Kalau begini, pemerintah gak perlu repot-repot melockdown negara ini.
Semenjak merebaknya virus corona di dunia dan Indonesia, saya membayangkan bahwa hidup akan seperti penduduk kota Wuhan, Tiongkok, beberapa waktu lalu. Semua orang tidak boleh keluar, berkumpul, bersekolah, dan bekerja. Namun, ketika Indonesia tidak mengambil langkah lockdown, secercah harapan muncul di benak saya.
Jikalau saya diharuskan di rumah saja, setidaknya saya punya waktu untuk melepas penat dari dunia kampus yang membelenggu. Alih-alih punya waktu untuk pergi keluar sejenak, waktu untuk streaming di IndoXXI hasil revisi saja saya tidak bisa. Saya tidak bisa menonton film Hollywood lalu mengambil screenshot dari kata-kata bucin, seperti yang orang lain lakukan ketika menonton film pelakor Korea itu.
Tetapi, saya berusaha berpikiran positif. Dosen saya dan teman-teman yang lain sangat sayang kepada kami. Beliau-beliau ini tidak mau kami tertular Covid-19 ketika berada di luar rumah. Ah, i love you, Pak, Bu!
Terbukti dari tugas-tugas yang diberikan tidak akan selesai dalam waktu 2×45 menit. Ini bentuk kasih sayang, loh!
Ibu dan Bapak Dosen yang terhormat, tolong, nilai saya jangan dijadikan E, ya, kan saya tidak menyalahkan tugas-tugas yang Ibu dan Bapak berikan. Ini hanya opini saya selama menjalani ‘lockdown’
Lagi-lagi saya harus jujur mengatakan bahwa tugas-tugas yang diberikan oleh Ibu dan Bapak Dosen—apalagi tugas sepanjang semester—adalah bentuk kasih sayang dosen terhadap saya. Tugas sepanjang semester di sini adalah tugas-tugas yang diberi tenggat waktu yang lama sebagai pengganti Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Semester.
Alhamdulillah, Ibu dan Bapak Dosen tahu saja bahwa saya mengidap ujian tertulis syndrome.
Saya merasa kalau tugas sepanjang semester ini adalah jalan bagi saya menerapkan prinsip “apa yang kau tanam itu yang kau petik”. Kalau saya ingin mendapatkan nilai C, D, bahkan E, cukup saya kerjakan dalam waktu 2×15 menit dan tanpa keseriusan. Namun, apabila saya ingin mendapat nilai A, saya harus mengerjakannya dalam beberapa hari—bahkan minggu—dengan usaha serius .
Coba bandingkan dengan tugas Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Semester yang umum (baca: ujian tertulis), nilai yang didapat sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan mental kita hari itu juga. Apakah kucing kita tertabrak motor atau pesan WhatsApp dari doi: kamu terlalu baik buat aku, kita putus aja.
Tapi, hal ini malah bikin saya bingung ketika ditanya tentang Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Semester oleh teman-teman dari universitas lain.
“Kamu UAS kapan?”
Dengan lantang saya jawab, “sejak Corona menyerang Indonesia!”
Baca juga: Surat Terbuka: Pak, Sesulit Inikah Mendapat Pendidikan di Kampus Pendidikan?
Penulis: Daffa Imam Naufal