diskusi kemarin, Pak Rudi juga berbagi cerita tentang kehidupannya sebagai mahasiswa yang juga aktif berorganisasi. Bahkan dirinya juga pernah menjadi ketua umum hingga pembina di himpunannya. Beliau pun memberi motivasi pada mahasiswa saat ini yang juga aktif dalam himpunan untuk menjadikan kegiatan organisasi sastra sebagai pendukung kegiatan akademiknya karena bisa dijadikan ruang praktik untuk teori yang dipelajari di lingkup akademik.
Diskusi kemudian ditutup dengan cerita singkat alasan ia berkuliah di Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu untuk menjadi seorang guru. Dalam cerita tersebut ia juga mendorong Madepdik Satrasia untuk menjadi seorang pengajar. Menurutnya, mengajar itu sangat menyenangkan karena membawa kita bertemu dengan banyak orang setiap tahunnya. Selain itu, dengan mengajar kita bisa memberikan manfaat yang banyak bagi sekitar apalagi jika kita mengajar di sekolah yang minim akses pendidikan.
Baca Juga: Mempertanyakan Kebebasan Pers di Hari Pers Nasional
Penulis: Salsabila Izzati Alia
Editor: Siti Labibah