Hendak mengedukasi para mahasiswa baru, Hima Satrasia mengadakan Kelas Advokasi secara hybrid di sekretariat bersama (Sekber) dan zoom meeting pada Sabtu (12/08). Kelas advokasi Hima Satrasia ini dihadiri oleh hampir 100 orang mahasiswa yang sebagian besar diantaranya adalah mahasiswa baru.
Mereka mendapatkan dua sesi pematerian mengenai Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan permasalahannya, hingga bagaimana sistem advokasi di lingkungan kampus oleh Kahfi Achmad Muharram, salah satu mahasiswa aktivis yang pernah menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) Literat pada tahun 2020.
Pada sesi pematerian yang pertama, Kahfi memaparkan materi terkait sistem UKT dan berbagai masalah yang menyertainya secara komprehensif. Dimulai dari apa itu UKT, bagaimana sejarahnya, seperti apa perhitungannya, hingga persoalan yang muncul atas diberlakukannya regulasi cacat. Materi ini memiliki peran penting sebagai alat edukasi yang kuat, terutama bagi mahasiswa baru.
Selain itu, Kahfi juga menyampaikan materi terkait advokasi yang memberikan pemahaman tentang berbagai jenis kasus dan langkah-langkah dalam melakukan advokasi. Pada tahap ini, mahasiswa mulai menyadari bahwa ada berbagai macam hak yang mereka miliki, terutama hak atas pendidikan berkualitas, fasilitas kampus, serta partisipasi dalam berbagai kegiatan kampus.
Pematerian advokasi juga mengajarkan mahasiswa baru tentang konsep serta peran advokasi dalam menjaga hak dan kepentingan mahasiswa. Tentunya tidak dengan aksi sok heroik yang berujung sia-sia, melainkan dengan kesinergisan untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kahfi,
“Advokat bukan nabi, bukan Santa Claus, apalagi Tuhan. Advokasi akan berhasil ketika semua pihak saling bersinergis dan tidak saling mengandalkan. Advokat adalah tempat untuk menebar kebermanfaatan.”
Kegiatan Kelas Advokasi ini menyimpan nilai penting yang perlu ditanamkan kepada mahasiswa baru sebagai bekal memasuki dunia perguruan tinggi. “Bersyukurlah, karena kalian dikasih kesempatan kuliah, dan bisa membayar biaya kuliah, jangan terlalu berleha-leha dengan tanggung jawab. Karena banyak teman-teman SM, hampir dua ratus mahasiswa mengundurkan diri secara serempak karena tidak bisa membayar biaya kuliah,” ujar Marlina Adhiza Putri, salah satu advokat kampus sekaligus Ketua Departemen Advokasi P2M.
Penting bagi seorang mahasiswa untuk memahami bagaimana kondisi nyata yang ada di lingkungan barunya.
Kelas Advokasi memberikan kesempatan bagi mahasiswa baru untuk mempelajari isu-isu krusial yang ada di kampus. Dalam misinya, kegiatan ini merupakan bentuk pemberdayaan mahasiswa agar mampu mengadvokasi diri, mencari dukungan, dan mengambil tindakan yang tepat jika terlibat dalam situasi yang memerlukan advokasi, untuk bersama-sama mengupayakan hak yang seharusnya didapat.
Fitri, mahasiswa baru yang menjadi salah satu peserta kelas advokasi memberikan tanggapan, “Saya sebelum ikut kelas tadi benar-benar awam. Saya pikir sistem keuangan pendidikan di Indonesia itu sedari lama memang seperti ini. Saya jadi tahu, kalau tidak semua mahasiswa bisa mengenyam pendidikan dengan nyaman, maka saya tidak boleh abai. Setelah kelas advokasi tadi, saya tau harus satu suara dengan yang lain. Jikalau ada teman saya yang belum bisa bayar UKT, akan saya bantu dengan cara apapun.”
Bulan lalu, Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan (UKSK) UPI juga menggelar kegiatan serupa, yakni Sekolah Advokasi UKSK 2023 yang juga membahas isu-isu hukum di kampus bahkan simulasi peran menjadi advokat. Perbedaanya dengan Kelas Advokasi Hima Satrasia adalah audiensnya. Kegiatan Sekolah Advokasi yang dikoordinir oleh UKSK dihadiri oleh mahasiswa senior yang setidaknya sudah bersahabat dengan isu-isu kampus, bahkan beberapa diantaranya sudah pernah menjadi advokat.
Sedangkan, Kelas Advokasi Hima Satrasia berfokus pada pemberian pemahaman dasar terlebih dahulu. Mengingat sasaran audiens kegiatan ini adalah mahasiswa Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Kegiatan ini lebih banyak dihadiri oleh mahasiswa baru angkatan 2023. Mereka akan menjadi lebih siap menghadapi situasi kompleks, seperti masalah administrasi, keuangan hingga langkah-langkah pengadvokasian.
Pendidikan Advokasi menjadi sarana pengembangan keterampilan komunikasi, negosiasi hingga problem solving.
Dengan demikian, mahasiswa baru telah memiliki pondasi yang baik untuk sukses dalam lingkungan perkuliahan. Bukan hanya persoalan intelektual saja, melainkan pembentukan sikap peka terhadap situasi sekitar, berempati, serta berpartisipasi aktif dalam memperjuangkan kehidupan kampus.
Penulis: Sri Fatma Hidayah
Editor: Muhammad Raihan
Baca Juga: Bakar Semangat Juang Mahasiswa, UKSK Adakan Sekolah Advokasi 2023